07 | Rival Scorpion

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur adegan kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar, kenakalan remaja yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Sejak dua hari lalu, Ruha mendapat kebiasaan baru lagi. Tak jauh-jauh berhubungan dengan Alby. Si Ketua OSIS itu benar-benar sudah menarik dunianya. Tak bisa membuat matanya berpaling setiap sosoknya dalam pandangan.

Ruha akan selalu mengikuti Alby pulang setelah mengajarinya. Dengan cara diam-diam.

Tiga puluh menit, waktu yang diperlukan Alby dari rumah Ruha untuk pulang ke rumahnya sendiri. Ternyata sejauh itu Alby selalu menempuhnya dengan sepeda merah itu. Ruha sempat terkejut, apalagi saat tau dimana rumah Alby berada. Daerah itu dekat dengan sekolah rivalnya. Kawasan SMA San Antonio. Dan itu membuat Ruha was-was setiap mengikuti Alby.

Geng Scorpion dan rivalnya Alizion, memiliki sebuah perjanjian dimana salah satu isinya melarang anggota geng memasuki kawasan milik geng lain. Jika ketahuan masuk daerah lawan, lawan bebas memberi pelajaran dan akan di tambah sanksi dari gengnya sendiri.

Rumah Alby, tepat di kawasan milik Alizion. Itu artinya Ruha tak seharusnya di sini kalau tak ingin cari mati. Tapi Alby membuatnya khawatir, anak itu juga termasuk bagian dari San Juan.

"Alby udah aman sampai rumah. Ngga ada yang perlu gue khawatirin lagi," monolog Ruha.

Ruha yang kini berhenti di depan rumah Alby tersenyum puas. Ia kembali memasang helmnya untuk pulang. Tapi getar ponselnya tiba-tiba mengganggu. Nama Riko terpampang di layar ponsel.

"Kenapa Ko? Kangen ya, baru tadi di sekolah ketemu," ucap Ruha menjawab panggilan Riko.

'Tolol! Lo dimana sekarang?'

"Ko, yang lembut dikit kalo ngomong. Gue di rumah, ada apa?" bohong Ruha.

'Si Vino ditangkep sama geng Alizion. Gue sama yang lain perjalanan ke tempat mereka. Lo juga cepetan nyusul.'

"Apa? Kok bisa?"

'Itu nanti aja. Sekarang lo siap-siap! Gue kirim lokasinya.'

"Oke."

Tak lama setelah panggilan berakhir, Ruha mendapat titik lokasi dari Riko. Ternyata tempatnya tak jauh dari SMA San Antonio. Dekat dari sini juga. Lekas saja Ruha langsung menyalakan motornya dan menuju ke sana.

...

Di salah satu bangunan terbengkalai tengah kota. Belasan remaja sedang berkumpul. Mereka adalah geng Alizion yang diketuai oleh Julian. Pentolan SMA San Antonio. Di tengah-tengah mereka sekarang ada satu anggota musuh yang berhasil mereka tangkap.

Seorang dari anggota Alizion mendekati anak dengan seragam San Juan yang sudah babak belur di lantai. Menarik blazer maroon dan membaca nama yang tertera.

"Vino, lo anggota Scorpion 'kan? Tunggu anggota geng lo itu sampai baru bicarain lagi masalahnya."

Orang itu tersenyum sambil menepuk pipi Vino yang menatap tajam.

"UDAH GUE BILANG KALO ANGGOTA KALIAN DULUAN YANG MANCING GUE KE DAERAH KALIAN!" teriak Vino tak terima.

"Terus kenapa lo bisa kepancing?" Aslan, orang yang menepuk pipi Vino tadi tersenyum miring. "Kalau lo punya otak, harusnya gunain yang bener."

Aslan berdiri, menatap kasihan pada Vino yang kembali dicekal teman-temannya. Ia kembali berbalik menuju seseorang yang memperhatikan sejak tadi. Sosok anak laki-laki dengan perawakan tegap dan wajah dingin, Julian.

"Apa kita pukuli lagi aja? Anaknya ngga bisa diem gitu," ucap Aslan.

"Tunggu mereka." Suara rendah itu menjawab dengan mata yang masih tak lepas pada Vino yang terus berontak dipegangi anggotanya.

Aslan mengangguk, "Oke. Bocah yang berhasil kabur tadi pasti udah ngadu ke mereka. Dan harusnya mereka bentar lagi datang."

Tak lama setelah Aslan mengucapkan itu, terdengar suara gemuruh motor dari luar bangunan. Tanpa perlu ditanya lagi siapa yang datang. Sudah pasti rival mereka yang ingin menjemput anggotanya.

Julian dan Aslan bersama menuju luar diikuti beberapa anggota Alizion. Di depan bangunan ada belasan motor yang baru sampai. Satu orang dengan jaket dan helm hitam turun dari motor paling depan. Si ketua Scorpion, Ruha.

Dengan langkah tegap diikuti ketiga anggota inti Scorpion, Ruha berjalan mendekati Julian dan Aslan.

"Gue tau lo ngga akan asal tangkap anggota gue gitu aja. Jadi, apa masalahnya?" tatapan Ruha mengarah lurus pada Julian.

Dua orang rival itu saling berhadapan satu sama lain dengan aura intimidasi yang kuat. Tak peduli bahwa Julian setahun lebih tua darinya. Ruha tetaplah ketua dan jabatan mereka sama sekarang.

"Perjanjian No. 1," ucap Julian.

"Dilarang memasuki daerah milik geng lain. Jika ketahuan memasuki daerah geng lain, maka mereka berhak memberi pelajaran dan pelaku harus diberi sanksi oleh gengnya sendiri." Aslan melanjutkan ucapan Julian. "Anggota lo masuk daerah milik kami."

Sejenak Ruha sempat terkejut. Ia mencoba tenang untuk bisa berpikir jernih. Kalau memang Vino yang mulai duluan, itu artinya anggotanya yang salah. Tapi dirinya juga tak bisa langsung menyalahkan anggotanya begitu saja.

"Nggak! Alfa bilang kalo anggota kalian yang lebih dulu mancing masalah. Itu artinya bukan salah anggota kami! Sekarang balikin Vino dan kalian harus minta maaf!" seru Riko yang langsung maju. Wajah anak itu merah padam diliputi emosi.

Aslan tertawa keras. "Minta maaf lo bilang? Kalo anggota lo itu pinter, harusnya ngga kepancing gitu aja. Lo juga Ruha, jadi ketua itu didik yang bener anak baru kaya mereka itu." Telunjuk Aslan mendorong bahu Ruha.

Hal itu memancing kemarahan dari anggota Scorpion yang melihatnya. Tentu mereka tak terima ketua mereka diperlakukan seperti itu. Riko kembali maju dan mendorong Aslan dengan kuat.

"Ngga usah gituin Ruha ya lo, sialan! Kaya lo udah paling bener aja! Urusin juga tuh anggota lo, kemarin ada yang malakin anak sekolah gue, bangsat!" Riko dengan segala umpatannya.

Aslan yang sudah terpancing emosi hampir melayangkan tinjunya yang terkepal. Sayangnya lebih dulu ditahan oleh Julian.

"Jangan ada keributan!" tegas Julian.

"Apa?! Lo juga ngga terima? Emang bener anggota lo malakin anak sekolah gue!" Kini Riko ganti menatap kearah Julian dengan ketus. Wajah yang terlampau datar itu membuat kadar kekesalannya semakin meningkat.

"Lo dibiarin ngelunjak ya!" geram Aslan. Tangannya menarik pakaian depan Riko.

"Dih, mau berantem di sini, hah?! Gue ngga takut! Ayo pukul!" tantang Riko.

Ketiga anggota Scorpion yang lain hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan satu anggota mereka itu. Masalah ini seharusnya bisa dibicarakan tanpa kekerasan. Tapi kalau Riko yang maju duluan bisa beda cerita.

"Fi, pisahin si Riko tuh!" pintah Gamma malas.

"Lo aja," timpal Gaffi. Dua anak ini langsung menatap Ruha.

"Ru?"

Ruha menghela nafas lagi. "Jujur gue males kalo udah kaya gini."

Sementara itu Riko dan Aslan masih saling tarik menarik pakaian. Mereka sama-sama mengepalkan tinju di samping wajah masing-masing. Adu mulut yang tak habis-habis. Sampai akhirnya tangan Riko dicekal seseorang yang membuatnya lantas melepas Aslan dan menoleh.

"Stop!" lerai Julian.

"Ngga usah pegang-pegang, bangsat! Lepasin!" Riko langsung berontak mencoba menarik tangannya.

Begitu tangannya sengaja dilepas Julian, tubuh Riko malah terhuyung. Dan itu membuat Julian kembali memegang Riko agar tak jatuh. Sungguh jauh diluar dugaan. Riko sekarang terbengong menatap wajah datar Julian yang memeganginya.

"Woi Riko! Lo nyaman apa gimana? Balik sini!" seru Gamma.

"ARGH, SIAL!" Riko mendorong Julian menjauh begitu sadar. Ia mengedikkan tubuhnya seolah jijik dan kembali ke barisan teman-temannya. "Sialan! Sialan! Sialan! Mimpi apa gue semalem, hiiih!"

Kalau ini di markas mereka, Ruha mungkin akan jadi orang pertama yang tertawa paling keras karena ekspresi Riko. Tapi sebagai ketua, dirinya harus jaga image di sini.

"Ehem, oke gini..." Ruha kembali mengambil alih. Ia menghadap Julian lagi. "Persingkat aja. Anggota gue si Vino ketahuan masuk daerah Alizion. Dan beberapa minggu lalu anggota lo ketahuan malak anak sekolah gue. Kita anggap impas di sini tanpa diperpanjang, okay?"

Ruha mencoba bernegosiasi.

"Punya bukti?" tanya Julian.

"Mau bukti? Tunggu..." Ruha dengan cepat mengambil ponselnya dan membuka galeri. Menunjukkan sebuah foto kearah Julian. "Dua orang blazer navy ini anggota lo 'kan? Gue lupa namanya, tapi lo lihat anak blazer maroon ini dipukulin. Dan lagi, tempatnya masih daerah San Juan. Jadi gimana?"

Julian melirik sekilas pada layar ponsel Ruha, diikuti Aslan yang penasaran. Mereka langsung mengenali dua orang blazer navy dalam foto. Benar anggota Alizion.

"Oke, impas!" ucap Julian tanpa pikir panjang. Ia segera menyuruh anggotanya membawa keluar Vino. Mengembalikan anak itu pada tempatnya.

Sekarang Vino telah kembali pada anggota Scorpion. Meski dengan babak belur, setidaknya tak ada kekerasan lain diantara kedua kubu. Satu dari isi perjanjian yang lain, Scorpion dan Alizion memang sebisa mungkin menghindari kekerasan kalau tak ada yang memicuh.

"Masalah udah clear disini. Gue harap ngga akan ketemu kalian lagi kaya gini," ucap Ruha sebelum pergi sambil memapah Vino ke motornya.

Masalah kali ini berakhir dengan damai tanpa kekerasan. Berbeda dengan terakhir kali Ruha berhadapan dengan Julian yang memicuh baku hantam. Mereka memang rival abadi. Tapi selagi masalah bisa diatasi tanpa kekerasan, mereka akan memilih jalan itu.

...

"Si Ruha itu, kayanya dia masih dendam sama yang terjadi terakhir kali," ucap Aslan.

Semua anggota Alizion sudah kembali ke markas mereka. Dan di ruangan khusus ini kini hanya ada Aslan dan Julian. Bisa dibilang keduanya adalah anggota inti Alizion.

"Oh, ngomong-ngomong si Yesa kemana? Tumben ngga kelihatan. Lo tau tuh anak kemana?" tanya Aslan pada Julian yang sedang duduk sambil bermain rubik. Julian menggeleng sebagai jawaban.

Aslan mengambil duduk di sebelah Julian, ia menatap si ketua itu dengan penasaran. "Julian, kenapa lo tadi nolongin si Riko itu? Bukannya biarin aja dia jatuh."

"Bukan apa-apa," jawab Julian sambil menaruh rubik yang sudah jadi ke atas meja. Ia lantas mengambil rubik lain untuk dimainkan.

Mendengar jawaban yang terlampau singkat itu membuat Aslan berdecak. "Kalo dipikir-pikir lagi, setiap Alizion ketemu sama Scorpion lo selalu ada perhatian tersendiri sama si Riko. Gue curiga sesuatu..." Mata Aslan menyipit.

Julian yang dicurigai hanya menatap datar, "Apa?"

"Jangan-jangan lo—"

Tok! Tok! Tok!

Ucapan Aslan terpotong oleh suara pintu yang diketuk. Ia lantas menyuruh si pengetuk itu masuk.

"Ada apa?" tanya Aslan langsung to the point begitu anak tersebut dihadapan mereka berdua.

"Ada laporan dari anggota yang diluar markas. Katanya mereka lihat Ruha di daerah kita sekitar jam setengah tujuh tadi."

Aslan langsung menegakkan tubuhnya. "Lo yakin itu Ruha?"

"Iya, mereka sempet ragu jadi ngga sampai nyeret Ruha ke sini. Tapi foto yang mereka ambil bisa jadi bukti kalo itu emang Ruha." Anak di depannya menyodorkan ponsel dengan foto seorang jaket hitam menaiki motor. "Plat nomornya sama kaya motor Ruha waktu jemput anggotanya tadi."

"Sialan. Mereka koar-koar sok bener kaya tadi, nyatanya malah ketuanya yang ngelanggar perjanjian." Aslan tertawa sinis. "Eh, tunggu... gue kaya kenal tempatnya. Julian, ini bukannya komplek perumahan lo?"

Julian yang awalnya tak tertarik kini langsung menoleh saat Aslan bilang komplek perumahannya. Lingkungan di foto itu memang sangat familiar.

"Kenapa Ruha disana?" tanya Julian dingin.

"K-kalau itu kurang tau," jawab bawahannya itu.

Melihat aura yang tak mengenakkan dari Julian, Aslan dengan segera menyuruh anak di depannya keluar. "Lo keluar dulu, biar gue sama Julian diskusiin berdua."

Begitu tinggal berdua, Aslan langsung menyuarakan pikirannya pada Julian.

"Apa si Ruha tau kalo rumah lo daerah sana? Jangan-jangan dia punya rencana."

Julian memandang Aslan dengan intens. Mendadak ada banyak yang berputar dipikirannya. Tentang kemungkinan yang dilakukan Ruha di daerah perumahannya.

"Cari tau lagi... diam-diam."

Berapa lama diriku menghilang, maaaffff hehe.

Makasih yang udah vote sama komen di sebelumnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro