Pulang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

          Setelah 3 tahun pergi akhirnya Nekome bisa melihat pemandangan yang dia kenali. Tentu saja banyak juga yang berubah sejak dia pergi.

"Akhirnya kita kembali lagi kesini ya". Disebelahnya Iwami memakai kacamatanya. "Kau yakin tahu harus kemana?".

"Aku ini kucing liar, aku hafal teritoriku dengan baik. Mungkin memang ada yang berbeda, tapi bukan berarti semua bangunannya juga pindah". Nekome memakai topinya dan mulai berjalan. "Duluan ya Kou-san". Hanya dalam sekejap dia sudah hilang dari pandangan Iwami.

Setiap langkah yang dai ambil membangkitkan kenangan. Walau hari sudah malam masih banyak orang-orang yang berjalan di trotoar. Banyak toko-toko baru yang dia tidak ingat pernah disana sebelumnya. Belum lagi sebuah bangunan yang ditutup. Starless yang lama. Kelihatannya gedung itu bisa runtuh kapan saja.

Melanjutkan perjalananya, Nekome kembali melihat tempat-tempat yang dulu sering dia lewati seperti kuil dan taman. Setelah keluar dari jalur utama dia mulai memasuki gang. Gang itu adalah jalan pintas menuju tujuannya. Walau sempat ada pagar yang menghalangi dia hanya cukup melomatinya tanpa masalah.

"Kelihatannya aku masih ahli ya". Setelah sedikit membanggakan dirinya Nekome mulai berkeliling gang kecil itu, melihat perbedaannya. Sangat penting untuknya bisa tahu setiap jalan tercepat jika terjadi kejar-kejaran. Setelah puas mengelilingi gang dan menghafal setiap belokannya, dia kembali fokus pada tujuannya.

".......eh?".

Dia melihat atap yang dia kenali. Dan kalau ingatannya benar, seharusnya inilah tempatnya. Rumah persembunyian yang dia siapkan sebelum pergi. Rumah itu tidak terlalu besar dan hanya berlantai satu. Pagarnya cukup tinggi disekitarnya. Cukup untuk mencegah orang mengintip ketahuan.

"......kenapa lampunya menyala?".

Rumah itu seharusnya kosong. Nekome membuka gerbang dan melihat halaman dengan bunga-bunga yang terawat. Jelas ada yang tinggal disini. Nekome berpikir sebentar apa yang harus dia lakukan. Hanya satu orang dipikirannya yang masih tinggal disini. Tapi dia yakin seharusnya dia sudah pindah ke tempat lain. Pada akhirnya Nekome memustuskan untuk melihat wajah orang yang tinggal disini.

Ting...tong...

Setelah beberapa saat suara seseorang terdengar dari interkom.

[Siapa?]

Suara perempuan.

"Ah... umm... maaf menganggu malam-malam begini. Tapi aku butuh bantuan...".

[.....Nekome?]

Mendengar namanya disebut Nekome hanya bisa terdiam karena terkejut. Suara intercom terhenti digantikan suara kunci dibalik pintu mulai dibuka. Setelah kunci terakhir terdengar pintu lansung terbuka. Sangat cepat seakan perempuan itu ingin membanting pintunya lepas dari engsel.

Perempuan itu langsung mengenggam kedua lengan Nekome seakan ingin memastikan apa dia nyata. Tidak ingin dia kabur.

"Kau Nekome kan?".

Selama beberapa saat Nekome hanya mengedipkan matanya. Tapi setelah dia memperhatikan perempuan didepannya, dan mendengar suaranya langsung dia mulai yakin.

".....[Nama]?".

[Nama] masih menatapnya tidak percaya. Genggamannya menguat. Nekome bisa merasakan tangan [Nama] gemetar tapi tidak melepasnya. Dia juga terlihat akan mengatakan sesuatu tapi air mata mendahaluinya.

"[Na...Nama]!?".

Secepat Nekome menyebut namanya, [Nama] melepas dan menjaga jarak. Dia mengusap air matanya tapi tidak berhenti menangis. Nekome ingin memeluknya, tapi ragu karena mereka sudah lama berpisah. Khawatir akan membuat [Nama] tidak nyaman. Dia mengepalkan tangannya dan menurunkannya.

Setelah beberapa saat akhirnya [Nama] sudah tenang, dia kembali ke dalam rumah.

"Masuklah".

"Eh?! Apa tidak apa-apa?".

Tidak menjawab, [Nama] hanya meninggalkan Nekome di pintu. Sepertinya tidak ada pilihan lain. Nekome mengunci gerbang dan ikut memasuki rumah.

Saat masuk Nekome bisa melihat cat dan interior yang sangat berbeda. Semuanya terlihat baru, tidak seperti saat terakhir dia meninggalkannya. Walau atmosfirnya sangat menerima kedatangannya, Nekome tidak bisa merasa tenang. Malah khawatir. Dia tidak menyangka [Nama] masih akan tinggal disini bahkan merenovasi total rumahnya.

"Duduklah".

Tanpa melihatnya [Nama] menunjuk ke arah sofa. Nekome hanya bisa menurut dan duduk. Sedangkan [Nama] memasuki sebuah ruangan diluar penglihatannya. Selama menunggu [Nama], hanya ada suara lemari dibuka dan sedikit grasak-grusuk. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu. Mereka tidak mengatakan apapun. Diluarpun tidak ada suara apapun karena tempat ini memang sepi.

"Eeeeh.... jadi kamu renovasi rumahnya? Ini kelihatan lebih bagus dan cerah. Sejak kapan kamu ahli desain interior?"

[Nama] kembali dengan kardus ditangannya dan sebuah gelas ditangan satunya. Tanpa peringatan dia melemparnya kearah Nekome.

"EH?!". Nekome refleks menangkapnya. "[NA...NAMA]???". Tidak mempedulikan Nekome gelas lain dilempar dan ditangkap lagi. Nekome langsung sadar kalau itu gelas plastik.

"DARI MANA AJA KAMU SELAMA INI HAH!!!". Kali ini yang dilempar adalah piring plastik. Nekome masih menangkapnya. [Nama] melangkah mendekat dan mengangkat piring lain. Nekome langsung berdiri dan mengambil jarak.

"Tu... tunggu... [Nama] tenanglah...".

Piring dilempar dan Nekome menghindarinya kali ini.

"ILANG NGGAK ADA KABAR HABIS ITU SEENAKNYA PULANG WATADOS BEGITU!!!"

Nekome memutari sofa dan meja kopi, memastikan kalian tidak terlalu dekat. Saat ini dia yakin [Nama] tidak akan mendengarkannya. Satu-satunya harapannya adalah amunisimu di kardus itu habis.

"A...aku bisa jelaskan!"

Tiga piring dilempar tepat kearah TV dibelakangnya. Nekome menangkap dua piring dan membiarkan ketiga mengenainya. Tentu saja karena ini hanya piring plastik jadi tidak sakit sama sekali. Lagi pula dia sudah pernah mengalami yang lebih parah dari ini.

[Nama] terus meneriakinya dengan emosi. Nekome hanya bisa pasrah menunggu amarahmu reda sambil memastikan tidak ada yang rusak dalam prosesnya. Kadang dia bahkan membiarkan dirinya terkena lemparan. Terus begitu sampai akhirnya kardusnya yang melayang. Nekome menangkap kardus itu.

Setelah tidak ada proyektil lain yang melayang dia melihatmu yang kehabisan nafas. Begitu juga Nekome. Tapi dia baru sadar air matamu masih menetes. Kau duduk di sofa, mengusap matamu tapi berakhir dengan isakan. Nekome yang melihatnya hanya bisa diam. Dia berakhir memungut gelas dan piring yang berserakan menunggu isakanmu reda.

Setelah semuanya rapih Nekome duduk disebelahmu. Melirikmu yang masih memeluk lutumu, tidak mengatakan apapun.

"Jadi...". Nekome mencoba mencairkan suasana. "Apa kau membeli semua gelas dan piring ini untukku?"

"Setiap kali aku kesal mengingatmu aku membelinya dan bersumpah akan meleparkan semuanya kearahmu saat kau kembali".

Mendengar jawaban itu Nekome hanya bisa berkeringat dingin. "Itu... sangat berdedikasi?". Tidak terbayang olehnya kau akan melakukan ini. Dia juga jadi membayangkan saat kau membeli gelas dan piring ini sambil berpikir akan meleparnya dengan semua ini.

"Jadi? Kamu kemana aja selama ini? Kenapa kembali?".

Setelah tenang Nekome baru sadar dia harus menjelaskan semuanya. Dia tidak bisa mengatakan detailnya, tapi melihatmu yang sekarang sepertinya dia yakin tidak bisa membohongimu. Jelas kau tidak akan membiarkannya kabur kali ini.

"........ayo kita katakan saja aku harus mengerjakan tugas".

"Tugas?"

"Ya, tugas. Aku kembali lagi karena memang sudah waktunya kembali".

Kau hanya menghela nafas kesal. Memang sudah sejak dulu Nekome hanya mengatakan hal yang selalu ambigu dan tidak akan pernah menjelaskannya. Dulu kau mungkin hanya gadis lugu dan berakhir mengabaikannya.

Tapi saat ini berbeda.

"Kau sendiri kenapa masih disini? Apa yang terjadi dengan tempat yang kusiapkan?".

"....Aku menjualnya".

Jawaban singkatmu mengejutkan Nekome. "APA?! KENAPA?!".

"Karena aku bisa. Jujur itu lebih menguntungkan sampai akhirnya malah menjadi lelang".

"Lelang? Padahal aku menyiapkannya untukmu...". Nekome memijat jidatnya. Ini mungkin pertama kali kau melihatnya jelas terlihat frustrasi. ".....jadi kau melelangnya..... yah, kurasa akan ada banyak yang mengincar tempat itu karena strategis...haaah...". Setelah menghela nafas panjang dia mengangkat wajahnya seakan baru menyadari sesuatu. "Lalu kenapa kau masih disini? Dengan uang sebanyak itu kenapa tidak pindah?".

Kau bisa menebak apa yang Nekome maksud. Rumah ini sangat kecil dan sulit untuk pergi kemanapun. Kau bisa saja pindah ke apartemen yang lebih bagus ditengah kota. "Karena aku tahu kau akan kembali kesini".

Nekome kehilangan kata-kata. "Kau..... menungguku selama ini?". Kau hanya memalingkan wajahmu tidak menjawab.

Melihatmu tidak merespon Nekome merasa canggung. "Yaah... secara teknis sekarang ini memang rumahmu. Kau pemiliknya. Sekarang aku penasaran apa yang terjadi dengan semua barangku".

Kau berdiri dan berjalan kearah ruangan kau mengambil kardus tadi. Kau mengestur Nekome untuk masuk.

Saat masuk Nekome baru ingat ruangan ini. "Ini dulu kamarmu kan?". Sekarang kamar kecil ini seperti gudang untuk menyimpan barang. Banyak kardus dan marang-barang yang ditutup kain mencegah debu.

"Kamarmu kosong, jadi aku memakainya". Kau menaruh beberapa kardus dan membuka lemari. "Ini barang-barangmu yang kusimpan".

"Barang-barangku?". Nekome mendekati kardus itu dan melihat banya pernak-pernik dan semua sovenir yang dia beli dulu.

"Aku hanya menyimpan yang bisa disimpan. Sebagian tentu aku jual atau kubuang".

Nekome melihat kedalam lemari. "Baju-bajuku juga?".

"Hanya yang masih bagus".

Nekome hanya terdiam tidak percaya. Kau jelas benar-benar masih menunggunya. Dia menggigit bibir bawahnya.

"..........maaf...".

Satu kata yang sangat singkat tapi sangat sulit ia katakan. Bahkan saat kau meneriakinya tadi.

"...kau sudah pulang. Itu yanga paling penting".

Pulang...? Nekome menatapmu terlihat sangat terkejut. "Kau benar-banar tidak apa-apa aku tinggal disini?"

"Kalau kau tidak mau, kau bisa mengambil barangmu dan pergi".

Dalam sekejap Nekome sudah didepanmu dan memelukmu. ".....terima kasih...". Kau membalas pelukan Nekome. 

".....Aku pulang..."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro