26.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Minji berjalan tergesa, sambil berusaha mengikat rambutnya yang berantakan. Sejak semenit sekali, dia melirik jam yang melingkar di tangan. Benar-benar bodoh bisa lupa kalau hari ini ada launching buku pertamanya. Oke, salahkan alaram yang telat berbunyi. Dalam situasi seperti ini, Minji tidak ingin disalahkan.

"Astaga! Kau ini tidak bisa membedakan mana yang penting atau tidak, ya?" Hoseok yang pertama kali menyambutnya di depan cafe bergaya Eropa —tempat kegiatan itu berlangsung. Minji mendelik, sambil mencoba merapikan rambutnya yang sudah berhasil terkuncir.

"Bukan sepenuhnya salahku, alaram sialan itu tidak bunyi tepat waktu. Sudahlah, yang penting aku belum telat, kan?"

Hoseok memutar kedua bola matanya dengan kesal. Mengangguk sebagai jawaban, dia berbicara dengan seseorang yang ditemuinya di ruang tunggu.

"Hampir telat. Aku akan memecatmu kalau kau seperti ini lagi, ingatkan itu!" ujar Hoseok dengan delikan sebal, setelah itu dia pergi begitu saja. Minji hanya meringis, tahu bahwa Hoseok tidak benar-benar serius dengan ucapannya.

Minji menatap riasannya sekali lagi. Memastikan bahwa dia terlihat rapi dan berseri. Dia tersenyum penuh arti, tidak menyangka hari dimana dia menerbitkan buku karangannya datang juga.

"Nona, sudah saatnya kau masuk ke venue," ucap salah seorang pria yang bekerja sebagai event organizer saat itu. Minji mengangguk mantap dan berjalan mengikuti pria itu dengan dentuman jantung yang bertalu-talu.

Sekitar dua jam kemudian, Minji telah selesai dengan acara launching book-nya. Dia menghampiri Irene yang sedang berjongkok untuk memasang sepatu ke anaknya yang sudah berumur tiga tahun.

"Aigo, ponakanku sudah besar seperti ini. Sini, ahjumma gendong," ujar Minji kepada Eunjo anak laki-laki Irene. Anak kecil itu melonjak bersemangat, dan meraih tangan Minji.

"Tidak sia-sia aku datang ke sini. Responnya lumayan positif, ya untuk bukumu Blind Dates ini," seloroh Irene dengan senyum bangga. Minji tersenyum dan menghela napas dengan lega.

"Mungkin karena tema yang kuangkat sangat umum dan dialami banyak orang," jelas Minji yang disetujui oleh Irene.

Setelah beberapa bulan masuk kerja, Irene merasa kewalahan menjadi penulis tetap. Tentu karena statusnya sebagai ibu satu anak sekaligus pemilik kedai yukgaejang. Untuk itu dia memutuskan resign, dan posisinya digantikan oleh Minji. Hoseok menyetujui pengunduran diri Irene asalkan wanita itu masih mau menjadi penulis tidak tetap di Hosmedia.

"Ah, ya. Aku lupa bilang, Taehyung mungkin tidak akan datang. Dia masih ada urusan di Daegu bersama Yoongi. Entah apa, tapi kurasa sesuatu hal yang berhubungan dengan project-nya."

Minji nengangguk, sedikit terselip rasa kecewa karena sebenarnya dia ingin Taehyung ada di hari istimewanya ini. Tapi, dia tidak boleh egois. Apalagi itu adalah sesuatu hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

"Noona!" teriakan itu membuat Minji maupun Irene menoleh ke sumber suara. Jungkook datang, dengan gadis yang berjalan di sampingnya.

"Tanda tangan dulu, dong!" ujar Jungkook kepada Minji sambil menyodorkan buku. Gadis di sampingnya juga menyodorkan novel miliknya dengan malu-malu.

"Omong-omong, namaku Mina. Bisa tulis di samping tanda tangan Eonni?" tanyanya, masih dengan wajah merona karena malu. Jungkook yang berdiri di sampingnya menatap gadis itu dengan senyum lebar, kelewat gemas sehingga dia mengacak rambut gadis itu.

"Jadi, kau adalah pacar Jungkook? Hasil kencan buta juga?" tanya Minji yang dijawab oleh anggukan Mina. Dia menyukai buku itu karena kisahnya hampir mirip dengan kisah percintaannya.

"Kurasa saatnya kita makan siang. Eonni, kau ikut kan makan siang bersama?"

Irene menghela napas sambil menggeleng. "Maaf, tidak bisa. Aku akan pulang, Eunjoo harus imunisasi lanjutan satu jam lagi," kata Irene dengan raut wajah menyesal. Minji memeluk wanita itu sekali lagi, juga mengecup pipi Eunjoo dengan gemas.

"Baiklah, lain kali aku akan ke apartemenmu untuk bermain bersama Eunjo."

Irene tersenyum senang akan hal itu. "Baiklah, aku akan tunggu. Aku duluan, ya." Kemudian Irene pergi dari cafe, Minji sempat membalas lambaian Bogum yang hanya berdiri di luar.

"Baiklah, ayo kita makan! Kudengar spaghetti di cafe ini enak sekali," kata Minji kepada Jungkook dan Mina. Keduanya mengangguk semangat, kemudian duduk bersama Minji untuk makan siang bersama.

~

Perasaan Minji lega, karena launching bukunya berjalan dengan lancar. Namun saat dia sendirian dan sampai di apartemen, benaknya langsung melayang kepada Taehyung. Pria itu sudah hampir seminggu tidak mengabarinya. Dia hanya tahu kabar terbaru pria itu dari Irene siang tadi.

Ketika ingin menelpon pria itu, ponselnya bergetar tanda panggilan masuk. Wajah Minji setika sumringah karena itu dari Taehyung.

"Halo? Aduh aku rindu sekali padamu," serang Minji saat dia telah tersambung pada telepon.

"Eoh, bisa bertemu sebentar? Di cafe seperti biasa," ujar Taehyung dengan  suara yang jauh lebih serius.

Minji melirik jam di ruang tengah, masih jam sembilan malam. Dia kemudian menyetujui ajakan itu, dan setelahnya Taehyung memutuskan sambungan telepon begitu saja.

Perasaan Minji sedikit tidak enak, bahkan dia mulai berspekulasi di dalam otaknya. Kenapa Taehyung terdengar lemas dan tidak membalas ucapan rindunya. Rasanya kepala Minji hampir pecah memikirkan itu semua dari apartemen sampai ke cafe dan duduk berhadapan dengan Taehyung.

"A-apa kabar?" begitulah pada akhirnya percakapan itu mulai bergilir. Minji sendiri tidak tahu kenapa dia merasa tidak nyaman dengan pertemuan ini. Ditambah, raut wajah Taehyung terlihat lebih serius dan minim senyum sejak tadi.

"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja," ujarnya santai. Minji semakin tidak nyaman, dan memilih untuk menyegarkan tenggorokan dengan jus jeruk yang dipesannya.

Hening beberapa saat, mereka terlalu fokus menyantap pesanannya saat ini. Hingga akhirnya Taehyung mulai bersuara, membuat Minji hampir tersedak.

"Minji, ayo kita putus."

Denting garpu yang jatuh cukup memekkakkan telinga, juga mengundang tatapan ingin tahu dari pengunjung yang lain. Minji masa bodo akan hal itu, dia hanya merasakan nyeri yang amat sangat pada hatinya saat ini.

"K-kenapa? Kau... sudah menemukan gadis yang lebih baik dariku?" tanya Minji dengan suara tertahan. Matanya mulai berkaca, dan dia terus-terusan menggigit bibirnya untuk menahan tangis.

Taehyung menghela napas. "Aku bosan."

Minji tidak bertanya lebih jauh lagi. Mungkin selama ini dia terlalu banyak berharap, atau tidak peka dengan keinginan Taehyung. Dia mulai sibuk dengan semua alasan itu, sampai-sampai tidak sadar kalau Taehyung sudah setengah berlutut di sampingnya.

"Aku bosan menjadi pacarmu. Aku ingin putus menjadi pacarmu," ulang Taehyung sekali lagi.

"Kenapa? Apa karena aku seorang penulis? Ya, aku memang kutu buku dan selamanya begitu. Aku—" omongan Minji terhenti begitu saja ketika kotak beludru merah itu terbuka di hadapannya, plus senyum manis Taehyung yang sangat dirindukannya akhir-akhir ini.

"Bosan menjadi pacarmu, karena aku ingin memperbaharui status hubungan kita. Kalau aku jadi suamimu bagaimana? Apa kau mau?"

Minji tidak bisa bicara apa-apa saat ini. Air matanya telah tumpah detik dimana Taehyung menggenggam jemarinya.

"Aku ingin melihat punggung sempitmu sibuk di dapur, sementara aku menunggu dengan segelas kopi di meja makan. Aku ingin menikmati semangka saat musim panas, juga ingin mempunyai anak dari rahimmu ini. Jadi, maukah kau menikah denganku?"

Minji menutup mulutnya, tidak menyangka kalau Taehyung akan menjadi romantis seperti ini.

Dengan sebuah anggukan singkat, dia bilang 'ya'. Cincin itu berpindah ke jari manis Minji dan berkilau dengan indah di sana.

"Terima kasih, Tae. Kukira kau betul-betul bosan denganku."

Taehyung terkekeh pelan, kemudian mengusap puncak kepala Minji dengan gemas.

"Tidak mungkin terjadi, Sayang. Hatiku sudah terlanjur kau curi, dan aku tidak berniat untuk mencarinya lagi. Aku percaya padamu."

Minji tersenyum, memukul pelan dada bidang Taehyung karena ucapannya barusan. Pria itu mengeluarkan novel Minji dari balik coat-nya.

"Tanda tangan dulu, dong! Masa calon suamimu tidak dapat buku dengan tanda tanganmu, sih?"

Minji mengambil buku itu dan spidol berwarna hitam yang Taehyung sodorkan. Ketika sedang menanda tangani, Taehyung kembali bertanya.

"Aku penasaran, pria menyebalkan di bukumu itu bukan aku, kan?" tanyanya. Minji melirik sebentar, kemudian mengedikkan bahu.

"Percaya diri sekali."

"Ayolah, aku mau tahu!"

Minji menggeleng dan memberikan buku itu kepada Taehyung. Tapi, Taehyung tidak menyerah begitu saja. Dia tetap menanyakan hal itu, bahkan saat dia sedang mengantarkan Minji kembali ke apartemennya.

"Kenapa tidak jawab sih? Aku kan—"

Minji menarik kerah coat Taehyung, sedikit menjinjit untuk mengecup labium Taehyung yang terbelalak dengan tindakan Minji.

"Akan kuberitahu semua yang ingin kau tahu, saat kita sudah menjadi suami istri nanti," ujar Minji sambil mengedipkan sebelah matanya. Dia berlalu begitu saja meninggalkan Taehyung yang terpaku karena kecupan tiba-tiba itu.

~

END

29 Januari 2018

KYAHHHHH FINALLY END!

Makasih buat kalian semua yang sudah vote dan komen, aku hapal loh siapa2 aja yang komen dari awal, pertengahan maupun akhir. Tapi, itu bukan masalah. Yang penting aku bisa kenal kalian dan sangat berterima kasih kalian menggunakan waktu kalian untuk baca buku ini :")

Ini emang nggak panjang2 kayak fake marriage atau cerita aku yang lain. Karena sebenarnya ini extended version dari oneshoot yang pernah aku buat. So, memang berakhir sampai di situ. Maaf kalau endingnya mengecewakan :)

Tenang aja, aku udah menyiapkan book baru untuk pengganti cerita ini. Semoga kalian suka juga, ya. Aku bakalan kasih tahu kalau aku sudah publish. Untuk saat ini, aku lagi memperbanyak chapter biar aku updatenya gak lama2 hehe.

Udah ah kepanjangan, huhuhu. Anw, makasih banyak. I purple you all 💜




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro