Prinsip Seorang Pangeran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku masih tak percaya bahwa kini mulai sendiri, padahal tadi banyak sekali para penonton yang berjejalan dikanan dan kiriku. Kemudian aku tersadar hampir puluhan pertarungan yang ada telah dilewati dengan lamunan yang tidak berguna.

Kini semua yang kukenal diarena ini telah pergi meninggalkanku, memang tak selamanya tetapi bukankah menunggu itu adalah hal yang tak asik?, Apalagi bila kau melihat maut tengah mencakar jiwa raga kita lalu kita disentak untuk patuh kepadanya disaat kita tak siap berhadapan lalu kita meringis menanti kesepian tiada tahu akhirnya.

Seorang pangeran dengan tatapan tanpa arti tengah memandang arena bercampur darah berbau amis yang dinodai oleh rasa kesombongan dan mau menang sendiri, Ia memang lengah dengan keadaan sekitar hingga tanpa sadar namanya dipanggil.

" Kita mulai pertandingan selanjutnya, sang pangeran dari SMA Hymne melawan sang Komandan dari SMA kemiliteran " kata pembawa acara masih semangat setelah beratus-ratus pertandingan ia lewati.

Apakah Aku harus bertarung sekarang?, Tanpa pernah tahu apa yang Aku bela?, Lalu dimana semua impianku dulu...ohh ya Aku lupa bila memang tak punya impian dahulu.

Aku mulai berjalan perlahan menuruni tangga menuju arena pertandingan, tak terasa berat langkah yang aku lakukan namun dalam hati masih ada kebimbangan tentang sebuah tujuan hidupku selama ini.

" Salam kenal namaku Hendra Masageni, dari sekolah kemiliteran " katanya sambil memberi hormat secara tegas.

" Namaku Aditya Heksapranata dari SMA Hymne " sapa kenal dariku seperlunya.

" Baiklah kau yang mulai dahulu kawan " katanya mulai mempersiapkan kuda-kuda.

" Sepanjang hidupku Aku tak akan pernah menyerang seseorang yang tak bersalah " kataku datar.

" Kalau begitu maaf Aku yang akan mulai dahulu sekarang " katanya sembari tersenyum licik.

Tinju dari lawanku melukai rahang bagian samping kanan kemudian tinju kanannya melukai bagian rusuk kiriku, Aku hanya mengerang kesakitan dan terjatuh tak berdaya merasakan nyeri amat luar biasa menjalarkan implusnya sampai ke otak.

" Kenapa kau tak melawan ketika diserang olehku " kata Lawan sembari mengejek.

" Aku diciptakan bukan untuk hal yang sepele, Aku diciptakan untuk mempersatukan semua yang abstrak menjadi suatu kesatuan yang engkau tak bisa melihat bedanya " kataku menjelaskan.

" Maaf Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan " katanya dengan nada bingung.

" Manusia tolol seperti dirimu, hanya tahu bahkan hanya hidup dari esensi sebuah penghargaan manusia hingga lupa esensi terbesar manusia sebenarnya berasal dari dirinya sendiri dan Tuhan alam semesta " kataku semakin hanyut dalam emosi batin.

" Sial, kau menghinaku sekarang dengan celoteh tidak jelasmu itu! " katanya dengan geram.

Dia mulai melancarkan sepakkan terjang kakinya yang mengenai bagian perutku, seketika itu pula aku langsung mengucurkan darah segar dari dalam mulutku dan ternyata tubuhku langsung ambruk akibat serangan tersebut.

' Ternyata Omong kosong itu saja yang kau besar-besarkan sejak tadi " kata lawanku sembari tersenyum bangga.

Aku merasakan nyeri luar biasa pada bagian dalam perutku, tetapi aku sadar bila aku kalah maka pasti sia-sia saja usaha Arif dan Edo. Pasti mereka akan kecewa denganku bila Aku kalah semudah ini dalam pertarungan yang terbilang masih level medium.

Aku melihat sang lawan tengah tertawa melihat kejatuhanku, tetapi diriku masih bisa untuk bangkit kembali dan memulai babak penyerangan. Akan tetapi saat aku hampir sempurna berdiri sang lawan langsung menendang dada dan membuat terpental dengan lontaran yang tidak sanggup dielakkan.

" Kau lemah, dan aku kasian kepada kedua temanmu yang telah berusaha mati-matian untuk memenangkan pertandingan ini. Sedangkan dirimu bahkan menyentuhku saja tidak mampu, Aku jijik melihat orang yang diberi nama pangeran namun dalam dirinya tak berguna sama sekali! " Kata lawan sembari menginjak kepalaku yang mencium tanah.

" Baiklah bagaimana bila ku pecahkan saja kepalamu, agar temanmu tidak bisa melihat wajah temannya yang tak berguna ini " katanya sembari bersiap menginjak kepalaku lebih keras.

Saat itupula aku tak sadarkan diri, dan yang masih terbayang adalah beberapa wajah. Arif,Edo,Ayah serta Kakek yang masih tersenyum sembari berkata.

" Bangkitlah!!!, Dirimu tidaklah lemah!. Ayo kalahkan Dia kau pasti bisa! "

" Aku kini percaya. Manusia dirancang untuk terluka "

Dewi Dee Lestari
Penulis Novel Supernova

Vote and comment
Jangan lupa Share cerita ini ke teman lainnya.
Next Episode selanjutnya
"Dia telah bangkit "

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro