Ikut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keputusan atas perekrutan Futa telah disetujui oleh kedua orang tuanya, sekarang Futa sangat senang dan sedang dalam suasana hati yang bagus. Aku mengajaknya untuk bermain di taman yang ada di dalam vila.

"Onee chan gendong aku." katanya sambil merentangkan kedua tangannya.

"Iya, sini." kataku dan kemudian menggendongnya.

Kami berdua berjalan-jalan di sekitar taman sambil menikmati angin yang berhembus lembut, membuat rambut petir milik anak itu bergoyang-goyang. Aku yang dengan gemas memegang rambutnya dengan lembut sambil menciumi pipinya.

"Onee chan ..." katanya saat dirinya sadar dicium olehku.

"Eh maaf Futa, onee chan nggak sengaja."

Cup.

Sebuah kecupan kecil mendarat di pipiku, "Hihi onee chan juga mau dicium kan?"

"Aduh Futa, kamu diajarin sama siapa?"

"Sama mama papa. Kalau dicium itu berarti disayang. Futa kan sayang sama onee chan."

Rasanya ingin kupeluk erat-erat anak ini, entah kenapa sejak kami bertemu Futa selalu menempel padaku. Bahkan berpisah sebentar saja dia sudah mencari keberadaanku seperti tidak bertemu selama bertahun-tahun.

"Nee Futa, onee chan mau tanya."

"Tanya apa?"

"Kamu kok mau jadi rapper?"

"Hmm nggak tahu. Tapi kalo jadi rapper kayaknya seru. Futa mau jadi penyanyi rapper." jawabnya antusias.

"Tapi, kalau Futa di Tokyo sendirian apa nggak apa-apa?"

"Kan ada onee chan. Onee chan bakal ngejagain Futa, jadi aku nggak takut."

Aku tersenyum, "Baiklah jika itu maumu. Onee chan bakal nemenin Futa."

"Makaci onee chan." katanya sambil memeluk leherku.

"Sama-sama Futa."

Puas dengan jalan-jalan, Futa pamit pulang bersama kedua orang tuanya untuk mempersiapkan semuanya untuk Futa. Dia melambaikan tangannya ke arahku sambil tersenyum, ku balas lambaiannya dengan senyuman pula.

"Akhirnya kau menemukan satu orang yang berharga." kata Mashu.

"Iya, aku harap aku bisa menjadi manager yang baik untuknya."

"Semoga. Oh ya, tadi pak produser sempat menitipkan ini padaku." katanya sambil memberikan sebuah kotak berwarna merah.

"Apa ini?"

"Entahlah, jika ingin tahu buka saja."

Aku membukanya, di dalamnya ternyata terdapat sebuah kalung kerang yang sama persis waktu kulihat di pantai. Aku mengeluarkannya dari saku celanaku dan mencocokkannya.

"Kok bisa sama ya?" tanyaku.

"Mungkin yang kau temukan itu punya orang lain."

"Benarkah? Suatu kebetulan yang aneh." kataku sambil terus memandangi kedua kalung tersebut.

Sementara itu Futa segera menghampiri teman-temannya yang sedang duduk di taman bermain.

"Futa, kamu darimana saja?" tanya Kohei.

"Aku semalam dari vila yang di dekat pantai." jawabnya.

"Syukurlah, untung kamu nggak pergi terlalu jauh."

"Jangan begitu lagi Futa. Kou-ni sangat mencemaskanmu, bahkan Aoi sampai menangis karena kau tidak ada di rumah."

"Eh benarkah?"

"Ti ... tidak kok. Kau selalu saja merepotkan Kou-ni, Futa."

"Hee Aoi tsundere nih."

"Aku nggak gitu ya!" kata Aoi sedikit membentak Futa.

"Hehe maaf-maaf."

"Oh ya ngomong-ngomong kamu jadi nerima tawaran jadi rapper itu?" tanya Misaki.

"Iya jadi. Nanti malam aku mau langsung berangkat ke Tokyo, jadi ..."

Aoi tiba-tiba menggenggam erat tangan Futa membuat semua temannya termasuk Futa melihat tingkahnya itu.

"Futa, jangan pergi." katanya, matanya hampir berkaca-kaca karena air mata.

"Aoi ..."

"Kalau Futa nggak ada di sini, nanti siapa yang mau main sama kita lagi? Aku nggak mau Futa sendirian di sana nanti."

Semuanya terdiam kemudian Futa menenangkan sambil memegang bahu Aoi, "Aku nggak bakal kenapa-napa kok. Kan ada onee chan."

"Tapi ..."

"Kalau begitu, kenapa Aoi nggak ikut sama Futa aja?" usul Kohei.

"Eh?!"

"Iya. Aoi kayaknya kamu khawatir banget ya sama Futa."

"Uh ... aku cuma mau jagain Futa, Kou-ni."

"Haha, yasudah kalau begitu kamu bilang saja pada onee chan mau ikut Futa."

"Apa boleh? Terus kalian berdua gimana?"

"Aku sama Kou-ni bakal baik-baik aja kok di sini, ya kan Kou-ni."

"Iya Misaki."

Wajah sembap Aoi pun berubah menjadi senyuman yang manis, "Terima kasih Kou-ni, Misaki."

"Sama-sama."

"Yeeey Aoi ikut aku ke Tokyo, yeeey." kata Futa sambil memegang tangan Aoi dan mulai melompat-lompat.

"Aduh jangan lompat-lompat dong Futa!" katanya dan tersenyum di akhir.

                                  OOO

Malam hari sekaligus malam terakhir aku singgah di Nagasaki, aku mulai mengemas pakaianku, menutup jendela kamar dan langsung turun ke bawah. Tampaklah pak produser dan Mashu yang juga sudah siap untuk berangkat ke Tokyo malam ini juga, tentunya dengan calon rapper kami, Futa yang diantar kedua orang tuanya.

"Papa, mama, Futa berangkat dulu ya."

"Hati-hati ya Futa sayang. Mama dan papa akan selalu mendoakanmu." kata sang ibu yang tak dapat menahan air mata, kemudian memeluk anak tersayangnya.

"Ya mama, papa. Futa juga akan mendoakan papa dan mama."

"Tuan Iryu, Mashu san, (Y/n) san. Saya titipkan anak saya pada kalian. Saya percaya bahwa kalian akan menjaganya dengan baik."

"Tentu. Kami akan berusaha yang terbaik untuk anak anda." kata pak produser.

Aku melihat momen sedih tersebut, namun perhatianku terfokus pada anak yang ada di sebelah Futa.

"Lho, kamu juga ikut ngantar Futa ya?" tanyaku.

"Aku mau ikut Futa ke Tokyo onee chan." jawabnya.

"Ha?"

Pak produser pun mendekati kami, "Tak apa. Kamu ingin menemani Futa bukan?"

"Iya." angguknya.

"Bagaimana ini pak?"

"Boleh saja. Kamu bisa menjaga Futa selama di sana."

"Terima kasih paman." kata Aoi sambil membungkukkan badannya.

"Sama-sama anak manis, siapa namanya?"

"Aku Aoi Wakakusa."

"Baiklah Aoi, Futa. Ayo kita berangkat ke Tokyo."

"Ayo!"

Mereka berdua sangat antusias, aku berharap bahwa semua akan berjalan dengan lancar dan juga semoga hari besok menjadi hari yang bagus untuk semua orang. Tanpa berlama-lama lagi, mobil yang kami tumpangi membawa kami ke stasiun kereta, selama 10 menit kami menunggu akhirnya kereta pun datang. Futa dan Aoi yang sudah tampak kelelahan pun tertidur di kursi dekat jendela, aku mengelus kepala kedua anak itu.

"Kau sangat menyayanginya (Y/n) san." kata pak produser.

"Begitulah pak, aku rasanya tak ingin meninggalkan mereka begitu saja."

"Karena kau sudah sayang dengan mereka. Bukankah mengaturnya akan lebih mudah?"

"Mengatur dalam pekerjaan?"

"Bukan hal itu saja. Dalam segala hal."

"Entahlah pak, tapi saya akan berusaha semampu saya."

Pak produser hanya tersenyum menyeringai, "Kuserahkan padamu (Y/n) san."

Laju kereta yang kami tumpangi menembus malam yang dingin dan sunyi dibarengi suara kereta yang terus berjalan di atas rel dengan cepatnya.

To be continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro