11 - lutut krek

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Solar tersentak sedikit saat mendengarnya, dia membuang pandangannya "yah itu kan hanya perumpamaan"

Taufan tersenyum lebar "yang ini juga hanya perumpamaan"

"Kau!-"

Jari jemari yang sedikit dingin itu menelusuri rambut Solar, "terimakasih, semalam kau keren sekali."

Mata Solar sedikit membelalak, terlihat dia yang tak mengerti harus bereaksi seperti apa. 

"Sepertinya aku harus belajar banyak dari mu. "

"Dalam hal keren, sepertinya kau nomor satu." Lanjut Taufan dengan senyum khasnya itu.

Solar berfikir keras, bagaimana bisa Taufan tak sedikitpun merasa malu saat memujinya? 

"Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mengajarkanmu apa yang dapat membuatmu menjadi agen S"

"Walau aku agen gagal, kegagalan ku ini tak ada hubungannya atas kemampuanku,kau tahu?" Ujar Taufan lagi, 

Mata itu lagi. 

Mata yang memandang entah kemana, mata yang memandang dengan penuh kesedihan, ke kejauhan yang entah ada dimana. 

Dan entah mengapa Solar tak suka melihat pandangan itu. 

"Kalau begitu beritahu aku bagaimana cara mengontrol kekuatan, kulihat kau dapat mengontrol nya dengan baik tadi." Ucap Solar sambil menyilangkan tangannya. 

Senyum iseng muncul di wajah Taufan, "oho? Kau barusan memujiku?" 

Solar menendang lutut Taufan dengan kekuatan sedang sebagai jawaban.

"Hey, setidaknya kau harus baik pada mentormu ini-- aku kan sudah tua!"

"Tua? Kau hanya berbeda beberapa tahun dari ku." 

Taufan menyeringai lagi, "ok anak muda, akan aku ajari pelan-pelan ya" ucap Taufan sambil mengumpulkan kekuatannya ditangan.

Namun terdengar suara dari perut nya itu. Taufan mengeluarkan 'ah-' dan tertawa malu.

"ehehe.." 

"Latihannya lanjut nanti ya? Sudah jam 5.30 sekarang." Ucap Taufan sambil menggaruk tengkuknya. 

Alis Solar yang sedari tadi sudah mengerut, semakin mengerut kebawah. "Mentor tidak kompeten." Ucapnya singkat sambil berjalan dengan kesal. 

Taufan tertawa kecil "hei- bantu aku bawa barang-barang ini--" 

"Hei, murid durhaka--" , namun Solar seakan tak ingin menuruti dirinya dan tetap melangkah menjauh.

Taufan menghela nafas panjang, "aduh adik durhaka ini.." 

Ia menatap matahari yang sudah sedikit menunjukkan dirinya didalam lautan langit biru muda, "hey,kita sudah berkumpul.." gumamnya pelan. 

"Kalau begitu, bisakah sedikit saja kau membantuku?" Lanjutnya sambil tersenyum sedih, memandang ke kejauhan yang tak berbatas. Memandang ke kejauhan yang tak dapat ia raih.

Bahkan langit yang cerah pun hanya dapat memantulkan refleksi orang yang hancur karena nya.

"Bantu aku mengembalikan semua hal yang telah kuhancurkan.." ucapnya pelan, sambil memungut topi biru nya yang terjatuh dilantai.

Ia memastikan semua barang tak tertinggal, "syalnya--"

"Ah.." , senyum merekah di wajah tampannya.

"Kini ada yang mau menerima barang dariku lagi.."

Tuhan, terima kasih karena telah mengirimkanku adik yang galak ini.

Aku akan menjaganya, setidaknya sampai--

"Hey mentor siput, Kau mau disitu sampai kapan?" Tanya adik bungsu nya dari kejauhan, suara nya penuh kekesalan.

Taufan tertawa "hai siput, aku mentor terkeren didun--" ucapannya terhenti karena rasa sakit di dadanya yang kembali muncul.

Ia terdiam sejenak, mempertahankan senyumannya.

Solar mendengus kesal dan berjalan kearahnya "kau ini kenapa lama sekali?"

Jari jemari Taufan mendarat di telinga adik bungsu nya lagi, memberikan jeweran yang telah menjadi trademark barunya setelah kedatangan si adik. "Hukuman karena memanggilku dengan 'kau'~" ucapnya pelan sambil tertawa ceria.

Solar lagi-lagi menendang lutut Taufan, namun kini terdengar suara 'krek' dari lutut itu.

"Owww!" ,Rengek sang pemilik manik biru safir itu sambil meringis kesakitan.

Solar pun terkejut, ia hanya menendangnya dengan pelan tapi kenapa bisa sampai bunyi?

"Kau tidak apa-apa?", Tanya nya panik, terasa sedikit rasa bersalah memenuhi dirinya.

Taufan yang berlagak kesakitan itu kini tersenyum "kan sudah kubilang aku sudah tua, anak muda"

"..kau, pernah cidera di lutut ya?"

Taufan terdiam, lalu sengiran khasnya terlukis lagi di wajahnya. "Oho, kau khawatir padaku?"

"Harusnya aku tak bertanya." Dengus Solar kesal dan melangkah meninggalkan Taufan.

Taufan tersenyum, melihat punggung sang adik bungsu yang baru ia kenal sehari lebih sedikit. Anak laki-laki yang lebih muda darinya itu melangkah menjauh.

"Kau bukan tour guide." Ucap nya pelan.

"Kau hanya batu lompatan."

"Maka gunakan kesempatan itu dengan baik."

"Maka jadilah berguna sekali saja." Manik biru safirnya memantulkan sinar yang terlihat seakan matanya berkaca-kaca.

"Maka jadilah orang yang dapat dibanggakan walau hanya sekali."

"Maka jadikanlah kesan dia terhadapmu baik, setidaknya sampai dia meninggalkanmu juga." Ucapnya, jari jemari nya sedikit bergetar.

Membayangkan bahwa sekali lagi dia akan ditinggalkan.

"Alangkah baiknya jika pada akhirnya aku yang meninggalkan kalian." Tawa nya.

Tawa penuh kepahitan.

Tawa yang menutupi segala gundah gulana dalam hati nya.

Tawa yang terdengar sinis, lebih dari tawa milik Hali ataupun Solar.

Taufan melangkah maju, menghampiri Solar yang sudah berjalan cukup jauh.

°°°°

"Hey, kita akan makan di cafetaria, tapi setelah itu aku harus mengurus sesuatu sebentar, kau mau ikut atau mau menunggu di tempat latihan menembak?" Tanya Taufan sambil menepuk pundak adiknya yang berjalan cepat itu.

Solar menatapnya dengan tajam saat tangan Taufan mendarat di bahunya, namun dia tidak menepisnya, ia hanya mendecik dan menatap lurus. "Mwmang kau mau kemana?"

"Menemui temanku."

"Teman yang mana?"

Taufan tertawa kecil "memang kau tahu siapa saja temanku?"

Kini adik bungsu nya mengernyitkan dahi, "gadis berjilbab merah muda, lalu gadis berkacamata"

Taufan teringat akan pertemuan mereka dengan kedua sahabatnya itu semalam, "ah iya juga, kau sudah bertemu mereka ya?"

"Sebenarnya ada beberapa lagi sih, tapi betul, aku mau menemui yang galak berkacamata." Jelas Taufan sambil memutarkan topi biru donker di jari nya.

"Tapi dia tidak segalak kau dan kak hal--" perkataannya terhenti sejenak, senyuman kembali terlukis diwajahnya dengan kecepatan kilat.

"Maksudku, tak ada yang mengalahkan kegalakan mu. Tenang saja" ucap Taufan dengan nada ceria, pura-pura seakan ia tidak mengatakan hal yang barusan.

Solar ingin sekali lagi menendang lutut Taufan, namun mempertimbangkan bunyi 'krek' yang tadi sempat keluar karena tendangannya, ia memutuskan untuk berbaik hati dan membiarkan lutut mentor mengesalkan nya untuk beristirahat.

"Untuk apa?" Tanya Solar dengan nada yang seakan tidak tertarik.

Taufan tertawa "check up." Jawabnya singkat.

"Check up? Check up apa?" Tanya nya lagi, kini manik abu-abu nya menatap wajah sang mentor.

Taufan tertawa, ia menghela nafas dan menatap langit biru diatas mereka, "check up berkala. Hal biasa,kau tahu?"

Solar terdiam, menatap ekspresi wajah yang dibalut oleh senyuman yang tak terbaca itu.

Namun panggil hal ini sebagai insting, ia dapat membaca bahwa mentornya menutupu sesuatu.

Sebelum mulutnya terbuka untuk bertanya, Taufan tertawa kecil dan mendaratkan jari jemari nya di kepala sang adik bungsu.

"Hal yang normal untuk agen." Ucap Taufan dengan nada yang menenangkan, seakan ia mengerti apa yang akan ditanya oleh Solar.

Solar terdiam. Memandang ke depan tanpa memikirkan hal ini.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro