14.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Taehyung tidak bisa menatap lurus kakak sepupunya—Irene.

Wanita itu masih menatap Taehyung dengan tatapan tajam bukan main. Sementara gadis di sampingnya duduk dengan canggung sambil mengaduk minumannya dengan perasaan yang kacau. Kalau boleh memilih, lebih baik dia ikut pulang bersama Min Yoongi atau ber-apparate dari situ. Sayangnya, Yoongi dipaksa pulang oleh Irene ketika ingin mengantar Minji. Dan Apparate? Tolong, dia tidak sedang berada di dunia sihir, omong-omong.

Taehyung jelas membuat kesalahan, dan bodohnya dia bisa percaya begitu saja pada Min Ahri. Seharusnya dia sudah bisa menangkap gelagat aneh ketika tak sedikitpun dia membicarakan Irene, atau pekerjaannya. Jelas Min Ahri tidak tahu rasanya menjadi penulis, karena dia tidak pernah bekerja dalam bidang itu.

"Maafkan aku," ujar Taehyung yang lelah mondar mandir. Menarik kursi di depan Irene dan Minji dengan wajah yang kusut.

"Menurutmu dengan minta maaf kau bisa putus dengan wanita yang entah siapa itu? Iya?!" Minji harus memegangi lengan Irene agar wanita itu berhenti memukul kepala Taehyung. Aneh sekali, justru saat-saat seperti ini Minji ingin terbahak karena wajah Taehyung yang cemberut dan panik dalam waktu bersamaan.

"Sudahlah, Eonni. Tidak apa—"

"Ya! Ini tidak akan terjadi kalau memberitahu foto gadis— maksudku Minji."

"Sempat-sempatnya kau menyalahkanku? Dasar pria tidak tahu diuntung!"

Ya, baku hantam itu berhasil dilerai oleh kedatangan suami Irene yang bernama Park Bogum. Buru-buru memeluk wanitanya dan mengecup dahi dengan sangat lama untuk meredam amarah istrinya itu. 

Minji mendengkus, jelas iri dengan perlakuan manis itu. Ketika menghindar, tatapan tajam terpaku pada Taehyung yang tengah menatapnya. Gurat menyesal tercetak betul di wajah tampan itu, tapi sayangnya Minji memilih untuk tidak menduga-duga lagi. Dia masih sakit hati ketika benaknya memroyeksi adegan Taehyung yang mencium gadis lain selain dirinya. 

"Aku pulang dulu kalau begitu," ujar Minji tidak enak sendiri. Irene masih berbicara dengan nada yang diusahakan tidak tinggi kepada suaminya. Menghela napas, kemudian menghampiri Minji dengan wajah bersalah. 

"Si Kim sialan itu akan mengantarmu, dan aku akan mebawakan yukgaejang juga. Kau tidak jadi makan gara-gara pria sialan itu," delik Irene pada Taehyung yang jauh berada di belakang Minji, tapi pria itu jelas bisa mendengar apa yang dibilang oleh Irene. 

"Aku bisa pulang sendiri, Eonni. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, tapi aku ingin sendiri. Tidak apa-apa kan?"

Irene sebenarnya ingin membantah lagi, tapi kemunculan  Taehyung yang menyebalkan itu mengigatkan dia untuk memukul kepalanya sekali lagi. Kemudian luoa bahwa dia harus memastikan Minji pulang dengan Taehyung.

"Aish, kepalaku bisa-bisa bocor karena kau pukul terus, Noona."

"Biar saja, agar kau sadar dari kebidohanmu.  Sudah sana, aku sedang kesal kepadamu!"

Dan Taehyung pergi begitu saja, menyesali malamnya yang benar-benar kacau dan buruk. Seketika dia melihat Minji yang sudah keluar dari restoran. Tanpa berpikir panjang, dia mengejar gadis itu menuju halte bus. Tidak memedulikan pandangan orang-orang yang kesal karena bersenggolan bahu dengannya. Namun, sepertinya malam ini takdir berkata agar Minji harus sendiri. Hanya berselisih menit Taehyung sampai, Minji sudah duduk di dalam bus dan berlalu begitu saja dari hadapan Taehyung. 

~

Minji tidak bisa tidur kendati matanya sangat mengantuk. Seharian ini banyak mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Well, kecuali usaha Yoongi untuk menyuruhnya makan. Itu perlu diapresiasi karena sifat galaknya benar-benar berkurang di mata Minji. 

Dia menghela napas. Sejak satu jam yang lalu, dia minta kepada Hoseok untuk bekerja di kantor Hosmedia saja. Tidak perlu lama, mungkin satu minggu. Dia belum bisa menghadapi kenyataan—bahwa dia mulai menyukai Taehyung. Biarlah tidak profesional, masalah hati ini begitu sakit dan mungkin akan mengganggu konsentrasinya dalam menulis. Namun, meskipun ide itu bagus untuk Minji, bisa saja hal tersebut bukan ide yang patut di realisasikan bagi Hoseok. Dan dugaan Minji seratus persen benar karena setelah itu mendapat balasan bahwa Hoseok sama sekali tidak setuju atas usulan itu. 

Minji melempar ponsel begitu saja ke sisi kosong kasurnya. Agak kesal dengan kenyataan bahwa dia harus bertatap muka dengan Taehyung. Yah, bisa dibilang ini pertama kalinya Minji benar-benar jatuh cinta, jadi dia tidak tahu bagaimana seharusnya bersikap. 

Ponselnya bergetar lagi. Minji buru-buru menyambar, berharap bahwa itu mungkin balasan Hoseok yang lain. Namun dugaannya meleset—lagi. Dia tidak menyangka jika satu nama itu muncul di baris notifikasinya hanya untuk menanyakan hal sepele, dan tidak berhubungan dengan pekerjaan. 

MinYg : Kau sudah sampai rumah? 

MinYg : Maaf, aku tidak bisa mengantarmu. 

MinYg : Jangan lupa, kau harus makan.

Dan pesan itu mampu membuat Minji tersenyum simpul, kemudian memilih untuk membiarkannya terbaca tanpa terbalas.

~

"Sudah kubilang, kau harus tetap kerja di studio foto milik Yoongi," ujar Hoseok dengan tatapan tak sepenuhnya sebal. Di saat pagi seperti ini, dia butuh keluar untuk minum sesuatu yang manis. Dan kebetulan Minji mengajaknya untuk keluar sebentar—kali ini dia sudah izin terlebih dulu dengan Min Yoongi.

"Sekali ini saja. Lagi pula, aku bisa mengirimkan hasilnya langsung melalui email. Gampang kan?"

Hoseok memutar kedua bola matanya dengan malas. Meletakkan cangkir tehnya dengan sedikit hentakan karena kesal. Minji berbicara seperti itu seakan-akan hal tersebut tidak pernah dibicarakan Hoseok kepada Yoongi. 

"Percayalah, aku sudah pernah bicara seperti itu, bahkan sebelum menandatangani kontrak dengannya. Tetap saja dia tidak mau, dia bilang tidak ingin salah berkomunikasi. Tahu sendiri komunikasi tidak tatap muka seperti itu tidak terlalu efektif," jelas Hoseok panjang lebar. Setelah mendengar pernyataan itu, Minji menghela napas dengan berat. Tiba-tiba tidak berminat untuk menghabiskan roti lapisnya.

"Sedang ada masalah, ya?" tanya Hoseok hati-hati. Ditanya seperti itu, Minji  jadi menangis.  Tidak menyangka bahwa dirinya menjadi sebegini cengengnya hanya karena sesuatu hal yang— sebenarnya—tidak perlu ditangisi. 

"Oke, masalah apa? Apa yang bisa kubantu?" tanya Hoseok, bahkan sebelum Minji berkata apa-apa. 

"Satu hal yang bisa kau bantu hanya itu, tapi kau sendiri bilang tidak bisa," pinta Minji dengan wajah memelas. Tapi, Hoseok tetaplah Hoseok. Dia selalu disiplin kalai itu berurusan dengan pekerjaan.

Hoseok mengangguk. "Ya, memang tidak bisa," ujarnya kecewa. Sebagai teman, dia tahu kalau Minji adalah orang yang lebih banyak memendam sesuatu ketimbang mengutarakannya seperti ini. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia melihat Minji menangis, hatinya tetap merasa kasihan dengan gadis itu. 

Setelah beberapa saat, barulah Minji tenang dan memutuskan untuk pergi ke studio foto. Ji Ra menyambutnya dengan satu lollipop besar, katanya agar Minji bahagia. Dia tidak mengerti kenapa mendapatkan permen besar itu. Sampai-sampai pikirannya hilang begitu saja begitu Jungkook menyambutnya dengan riang—seperti biasa.  

"Noona, kali ini giliranku untuk diwawancarai kan?" sambar Jungkook, bahkan sebelum Minji menjatuhkan dirinya untuk duduk. Minji mengangguk dan mulai mengambil note-nya. 

"Ya, hari ini adalah giliranmu. Omong-omong, kau bisa menyelesaikan semua pekerjaanmu terlebih dulu. Setelah makan siang aku—"

Jungkook menggelengkan kepalanya. "Aku sudah menyelesaikannya sejak tadi. Hanya mengoreksi desain pameran dan undangan. Kalau begitu, sekarang?"

Minji tersenyum, mencubit pipi Jungkook dengan gemas sehingga pria itu teriak dengan main-main.

"Tentu saja. Di sini?" Jungkook menggeleng, menarik lengan Minji menaiki tangga yang terletak dipojok ruangan. Minji diam saja dan memilih untuk bungkam. Sempat menangkap raut wajah Taehyung melalui sela-sela tangga. Dan pria itu tampak kesal dan geram untuk alasan yang tidak diketahui oleh Minji. 

~

Suamiku ulang tahun 💜
Sehat selalu ya, Sayangku Kim Taehyung!

#WePurpleUTaehyung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro