Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ubah warna background WP-mu ke warna hitam

Happy Reading^^

______

Pergulatan dengan Evelyn begitu menguras tenaga Bella. Butuh waktu yang lumayan agar anak itu bisa tidur. Benar-benar.

Bella agak merasa sedikit bersalah, sebagai orang tua wanita itu terhitung gagal menjaga agar gadis kecilnya tidak mengalami hal traumatis, tetapi apa boleh buat? Nasib sudah berkata dan manusia hanya mampu menjalankan, mengubah nasib? Mungkin saja dan tentu perlu kerja keras, serta waktu yang tak sedikit.

Masih terpaku menghadap meja rias, Bella menyadari ada sesuatu yang ia lupakan saat mendapati pita biru terjuntai dari laci meja rias. Seingatnya tak sekalipun Bella mengenakan pita biru---masih terlihat baru hanya saja sudah kotor dengan tanah dan---Bella memicingkan mata, bercak merah di pita itu sangat aneh dan berbau seperti darah?

"Bu?" Evelyn berdiri tepat di belakang Bella, mengucek-ngucek mata sambil menguap. Merayap pelan ke punggung Bella yang duduk. "Aku mau pai apel," pintanya masih dengan posisi seperti koala pada batang pohon.

Menyentuh kening putrinya, suhu badan Evelyn normal dan tidak demam. "Tentu, Evelyn mau berapa? Ibu buatkan." Bella berbalik mengangkat Evelyn ke pangkuannya, sejak Edward tidak ada intensitas Evelyn bermanja-manja kepada Bella meningkat.

"Dua loyang besar." Dia menunjukkan dua jari ke depan wajah ibunya, kemudian membuat bentuk lingkaran besar dengan kedua tangan Evelyn yang tertempel banyak plester. "Boleh aku mengajak seseorang? Ibu tahu? Panglima Aneh suka makanan manis."

"Siapa Panglima Aneh? Jangan memberi julukan seperti itu kepada orang lain." Bella tak habis pikir, dari mana Evelyn kenal orang lain, selain keluarga Nyonya Lee? Bahkan anak-anak perumahan Chapel Hill hanya beberapa yang dia kenal, itu pun salah satunya ialah anak yang tenggelam di kolam.

Evelyn sontak melompat turun, berbanding terbalik dengan fisik yang terlihat masih kelelahan. Sepertinya tangki energi anak itu sudah penuh, lihat saja Evelyn sudah mulai melompat-lompat kecil sambil memainkan rambut.

"Pak Polisi kemarin! Wajahnya galak, tetapi suka manis, terdengar aneh menurutku," jawab Evelyn, mengelus dagunya pelan, Joe memang tampak menyeramkan dengan wajah seperti itu, siapa sangka di balik itu semua ada sisi yang bertolak belakang dan tidak cocok dengan citranya yang galak. Evelyn tertawa sejenak sebelum tersedak ludahnya sendiri.

Apa Evelyn serius? Bella terkejut, ia yakin, dari awal anak itu kurang menyukai Joe, ah! Bella menggeleng pelan, kemudian mengelus kepala Evelyn. "Boleh, selama Evelyn tidak melakukan hal berbahaya, Ibu izinkan."

"Hehe! Aku mau bantu!" Evelyn melesat lebih dulu keluar kamar.

Bella segera menarik tangan Evelyn sebelum bocah itu terguling di tangga. Mengasuh Evelyn seperti menjaga kelereng yang setiap saat bisa saja menggelinding ke mana pun dia mau.

Bahan-bahan pai apel sisa tadi pagi masih banyak, Bella tak perlu membeli lagi ke supermarket. "Sebelum membuat pai apel, isianya kita buat terlebih dulu," katanya. Bella menyiapkan bahan isian seperti gula pasir, kayu manis, lemon, cengkeh, tak lupa mentega dan sedikit tepung terigu, serta apel yang masih segar.

Bola mata Evelyn berbinar ketika apel-apel ranum Bella ambil dari lemari atas. Ternyata di sana ibunya menyimpan apel, pantas saja di kulkas tidak ada. Evelyn memajukan bibir, sekarang dia tahu kenapa Bella selalu mengatakan untuk meminta kepadanya jika Evelyn ingin apel. Lalu, apa apel-apel itu tidak busuk diletakan bukan di lemari pendingin?

"Ada apa?" Bella bertanya tanpa melirik, ia masih sibuk memotong-motong apel yang sudah dicuci menjadi beberapa bagian.

"Ibu menyimpan apel di lemari apa tidak busuk?" Evelyn semakin mendekat, kakinya berjinjit guna melihat lebih jelas apa yang dilakukan Bella.

Bella terkekeh. Di saat kesulitan seperti itu, Evelyn masih saja penasaran. Bella menarik kursi di belakangnya dan menempatkan Evelyn di atas. "Ibu memesan apel yang baru setiap hari, jadi tidak akan busuk. Lagi pula Evelyn yang selalu menghabiskan banyak apel dalam sehari, jadi Ibu meminta pegawai supermarket mengirimkan beberapa kilo apel."

"Begitu ...." Evelyn mengangguk-angguk mengerti.

"Iya, Sayang." Bella meletakkan kembali wadah berisi gula dan melirik Evelyn. "Mau ditambah sirup jagung?"

Evelyn suka pai apel dengan tambahan sirup jagung. Lantas mengiyakan cepat. "Panglima Aneh tidak suka sirup jagung."

Bella menarik pelan pipi Evelyn, sangat pelan terkesan hanya menyentuh. "Tidak boleh memanggil orang lain seperti itu. Ibu akan buat yang tanpa sirup jagung."

Evelyn amat terpukau menyaksikan Bella yang tengah mengolah isian pai. Aroma mentega yang wangi di atas wajan panas, semakin menggoda ketika apel, berikut isian lainnya dimasukkan ke wajan. Evelyn tidak tahan ingin memakannya saat itu juga dan tidak sadar menggigit bibirnya sendiri. Sungguh menggoda Evelyn, gula yang berubah menjadi karamel tampak mengilap terkena cahaya.

"Aku baru ingat, cara mengundang Pak Joe bagaimana?" Menepuk keningnya singkat, akhir-akhir ini Evelyn sering lupa, terlalu banyak makan atau memang sedang musim lupa? Menyebalkan.

Untungnya kartu nama Joe belum dibuang Bella, ia mematikan kompor dan bergegas menuju ruang tamu, mengundang Joe untuk pesta pai apel di rumah keluarga Jeffere.

Bergumam kecil, berterima kasih lantaran botol sirup jagung tidak Bella simpan ke lemari atas kembali. Dia segera meraihnya, menuangkan ke wajan sebelah kiri, di mana isian pai apel khusus tanpa sirup jagung.

Joe bergeming, agaknya masih mencerna kata-kata yang barusan diterima, si kecil Evelyn tiba-tiba mengundangnya untuk makan bersama? Joe sedikit curiga, oke! Ia mulai berlebihan menaruh kewaspadaan kepada anak kecil. "Baiklah, malam ini tidak masalah." Ponselnya ia masukan kembali ke saku celana. "Dengar? Putrimu mengundang saya untuk makan malam."

Edward yang sedari tadi diam memangku wajah tergelak sejenak. "Tidak apa, " tuturnya tenang.

"Mungkin jika Tuan Jeffere mau mengakui perbuatannya, saya bisa meminta keringanan untuk bertemu Evelyn, bagaimana?" Joe meremas bahu Edward, yakin, jika tawarannya barusan tidak akan ditolak begitu saja. Menimbang betapa dekatnya Edward dengan Evelyn.

Sedikit tergiur memang, Edward langsung mengusap wajahnya cepat, sebelum kerinduan terhadap Evelyn menguasai diri pria itu. "Tidak perlu, Pak." Matanya mengikuti gerak-gerik Joe yang terlihat kesal setengah mati.

Membujuk Edward tidak semudah itu, kecuali ... ya, ada terkecualinya dan tidak ada yang tahu apa itu.

Apa kabar? Semoga baik-baik ya.

Setelah berkutat dengan hari yang lumayan untuk pemicu emosi, BloodLine bisa kembali update meski part ini masih santai-santai saja. Haha, Evelyn masih senang main-main dengan clue.

Kabar baiknya saya berusaha menamatkan BloodLine dalam sebulan mulai dari hari ini dan semoga tercapai. Alasannya karena siang tadi tiba-tiba pesan muncul mengatakan BloodLine lolos seleksi untuk naik cetak dan semoga berhasil.

Selamat menikmati!

Papay!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro