53 - akuarium dikeringin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua minggu, dua minggu telah berlalu sejak sang pemilik netra safir itu tersimpuh jatuh berbalur darah.
Dua minggu pula, manik safir itu menyembunyikan diri dari dunia.

Bersembunyi dari kenyataan, membawa sang pemilik tubuh terlelap.

Tubuh yang sudah rusak, syaraf yang sudah tak dapat kembali normal, Revan menghela nafas. Rasa takut akan kehilangan memenuhi dirinya.

Taufan adalah satu-satunya orang yang ia pedulikan. Satu-satunya makhluk 'hidup' yang penting baginya.

Walau hatinya gundah, walau setiap detik terasa mencekam karena ketidak pastian akankah kelopak mata itu akan terbuka kembali nantinya.

Satu sisi di lubuk hatinya yang paling dalam sedikit lega melihat hal ini. Tentu saja bukan karena Taufan terluka parah dan tak sadarkan diri. Melainkan karena, ini pertama kalinya dalam setahun, Revan dapat melihat sahabatnya tenang.

Tenang dalam artian, tidak dihantui oleh masalah dan masa depan, harinya tidak dipenuhi dengan antisipasi akan bahaya, tidak dipenuhi dengan rencana gila, tidak terlihat seakan ia dapat kehilangan akalnya kapan saja, dapat ambruk dan rusak kapan saja, menukarkan segala hidupnya untuk saudara-saudara bodohnya.

Setidaknya Taufan yang sekarang ada dihadapannya terlihat tenang, tidak mengerutkan alisnya, tidak berusaha untuk tetap membuka matanya yang berat, tidak terus menggambar blueprint dengan tangan gemetar.

Ia tahu bahwa hari dimana Taufan harus menepati janjinya akan segera tiba. Dan ia tidak suka itu.

Taufan tak pernah menjelaskannya secara spesifik, tapi sebagai orang yang sudah hidup cukup lama dengannya, Revan tahu bahwa misi itu dapat merenggut partnernya dengan mudah.

Dan ia tidak mau itu.

Ada setitik harapan bahwa Taufan baru akan siuman setelah hari dimana ia harus menepati janjinya berlalu. Egois memang. Ia sangat mengerti bahwa janji itu sungguh penting untuk Taufan. Ia sangat mengerti bahwa Taufan tak akan pernah merasa tenang jika ia tidak menepatinya.

Tapi, bagi Revan, yang penting Taufan harus tetap bertahan disini.

Segala rentetan akan fikirannya terhenti saat mendapatkan notifikasi dari AI.

[Subject's conciousness has returned. Physical status : severely damaged. Neuron damage : 70%]

Manik merahnya terbelalak, tangannya langsung menyentuh tabung kaca transparan itu. Ia dapat melihat manik biru sang partner setelah dua minggu tertutup tirai kelopak mata.

Orang itu belum sepenuhnya sadar akan situasi saat ini. Ia baru saja terbangun dari tidur yang cukup panjang. "..Revan, bagaimana..status misi itu?" Tanya Taufan segera setelah ia memiliki kontrol untuk berbicara.

Dari segala hal, itu yang harus ia tanyakan???

Revan kesal, tapi ia memilih untuk menutupi kekesalan itu saat ini.

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Revan, menekan tombol [drain] dan dalam sekejap cairan-cairan kimia yang dipakai untuk menjaga tubuh Taufan agar tidak semakin parah surut menghilang dari tabung.

Orang yang tadinya sedikit mengapung disana perlahan kakinya menapaki alas tabung, ia sedikit terkejut karena ia tak dapat merasakan energi pada tubuhnya.

Tubuhnya terjatuh duduk karena kakinya yang gagal menahan tubuhnya.

"Tadi..aku direndem di akuarium?" Tanya Taufan.

Selalu begitu. Sahabatnya selalu menanyakan hal-hal yang tidak penting. Entah bagaimana cara otaknya bekerja.

"Sepertinya otakmu juga terpengaruh ya." Ucap Revan dengan sarkas. Ia membuka kunci dari tabung itu, membuka pintu tabung dan menjulurkan tangannya pada Taufan.

Butuh beberapa waktu hingga Taufan mengerti apa yang ia maksud, Taufan meraih tangan itu, membiarkan sahabatnya membantunya untuk keluar dari tabung itu.

Taufan terdiam, kini dirinya terduduk di kasur rawat yang posisi sandarannya sekitar 120°. Banyak pertanyaan di kepalanya, namun entah kenapa ia tak dapat berfikir secepat biasanya.

Atau lebih tepatnya, tubuhnya tak dapat menyesuaikan diri dengan kecepatan berfikirnya. Tubuhnya seakan tak memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan apa yang ia mau.

"Jadi.. sudah berapa lama aku tidak sadar?" Tanya Taufan.

"Dua minggu." Jawab Revan, memasang alat infus di tangan Taufan, yang anehnya tak ada ringisan kesakitan dari kawannya yang takut jarum itu. Seakan kawannya bahkan tak merasakannya.

Sekitar tiga puluh detik setelah jarum itu dimasukan ke urat nadinya, barulah ia meringis perih, "..kau memasang alat infus?"

Jadi benar bahwa syarafmu rusak sebegitu besar. Revan hanya dapat menelan komentar itu.

"Iya, kau masih butuh banyak sekali obat untuk pemulihan." Jawabnya.

"Seberapa besar?" Tanya Taufan datar, memfokuskan segala energi yang ia punya hanya agar otaknya dapat bekerja optimal.

"....70% kerusakan syaraf, 50% kadar racun pada darah, dan beberapa kerusakan organ yang cukup parah." Jelas Revan.

"..."

"Pantas saja tubuhku begitu sulit untuk digerakkan." Komentar Taufan tak senang.

"Kondisi seperti ini hanya akan menghalangi berjalannya misi." Keluhnya.

"Tak usah bahas misi dulu." Ucap Revan dengan nada datar.

Dan Taufan menangkap rasa dingin dari kata-kata itu. Seakan Revan tak ingin membahas hal itu. Oleh karena itu Taufan diam.

Otaknya sibuk memikirkan solusi atas masalah ini. Ia harus memastikan bahwa nanti saat misi, tubuhnya dapat berfungsi hingga misinya selesai.

Ia sangat sadar akan kondisinya yang buruk saat ini, bahkan jari jemarinya sangat lemas dan bergetar.

"Minum dulu." Ucap Revan memberikan air hangat untuknya.

Tangannya meraih mug itu, namun karena rasa lemas dan gemetar yang hebat, mug itu terlepas dari genggamannya, menumpahkan isinya.

Dan bahkan, otaknya baru menerima sinyal itu beberapa saat setelah mug telah berhasil mendarat di lantai.

"Ah- tanganku-" Taufan hendak minta maaf. Namun Revan dengan sigap memungut mug itu dan menaruhnya di meja.

Ia menjentikan jarinya dan menyuruh robot untuk membersihkan tumpahan itu. "Tak perlu khawatir." Ucapnya dengan suara yang melembut.

Hatinya terasa dicengkram saat melihat Taufan yang kini terlihat begitu rapuh. Memang sudah lama tubuhnya hancur, namun tak pernah sehancur ini.

Ia sangat mengenal Taufan, ia tahu pasti sahabatnya kini sedang mengumpat akan kelemahan dirinya sendiri. Menyalahkan dirinya atas hal yang bukan salahnya.

Ia mengambil botol dan sedotan, membantu Taufan untuk minum sambil ia pegang botol itu. Memastikan agar tak ada lagi insiden seperti tadi.

Air mata Taufan menitik, manik birunya sedikit bergetar. Dengan suara parau karena baru saja terbangun dari tidur panjang , kata-kata yang memukul pilu hati Revan terdengar.

"Aku menjadi tidak berguna." Ucap Taufan.

Ia Terdengar dan terlihat sangat rapuh, bahkan Revan dapat merasakan bahwa Taufan merasa bahwa sudah tak ada alasan untuknya bertahan di dunia ini.

Ia ingin mengatakan kata-kata yang dapat menenangkan kawannya itu, namun apa?

Apa yang bisa ia ucapkan?

Belum sempat ia menghibur Taufan, sebuah red warning dan SOS alarm terdengar di ruangan. Merebut atensi kedua pria itu.

[Lapisan perlindungan sistem berhasil diretas. Seluruh data sistem akan dapat terbocorkan dalam estimasi waktu 30 menit. Alamat ip xx xxxx xxxxx xxx]

"Sial" decik Revan, memang sistem perlindungan tempat ini jauh menurun karena segala sistem di fokuskan untuk mengobati dan mempertahankan Taufan dalam dua minggu ini. Dan Revan tentu saja belum sempat mengutak atik apapun tentang firewall dan lapisan perlindungan sistem mereka.

"Alamat IP nya adalah milik Agent S" ucap Taufan.

"Itu alamat IP nya Ice." , Ujar Taufan lagi.

"Adikmu yang pengecut itu?? Mau apa dia?!" Emosi lantas memenuhi dirinya. Tak cukupkah telah membuang dan menyakiti partnernya? Kini saat sang partner baru saja terbangun, ia ingin menambahkan sakit kepala Taufan dengan meretas sistemnya?

Taufan bahkan tidak melontarkan candaan seperti biasanya, tubuhnya terlalu lemas untuk itu.

"Sambungkan jaringan penghubungku dengan Solar, ah.. Kaizo juga. Hal ini biar aku yang urus." Ucap Taufan sambil memijat pelipisnya karena pening yang ia derita.

"Kau bahkan baru bangun." Protes Revan.

Taufan mengabaikannya. "Itu tidak seberapa dibanding segala data yang kita miliki yang dapat saja terbeber pada mereka 30 menit dari sekarang."

//Author's note//

Maaf baru muncul ya. Kuliah lagi cukup sibuk. Ini ceritanya ga aku proofread jadi maafkan klo banyak typo nya.

Jadi gimana? Menurut kalian Taufan bakal ngapain?

Anyway, mohon maaf aku gabisa balesin komentar kalian di chapter kemarin 🙏

sumpah aku nyari waktu buat update aja kaya berusaha banget wkwkkw , apalagi masi ada writer block terus kek exhausted gituuu.

Anyway mulai sekarang, kayanya aku gabisa balesin komen dulu! Karena aku emang mau UAS , jadi jangankan balesin komen, update aja nyari timing nya suka ribet wkwkwk. Jadi maaf klo telat2 updatenya ya.

Semoga kedepannya bakal bisa balesin komen lagii sii karena aku suka interaksi sama kalian.

Tapi tetep yaa kalo ga nyampe 200 komen aku ga mau lanjut dulu 😔🙏
Kuy komen + vote

Doain nilai yang bagussss dna diperlancar urusan kuliahnya yaa biar up nya juga lancarr

Anyway ku gangerti sama dunia perhack hack an, dunia perkomputeran gitu gangerti sama sekali jadi ceritanya disini aku sok pinter aja si mohon maklum ya akau bukan anak IT 🙏😔

Stay safe!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro