11. Sialan, Tapi Aku Sayang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sialan! Soga anaknya Umi dan Abi yang katanya tidak pernah berhasil dalam percintaan. Yang mulutnya tidak bisa difilter sedikit pun, pantas untuk diamplas sesekali. Yang katanya ingin tidur di luar, tetapi ketika ketahuan orang tuanya malah kembali ke kamar. Menciut seketika.

Lelaki itu yang melarang Oranye untuk menyentuhnya disertai tatapan tidak bersahabat. Juga, seolah Oranye bukan wanita yang bisa membuatnya bernafsu. Pada akhirnya, itu hanyalah bualan belaka.

Karena alarm alami, Oranye terbangun. Namun, ia menemukan dirinya dalam pelukan hangat Soga. Lelaki itu memperlakukannya seperti guling. Dan, yang tidak habis pikir, guling sebagai pembatas sudah jatuh ke lantai.

Oranye menyakinkan diri bahwa ia tidak memulai kedekatan ini. Walaupun ia tidak tahu bagaimana penampilannya saat tidur, ia yakin dirinya tidak seagresif itu. Namun, bagaimana jika benar? Dan, Soga-di designer interior itu harusnya sadar jika ia tidak memeluk guling. Namun, nyatanya lelaki bahkan terlalu nyenyak dalam tidurnya. Intinya, siapa pun yang menyebabkan guling jatuh ke lantai dan mempersempit jarak mereka, ketika Soga bangun, tetap yang disalahkan adalah Oranye.

Dalam kamus Soga, tidak ada wanita yang benar, terutama jika itu Oranye. Ia selalu buruk di mata lelaki itu. Sekarang, saatnya melepaskan predikat buruk dari dirinya. Secara pelan, Oranye melepaskan diri dalam kungkungan Soga. Namun, lelaki itu malah menariknya lebih dalam ke pelukan.

Oranye merasa dirinya begitu menyedihkan. Sebenarnya, ia ingin menikmati pelukan Soga lebih lama. Harum tubuh lelaki itu begitu memabukkan. Jika saja bukan karena salat Subuh-Oranye dalam mode rajin, ia mungkin akan berpura-pura tertidur sebelum akhirnya mendapat tuduhan dari Soga. Sebentar, berpura-pura tidur?

Wanita itu tersenyum tipis. Ia akhirnya mendapat ide brilian. Membiarkan dirinya tetap tidur hingga Soga bangun. Lagipula, ia adalah korban dalam kungkungan mangsa.

Kring!

Alarm ponsel sialan. Oranye segera menutup matanya dengan rapat. Ia merasakan pergerakan dari Soga. Ingin mengintip, takut malah ketahuan.

"Aku tahu kamu pura-pura tidur."

Langsung saja Oranye refleks berteriak dan menendang Soga hingga terjatuh ke lantai. Ia bangun dan menatap Soga yang terdampar di lantai sembari mengerang.

"Oranye!"

***

"Parah! Abang sampai sakit pinggang!"

Jika dipikir-pikir, Olivia dan Soga nyaris memiliki sifat yang sama. Mulut yang ceplas-ceplos. Bedanya, Soga hanya tahu cara menyakiti secara lisan sementara Olivia tahu cara membuat orang lain malu hingga tidak tahu harus membawa wajahnya ke mana.

Gara-gara kejadian tendangan maut dari Oranye, Soga harus menahan sakit di bagian pinggangnya. Ia meminta maaf berulangkali pada Soga, tetapi tidak direspon. Lelaki itu bahkan semakin bersikap dingin. Oranye menendang Soga bukan tanpa alasan. Ia ketahuan berpura-pura, yang artinya harus melakukan penyelamatan diri dengan menjadikan diri sebagai korban.

Namun, tampaknya, kejadian itu menimbulkan masalah baru di keluarga Soga. Hanya Tuhan, Oranye dan Soga kejadian yang sebenarnya. Sementara keluarga Soga yang lain berpikir bahwa kecelakaan Soga diakibatkan 'kerja keras menghasilkan keturunan'. Dibantah, tidak dibantah menyebabkan masalah. Agar aman, Soga dan Oranye sepakat hanya diam, bersikap netral. Namun, malah menjadi bahan ledekan.

Soga kepalang kesal, tetapi ia tidak berkomentar apa pun. Bagi Oranye, diamnya Soga adalah bencana. Bahkan hingga selesai acara tujuh bulanan Olivia, Soga tidak berbicara dengannya. Beruntungnya, lelaki itu tidak melampiaskan pada orang lain. Ia tetap menemani tamu dengan wajah ramah.

Tak tahan lagi, Oranye akhirnya mencurahkan hatinya pada Gladiol. Kalau kata Gladiol, Oranye sudah dikategorikan sebagai istri durhaka. Tak mendapat solusi, Oranye mengambil inisiatif untuk membuka website sebelumnya.

Cara 3: Buat dia merasa dibutuhkan.

Suami suka perasaan ia dibutuhkan dan bisa memenuhi keinginan istri. Hal itu membuatnya merasa berguna, terutama oleh orang yang dicintainya. Jangan lupa memberinya pujian untuk membuatnya senang.

Mungkin cara itu ampuh. Selama ini Oranye selalu bersikap sok kuat, mungkin itu melukai harga diri Soga. Mau bagaimana lagi. Ia terbiasa mengangkat pot di tokonya, sehingga urusan galon pun bisa diurus. Jika cara ini bisa digunakan, bukankah meringankan beban Oranye pula?

"Mau sampai kapan nyengar-nyengir kayak kambing?"

Suara Soga menyentaknya kembali dari dunia khayal. Sungguh hebat, ini kalimat pertama yang diucapkan Soga setelah insiden tendangan dua hari yang lalu.

Segera Oranye keluar dari mobil sebelum Soga mendampratnya lagi. Ia berniat menurunkan buah-buahan di plastik serta rantang berisi makanan dari rumah keluarga Soga, tetapi ia kemudian ingat apa yang dibacanya di ponsel tadi.

"Ga!" panggil Oranye membuat Soga yang baru keluar dari mobil menatapnya.

"Tolong bantu bawain ini, dong," pinta Oranye dengan nada sedikit manja. Soga mendengkus.

"Emangnya tangan kamu kenapa?"

Walaupun begitu, pertanyaan Soga hanya sebatas pertanyaan retoris belaka. Lelaki itu tetap mengambil barang-barang dari mobil dan membawanya masuk ke rumah. Oranye sedikit takjub. Ia tidak menyangka kalau metode ini berhasil.

Dengan senyum bahagia, Oranye mengekori Soga masuk ke rumah. Dan, ia berpapasan dengan Soga yang lebih cepat dari dugaannya.

"Kamu gak bawa masuk tas pakaian kamu sekalian?" tanya Soga keheranan.

"Tolong, Ga," pinta Oranye lagi.

Kali ini Soga bersedekap dada, dengan alis yang bertautan. "Kenapa harus? Itu barang-barang kamu."

Oranye kebingungan mencari alasan. Namun, saat ia hendak menjawab, Soga terlebih dahulu berjalan melewatinya kembali ke mobil untuk mengambil barang. Dengan perasaan bahagia, Oranye masuk ke kamarnya dan berganti pakaian.

Sebuah ketukan terdengar dari luar kamar disertai panggilan nama Oranye. Wanita itu membuka pintunya dengan mata berbinar melihat Soga menenteng paper bag dan tas berisi pakaiannya. Tentu saja ia menerimanya dengan senang hati.

"Kamu baik banget," puji Oranye membuat Soga bergidik ngeri. Yang tak disangka lelaki itu adalah pintu kamar Oranye langsung tertutup begitu saja.

"Gak tahu terima kasih," cibirnya.

Sementara itu, Oranye begitu semangat, dengan perasaan berbunga-bunga. Jika ia tahu cara 'membabukan' Soga bisa mendapatkan hatinya sekaligus, mungkin sejak hari pertama menikah ia akan melakukan metode ini.

Ia mengeluarkan pakaian barunya dari tas sedang tadi. Bibirnya terangkat ke atas, kembali mengingat kejadian pagi kemarin. Ia sempat mengeluh tidak memiliki pakaian ganti pada Soga. Tadinya ia pikir lelaki itu tidak menanggapi, tetapi siapa sangka Soga begitu peduli. Tiba-tiba Olivia menemuinya, mengajaknya berbelanja pakaian. Adik iparnya berkata bahwa ia diamanahkan sang Abang untuk menemani Oranye berbelanja pakaian baru. Bahkan diberi titipan berupa kartu kredit. Betapa manisnya. Sekarang kartu itu masih berada di tangannya.

Tanpa sadar Oranye tertidur. Ia merasa kelelahan setelah tiga jam perjalanan dari rumah keluarga Soga ke tempat tinggalnya kembali. Walaupun Soga adalah sopirnya. Percayalah, duduk pun melelahkan.

Oranye terbangun beberapa jam kemudian, ketika suara ketukan pintu terdengar. Dalam keadaan masih mengantuk, Oranye membuka pintu. Ia langsung mendapat tatapan horor dari sang suami.

"Dari tadi kamu belum mandi, Nye? Kamu ... kamu ...."

Soga kehilangan kalimat karena istrinya. Ia hanya bisa mengelus dada dan berkata pasrah, "Ayo makan malam."

Oranye menguap, membuat Soga segera memberi jarak di antara mereka. Ia menyuruh Oranye untuk membersihkan wajahnya terlebih dahulu, tetapi wanita itu mengabaikan.

Sesampainya di ruang makan, mata Oranye terbuka lebar. Seolah kantuknya hilang entah ke mana. Ia segera mengambil posisi dan menikmati makannya seperti orang yang kelaparan selama tiga hari.

Soga menyerah untuk mengingatkan dan bersyukur sudah makan. Jika tidak, maka selera makannya akan hilang karena wanita di depannya itu.

"Ga, ambilin minum, dong."

"Kamu gak punya tangan?" sarkas Soga. Oranye langsung manyun. Kenapa kali ini metodenya tidak berhasil?

Dengan enggan, Oranye beranjak dari kursi, hendak berjalan menuju dapur. Namun, karena perasaannya yang memburuk, ia tidak sadar menendang meja bar.

"Aw!" teriaknya. Hal itu membuat Soga panik dan segera memeriksa kaki Oranye. Di dalam hati, wanita itu bersyukur kakinya tidak kotor.

Melihat wajah khawatir Soga, Oranye tersenyum bahagia. Padahal hanya jempolnya yang terbentur, tidak begitu sakit. Namun, sepertinya ia ingin berakting sedikit.

"Sakit banget, Ga," keluh Oranye dibuat-buat.

"Lebay," celetuk Soga sedikit kesal. Lelaki yang tadinya berjongkok di depannya, kini kembali berdiri.

"Udah gak apa-apa, tuh. Baru gitu aja serasa sakaratul maut. Duduk, sana!" suruh Soga.

Oranye menurut dan kembali duduk di kursinya. Sesekali ia mengelus jempol kakinya, berharap rasa sakitnya segera hilang. Tak disangka, Soga menuangkan air putih pada sebuah gelas dan menyodorkannya pada Oranye tanpa kata. Wanita itu tahu bahwa kesempatannya sudah kembali.

"Ga, ambilin udang, dong."

"Ga, sambelnya ditambahin lagi."

"Ga, tambahin nasi lagi."

"Ga. Ga."

Siapa sangka, Oranye semakin tidak tahu diri. Setelah makan, ia menonton televisi di ruang tamu. Menyuruh Soga untuk menggoreng pisang yang dibawanya dari rumah Umi.

Lelaki itu begitu sabar menghadapi Oranye. Namun, kesabarannya habis saat Oranye hendak membuka suara untuk yang ke sekian kalinya.

"Bisa diem, gak? Nih, makan!"

Soga menyuapinya dengan cabai. Sontak Oranye berteriak panik dan hendak meraih air putihnya, tetapi lebih dulu direbut Soga. Lelaki itu tersenyum sinis.

"Kamu pikir aku babu? Dienakin malah ngelunjak," ucap Soga yang kemudian memberi senyum miring.

Oranye kaget. Ternyata Soga sengaja melayaninya untuk memberinya pembalasan dendam di akhir. Jadi, metodenya tidak berhasil?

Kalau begitu, ia punya metode selanjutnya.

"Aku masih baik karena awalnya aku kira kamu memang butuh bantuan, tetapi makin ke sini, makin-humph-"

Oranye melakukan metode selanjutnya. Tiba-tiba berdiri dan mendekatkan wajahnya dengan Soga.

Diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk, hap!

Lalu ditangkap.

Tubuh Oranye langsung didorong oleh Soga. Lelaki itu menatap Oranye seolah ia adalah target korban selanjutnya.

"Oranye! Kenapa kamu cium aku?!"

Wanita itu menyengir. "Pedes ya rasanya?"

###
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro