56 - Kenapa Kalian disini?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Entah bagaimana bisa jadi seperti ini. Ini sangat diluar dugaan Taufan. Ini adalah situasi yang sangat ingin ia hindari, yang ia berusaha mati-matian agar tidak terjadi.

Kenapa bisa ia ada di ruangan ini, di satu ruangan yang sama dengan keenam saudaranya ini? Kenapa mereka malah berkumpul disini? Bukannya Taufan sengaja memilih tempatnya di gedung B agar tidak bertemu mereka? Lalu kenapa mereka yang malah menghampirinya?

"kenapa kau tak pernah bilang apapun pada kami?!" tanya Gempa dengan nada khawatir yang bercampur dengan omelan. Seperti waktu itu. Saat sebelum adanya konflik diantara mereka.

Taufan terdiam, percayalah, bukan karena Ia tak ingin menjawab, yah walau itu salah satu alasannya. Tapi bukan karena itu. Tubuhnya hanya tak mampu untuk bereaksi cepat.

Syaraf-syaraf sialan. Umpatnya.
Solar terdiam, memandang sang kakak yang terlihat begitu kosong. Seakan dunia tanpa udara, begitu menyesakkan. "Taufan.." panggilnya sambil menyentuh tangan ringkih sang mentor yang terasa dingin.

Setelah beberapa jeda, setelah mengumpulkan segala hal yang ia bisa untuk menggerakan mulutnya, Taufan menatap sang adik bungsu.
"iya..?"

"kenapa kalian semua disini?" tanya Taufan, menatap ke saudara-saudaranya yang lain.

Ia menerima reaksi terkejut dari mereka. Para saudara itu tersentak, seakan mereka tak ingin mendengar pertanyaannya.

"tentu saja karena kami khawatir!" jawab Blaze sambil mendekat kearah Taufan. Manik amber nya menatap Taufan dengan penuh emosi yang ia tahan.

Rasanya Taufan tak tega, selalu seperti ini, determinasi seorang Blaze, sang adik yang mudah marah namun juga mudah memaafkan. Sang Adik yang meledak-ledak, namun memiliki hati yang paling jernih. Tatapan itu cukup untuk meruntuhkan dinding es yang berusaha ia bangun, untuk mendorong mereka menjauh, untuk membuat jarak di antara mereka.

Taufan tersenyum, senyuman yang butuh usaha. Senyuman yang tidak terasa seperti dirinya. Tubuh yang ia usahakan untuk aktif merespon kini mulai terbiasa, ia menjawab dengan suaranya yang entah kenapa masih terdengar parau "kenapa harus khawatir?" tanyanya.

"kau lihat sendiri kan? Aku tidak apa-apa." Jawab Taufan, merekahkan senyuman di wajahnya sambil menatap Blaze dengan kehangatan yang ia tahan.

Ingat, ingatlah bahwa dia masih membenci dirimu.

Mereka masih membenci dirimu.
Apapun jawabanmu,

Mereka tak akan memaafkanmu.

"tidak apa-apa? Hal seperti ini kau sebut tidak apa-apa?" tanya seseorang yang sama sekali tidak Taufan duga akan sudi melontarkan kata-kata selain makian terhadapnya.

Seseorang yang ia kira tidak akan mengeluarkan suara untuknya apalagi peduli padanya.

"...lalu harus kusebut apa?" tanya Taufan, manik safir nya menatap dalam akan manik ruby menyala ini.

Seakan lautan mati yang menelan habis kilat emosi dari sang sulung. Tidak sedingin es, tapi menyesakkan. Tatapan kosong tanpa harapan, seakan dapat menenggelamkannya dalam ruang rasa bersalah.

"lagi pula, terluka saat misi, apanya yang aneh?" tanya Taufan kepada saudara-saudaranya, kini ia dapat merasakan tubuhnya merespon sedikit lebih cepat dan ia sedikit bersyukur karena itu. "bukankah itu memang resiko dari profesi ini?" tanyanya lagi, tersenyum getir.

"terluka biasa memang tidak aneh.. tapi tubuhmu rusak. Kekuatanmu rusak. Itu adalah hal yang sangat jauh berbeda!" omel Gempa, mengguncang bahu Taufan dengan rasa frustasi.

Mengapa? Mengapa Taufan tak mengerti?

Ia khawatir karena ia tak ingin kehilangan kakaknya.

Bukannya dia yang bilang bahwa mereka saudara?

Apakah aneh jika saudara khawatir akan satu sama lain?

Taufan tersenyum, "yah, tapi aku kembali dengan selamat kan?"
"lagi pula, walaupun aku rusak, ataupun jika aku menghilang.. bukankah itu bagus?" ucap Taufan, menatap Gempa dan melirik sedikit ke arah Halilintar.

Manik keduanya membelalak.

"dengan begitu aku akan dapat membayar dosaku yang telah merenggut hal yang penting dari kalian. Bukankah... bukankah itu yang kalian mau?" lanjutnya.

Taufan memang bersyukur bahwa tubuhnya mulai berfungsi dan merespon dengan lebih cepat namun ia betul-betul tak mengerti kenapa ia mengucapkan hal ini? Dia tidak bermaksud untuk mengatakan apa yang ada di hatinya begitu lama. Ia tak pernah ingin mengungkit ini semua, lalu kenapa?

Kenapa ia mengucapkan hal ini, seakan ia adalah korban?

Bukankah ia adalah pelakunya?

Bukankah sudah sepantasnya mereka membencinya?

"apa kau bilang?! Berani-beraninya kau mengungkit hal itu?!" ucap Halilintar sambil mencengkram kerah Taufan.

Respon yang wajar ia dapatkan. Tentu saja Halilintar akan marah padanya. Ucapan Taufan memang sudah keterlaluan.

Solar menarik paksa tangan Halilintar dari kerah Taufan "keluar kau! Tak bisakah kau lihat bahwa ia sedang terluka? Kau mau menggunakan kekerasan padanya Hah?!" omel Solar kepada Halilintar.

Saudara yang lain hanya dapat terdiam, emosi mereka terlalu campur aduk untuk dapat ikut campur.

"lupakan ucapanku" ucap taufan pada saudaranya. Ia sedikit menunduk, "itu kesalahanku, tidak seharusnya aku mengucapkan hal itu." Lanjutnya.

"sepertinya kepalaku masih terlalu pusing untuk memproses semua ini, oleh karena itu aku minta maaf." Ucap sang pemilik manik safir itu.

"dan aku takut saat ini aku belum bisa berkomunikasi dengan baik Bersama kalian, jadi..."

"bisakah kalian datang lagi di lain waktu?" tanya Taufan dengan senyuman yang dipaksakan.

Ia mengusir mereka.

Ia kira selama ini merekalah yang mendorongnya jauh. Ia sendiri pun terkejut. Ia kira, jika saja ada kesempatan untuk kembali berbincang akur Bersama mereka, ia pasti akan sangat senang dan mengambil kesempatan tersebut.

Siapa sangka ternyata tanpa sadar hatinya ini sudah terluka. Cukup terluka untuk tak ingin lagi bercakap dengan mereka.

Entah didasari apa.

Apakah rasa takut?

Takut akan reaksi mereka?

Takut akan kebencian mereka?

Apakah rasa bersalah?

Karena telah merenggut kebahagiaan mereka?

Ataukah.. rasa dendam?

Dendam karena mereka tak ingin mendengarkan penjelasannya?

Karena mereka membuangnya?

Taufan tertawa kecil, benar-benar pengecut.

Ternyata aku ini sangat-sangat menyedihkan.

Sangat memuakkan.

Sangat pantas untuk dibenci.

Solar terdiam, jujur ia merasa bersalah kepada Taufan. Jika saja ia tidak melakukan pemindaian kondisi Taufan di depan Ice, atau tidak memperbolehkan saudara yang lain untuk berkunjung ke tempatnya di gedung B, mungkin ekspresi Taufan tak akan semenyedihkan ini.

"maaf karena tidak mempertimbangkan kondisimu sebelum berkunjung." Ucap Solar.
Ia menatap saudara-saudaranya yang lain, "kalian kembalilah dulu."

"aku akan kabari kalian saat kondisi Taufan membaik." Ucap Solar sambil mengantar mereka ke pintu. Solar tahu, dari ekspresi mereka, mereka enggan untuk pergi.

Namun, jika terus dibiarkan, yang ada hanya Taufan akan semakin terusik dan malah tidak istirahat.

"besok kami kesini lagi." Ucap Gempa, manik emasnya berusaha menemui manik safir sang kakak. Taufan membalas tatapannya, memberikan senyum tanpa kata-kata.

"kak Taufan~ besok aku kesini lagi ya! Nanti sekalian aku bawakan biskuit kesukaanmu" ucap Thorn sambil melambaikan tangannya.

"eh?? Tapi jangan biskuit Yaya ya, nanti malah ga sembuh-sembuh Taufannya." Komentar Blaze.

Taufan hanya tertawa kecil dan mengangguk "mn." Jawabnya singkat.

Singkat, namun itu pertama kalinya bagi mereka, untuk melihat senyuman hangat sang pengendali angin diarahkan untuk mereka.
Senyuman yang datang dari hatinya, dan bukan karena keterpaksaan.

Ice sedikit membelalak saat melihatnya. Jadi kau.. masih bisa tersenyum seperti itu?

Kukira, selain Solar, tak akan ada yang bisa melihat senyum itu lagi.

Setelah itu mereka meninggalkan apartment Taufan. Solar menutup pintu dengan helaan nafas lega.
Namun tiba-tiba ia mendengar suara pecahan dari ruangan Taufan, ia langsung berlari ke ruangan itu.

"Taufan!!"

//Author's note//

Nguehehe saya balik lagi dengan chapter baru

Btw komen 200 aja deh ya kasian kaliannya tapi jangan spam titik atau next atau countdown yaa biar aku balesin komentar lainnya enak ❤️❤️ maaciii ❤️❤️

Menurut kalian taufan bakal baikan sama sodara2 ga?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro