#Ekstrachapter II

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Back to 3 years ago

Kejadian itu masih hampir tak bisa Nayeon percayai bahwa Park Jinyoung akan meninggalkannya selamanya dan tak akan pernah kembali. Alam mereka berbeda, keduanya tak bisa menyentuh satu sama lain kembali atau bercanda tawa bersama-sama, dan segalanya terasa sangat hampa.

Akibat kematian Jinyoung, Nayeon mengalami trauma yang mendalam mengenai kondisi psikisnya dikarenakan belum bisa menerima keadaan.

Dan, yang membuatnya shock juga adalah mata yang sekarang ia gunakan melihat secara normal merupakan mata Jinyoung juga. Nayeon lelah menangis, menangisi orang yang telah mendonorkan mata demi dirinya.

Harusnya dia tau bahwa firasat tidak enak saat itu dan ucapan Jinyoung sebelum pergi, ternyata adalah salam perpisahan terakhir mereka sebelum ajal memisahkan keduanya yang hendak memulai rencana baru. Dimana Jinyoung ingin membawa Nayeon ke Jepang juga sebelum Nayeon tau, namun belum sempat terwujud, Tuhan berkehendak lain.

Tok.. tok.. tok..

Tiga kali ketukan pintu terdengar namun Nayeon enggan membukanya. Dia tampak masih setia duduk di pojokan kamar sambil memandang ke arah luar, membayangkan Jinyoung sedang menghiburnya.

"Nay, tolong buka pintunya, sayang. Makanlah, dua hari kau belum makan," ucap Mrs. Im dengan nada khawatir.

Akibat mengurung dirinya dalam kamar itu, Nayeon bahkan tidak sempat makan ataupun mandi. Yang dia lakukan hanyalah menangis sebelum dia melihat Jinyoung dihadapannya dengan mata kepalanya sendiri.

Meski orang tua Jinyoung sudah pernah menjelaskan tapi Nayeon tetap bersikukuh kalau Jinyoung masih hidup.

Suara pintu mulai terbuka karena Mrs. Im memiliki kunci cadangan. Sebelah tangannya membawa nampan berisi makanan kesukaan anak kesayangannya sementara sebelahnya lagi memegang gagang pintu.

Sorot matanya tampak pilu melihat anaknya masih dalam kondisi yang sama — bahkan dokter sudah menganjurkan untuk Nayeon tidak stress kalau tidak mau berimbas juga pada kondisi tubuhnya.

"Nay, makan ya? Mama suapkan," ujar Mra. Im menyodorkan sesendok makanan, namun gadis itu menjauhkan wajahnya.

"Jangan seperti itu, kalau kau sakit nanti Mama juga yang sedih."

Dia tetap bergeming.

"Anakmu ini sudah sakit, bukan? Dia sudah gila dengan terus menangis," Nayeon tertawa hambar setelahnya. "Apa kau masih menganggap anakmu ini waras?"

Mrs. Im memeluk putrinya itu dengan kasih sayang, perkataan menusuk dari Nayeon sama sekali tidak membuatnya goyah justru semakin menyayangi putrinya itu.

Dia mengelus puncak kepala dan sesaat kemudian menitihkan air mata.

"Jangan seperti itu.. jangan. Katakan, kau ingin buat Mama bahagia, tolong jangan katakan hal tadi," kata Mrs. Im, lirih.

"Aku sangat kehilangan Jinyoung..."

Nayeon kembali menangis. Entah ini menjadi tangisan ke sekian berapa ia tidak tau, tapi yang jelas stok air matanya sudah habis hingga tak dapat lagi dikeluarkan. Kalaupun darah bisa menggantikan air mata, ia rela.

Tangannya membalas pelukan Mamanya dan ia merasa benar-benar sangat lemah, jauh lebih lemah dibandingkan saat ia belum bisa melihat warna dunia karena gelapnya dunia yang ia miliki.

"Lalu, apa yang bisa membuatmu bahagia?" tanya Mrs. Im.

"Ayo pindah negara, karena aku merasa meski kita pindah kota tapi kenangan Jinyoung akan menghantuiku."

"Kemana?"

"Kemana saja, asalkan aku bisa tenang."

Mrs. Im merenung sejenak. Negara apa yang cocok bagi mereka untuk pindah? Keluarga Im bahkan baru beberapa saat pindah ke kompleks ini, tapi demi anaknya ia mau saja.

Indonesia.

Sejenak, terbesit nama negara tersebut dalam pikirannya. Tempat dimana ia pernah menjadi sukarelawan dulu saat masih muda, namun lokasinya di Bali. Sementara informasi yang didengarnya, Bali sekarang tempat yang ramai dan kurang cocok.

Tapi, dia yakin Indonesia menjadi tempat yang bagus untuk Nayeon.

Lagipula, ada rumah lama dari anak dari kakak dari kakeknya yang pernah tinggal di sana. Bisa dibilang walaupun saudara jauh, tapi keluarga Na dengannya masih berikatan.

Ia memiliki kontak Na Jaemin, salah satu keponakan jauhnya dan dia mungkin masih bisa meminta baik-baik.

"Jaemin?"

"Ah, aunty. Apa kabar? Lama tidak menelpon keponakan tampanmu ini," kata Jaemin.

Katanya di Indonesia ada film Dilan, apakah Jaemin termasuk titisan dari Dilan 2018 yang diperankan oleh Iqbal Diafakhri Ramadhan?

"Baik, lama juga tidak berjumpa. Aunty mau tanya, rumah Ibumu yang ada di Indonesia terpakai tidak?"

"Ah, itu sudah lama tidak terpakai. Tapi kemarin —tidak, beberapa bulan yang lalu Uncle Taeil meminjamnya. Aunty juga mau pakai ya?"

"Rencananya Aunty dan sekeluarga mau pindah ke Indonesia," kata Mr. Im.

"Wah, kapan? Nanti Jaemin antar ke Bandara ya~"

"Iya. Rencananya dalam waktu dekat."

"Oke. Nanti aku sampaikan pada Mommy. Kalau begitu aku tutup dulu ya? Jeno dan Haechan temanku sudah datang."

Pip!

Sambungan telepon mereka melalui Whatsapp call terputus. Dia merasa lega setelah berbicara dengan keponakannya yang memang agak-agak gimana gitu.

"Bagaimana dengan Papah?"

"Jangan khawatir, Karena sekarang Ayahmu bekerja di bidang Arsitek, kebetulan juga dia mendapat reward dari perusahaan untuk berpindah ke negara yang dia mau, dan juga segala biaya hidup sudah di atur dengan baik," jelasnya.

"Tapi—"

"Shhtt," Jemari telunjuk Mrs. Im mendarat di bibir Nayeon untuk menjeda. "Semuanya akan baik-baik saja, oke?"

"B-baik."

Taehyung masih memikirkan keadaan Nayeon. Rautnya tampak menyesal dan sekaligus hancur.

Jisoo selama ini ia percayai, namun dengan mudahnya gadis itu membalaskan dendam dan ingin membunuhnya justru membunuh orang yang tidak bersalah sama sekali. Seharusnya, dia yang mati bukan Jinyoung maka Nayeon tidak akan seperti ini.

Ia belum bisa bertemu gadisnya itu karena tidak ingin Nayeon bertambah memikirkan. Semua ini karenanya, andai dia tidak memaafkan Jisoo, andai ia tidak menerima ajakan gadis itu, andai dia tau perasaannya pada Nayeon itu nyata, dia tak akan seperti ini.

Senakal-nakalnya dia dalam sekolah, membangkang orang tua terkadang atau menjahili Arin —adiknya sendiri, tapi tidak pernah melibatkan bahaya bahkan nyawa seseorang sekalipun.

Jadi, benar ya kalau jatuh cinta kadang bisa membunuh seseorang.

Dan satu hal lagi sebetulnya, dan jujur ini sangat berat baginya sebelumnya untuk mengungkapkan ini pada siapapun termasuk keluarganya.

DIA DITERIMA DI AGENSI BIGHIGH SEBAGAI TRAINEE KARENA SUARA DAN TARIANNYA!

Kalau kalian mau tertawa silahkan, tapi serius jangan terlalu menertawakannya karena ini bukan lelucon Halloween. Ini nyata ada email resmi dari Agensi tersebut. Bahkan ia menelpon calon Manager-nya tersebut.

Tak hanya dirinya saja, tapi enam kawannya yang lain juga diterima. Bahkan Jimin yang sangat payah dalam pelajaran Biologi dengan jawabannya yang super legend.

Tapi, mungkin inilah jalan terbaik dan dia sudah memutuskan bahwa..

Dia siap pergi menjadi Trainee.

E N D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro