Cliff

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Langkah kaki itu membuat keduanya menengok.

Senyum lelaki dengan surai cokelat tua ini mengembang begitu mendapati Yoora yang sedang berjalan ke arahnya. Ralat, ke arahnya dan juga Daniel.

"Tokki-ya." Panggil Jungkook sedikit terkejut begitu melihat keadaan Yoora yang terlihat baik-baik saja.

"Hm?" Sahut gadis itu seraya mengangkat kedua alisnya.

"Sudah terasa lebih baik?" Tanya Daniel seraya meneliti seluruh bagian tubuh mungil sepupunya itu.

Mendengar itu, tentu saja Yoora mengangguk semangat. Ia menambahkan senyum lebar setelahnya.

"Tentu saja!" Jawabnya semangat.

Jungkook dan Daniel saling bertatapan. Heran, dan juga tidak mengerti dengan kelakuan Yoora yang seolah-olah tidak terjadi sesuatu sama sekali.

"Kook, kau yakin sebelum pingsan kepalanya tidak terbentur sesuatu kan?" Tanya Daniel dengan ragu.

Jungkook tentu saja mengangguk, "Aku yakin, hyung. Uri tokki tidak terbentur sesuatu sebelum pingsan." Jawab Jungkook seraya memasang ekspresi meyakinkannya.

Plak.

Daniel meringis sakit, ia mengusap kepalanya yang baru saja terkena jitakan master Yoora. Ia sempat mengumpat dengan suara pelan.

"Oppa! kau pikir aku tidak sehat begitu?" Tanya Yoora sebal, bahkan gadis itu mengerucutkan bibirnya.

Jungkook hanya terkekeh, ternyata sejak dulu memang tidak ada yang berubah dari Daniel dan Yoora. Keduanya selalu seperti Tom & Jerry.

Kedua mata bulat Yoora menangkat Jungkook yang sedang menatapnya. Ia pun tersenyum lebar, hingga memperlihatkan deretan gigi rapinya.

Jungkook balas tersenyum malu. Ia rasa, semakin lama ia melihat Yoora. Gadis itu semakin mempesona. Bisa gila jika Jungkook terus-menerus melihat senyuman manis yang mengalahkan senyuman manis Yoongi itu.

Jungkook merasa debaran hebat di dadanya begitu Yoora bertingkah konyol dan menjahili Daniel.

Jungkook mengerti, mengerti kenapa Jimin menyukai Yoora. Dan ia juga tahu alasannya, alasan kenapa ia mulai jatuh hati pada gadis dengan label nama aneh ini.

"Ya, Kook-ah? Kau baik-baik saja?" Yoora melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jungkook. Membuat lelaki itu tersadar dari lamunannya. (Hei)

Jungkook segera mengangguk seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Mm." Jungkook tersenyum.

"Kajja, kita pulang." Daniel dengan cepat meraih pergelangan tangan Yoora. (Ayo)

Tapi, Yoora menahan tarikan Daniel. Sehingga membuat Daniel sekaligus Jungkook mengeryitkan dahinya.

"Ani, aku ingin melihat bintang malam ini bersama Kookie." Ucap Yoora seraya menengok ke arah Jungkook. (Tidak)

Jungkook dan Daniel mengangkat kedua alisnya.

"Melihat bintang malam ini...
Denganku?"

"Melihat bintang malam ini...
Dengan dia?"

Jungkook dan Daniel melontarkan perkataan yang hampir sama kata-katanya secara bersamaan.

Yoora hanya terkekeh, kemudian mengangguk semangat.

"Tentu saja, memangnya kenapa?" Tanya Yoora lagi-lagi dengan tampang polosnya yang menggemaskan itu.

"Baiklah, aku ikut." Ucap Daniel seraya berjalan mendekat.

"Tidak." Tolak Yoora.

"Berdua saja, oppa. Hanya aku dan Kookie." Yoora menggerak-gerakan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri sebagai tanda bahwa Daniel tidak boleh ikut.

Mulut Daniel terbuka lebar. Awalnya ia tidak akan mengizinkan Yoora pergi berdua dengan Jungkook. Tapi justru, ia tidak bisa menolak pintaan Yoora ketika melihat wajah memelas gadis itu.

Daniel mengangguk, "Hati-hati, yang namanya lelaki itu, bisa menerkam kapan saja." Ucap Daniel, kemudian lelaki berumur dua puluhan itu memutar badannya meninggalkan mereka.

-------------

Seoul terlihat seperti bintang, kerlap-kerlip jika dilihat dari apartement lelaki dengan kulit putih pucat itu.

Sedari tadi, ia hanya melamun. Berdiri, dengan selimut tipis yang membungkusnya.

Ia sangat menyesali perkataannya. Pastinya, ia telah melukai hati seseorang yang di cintainya.

Lelaki bersurai terang ini tersenyum miring. Menatap bayangannya pada kaca apartement yang tembus pandang. Ya, karena sudah malam jadi ia bisa melihat bayangannya walau tidak jelas.

"Jimin-ah, besok kau harus sekolah." Ucap Yoongi, ia baru membuka mulutnya setelah melihat Jimin yang tiba-tiba tersenyum seperti orang gila.

Sedari tadi, Yoongi hanya duduk sandaran di sofa empuk miliknya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya prihatin melihat Jimin.

"Pulang sekolah, kau juga harus datang ke BigHit untuk berlatih." Ucap Yoongi lagi.

Jimin memutar badannya, menatap Yoongi dengan tatapan sayu. Tatapan hilang harapan. Tentu saja, Jimin sendiri yang membuat harapannya hilang.

"Aku akan meluruskan semuanya." Ucap Jimin dengan suara pelan.

"Meluruskan apa lagi, bodoh? Sudah jelas itu bukan salah paham, kau memang benar mencium Jennie kan?" Yoongi terkekeh, seolah ucapan Jimin tidak masuk akal.

"Maksudku, aku tidak ingin berhubungan dengan Jennie lagi." Ucap Jimin enteng.

Yoongi beranjak dari sofa, ia terkejut. Kenapa temannya yang satu ini sangat bodoh sekali sih? Sudah berapa kali Yoongi menggelengkan kepalanya.

"Sama saja. Kau seperti memberi harapan pada Jennie dengan cara menciumnya. Lalu, membuatnya terbang tinggi dan seketika tidak mau berhubungan lagi? Membuatnya jatuh ke dasar jurang, begitu? Dia bukan mainan. Maksudku, semua wanita bukan mainan, bodoh!" Yoongi mengacak-acak rambutnya frustasi.

Jimin hanya tersenyum miriny mendengarnya, "Aku tidak peduli. Aku menciumnya di luar kendali."

"Park Jimin!" Yoongi benar-benar tidak mengerti lagi dengan Jimin. Jika bukan temannya, mungkin Jimin sudah babak belur sekarang ini.

"Aku tidak peduli, hyung. Selama aku bisa mendapatkan Yoora kembali."

"Kau sinting!"

"Geureseo wae? Iya, aku gila. Aku sinting. Aku merasa seperti aku akan mati jika Yoora tidak ada di sisiku!" Teriak Jimin. Ia bahkan terlihat sangat emosi saat melontarkan perkataan itu. (Lalu kenapa)

Yoongi bergeming. Tidak, ia tidak bisa melawan Jimin yang keras kepala.

"Terserah." Yoongi meninggalkan Jimin, lelaki itu berniat menuju kamarnya dan pergi tidur.

Tapi, Yoongi menghentikan langkahnya saat ia teringat sesuatu. Segera, ia memutar badannya.

"Daniel tadi meneleponku dengan emosi, dia bilang Yoora mimisan parah setelah pulang dari apartementku. Ia juga pingsan di halte bus dan dibawa ke rumah sakit oleh Jungkook. Sekarang, semakin sulit kaumendapatkan simpati dari Daniel."

"J-jungkook?" Jimin memastikan ucapan Yoongi. Nama orang yang tersebut dalam erkataannya barusan itu.

Yoongi mengangguk, kemudian ia membalikan badannya dan kali ini bemar-benar memasuki kamarnya.

Jimin tidak berkata apapun setelah bertanya, yang ia lalukan hanyalah mengerutkan dahinya.

"Gaesekki." Gumamnya pelan. Sorot matanya terlihat kesal.

Jimin membalikan badannya, ia kembali memandang kota Seoul di hadapannya. Mungkin gerak gerik lelaki ini terlihat sangat nyantai. Namun, jangan salah. Jimin tidak berhenti berpikir dan ia mengepalkan kedua tangannya semenjak Yoongi menyebut nama Jungkook.

"Aku harus lebih cepat." Gumam Jimin.

Kemudian, lelaki itu menatap ponselnya yang menganggur. Ia benar-benar akan mengakhiri semuanya dengan Jennie.

Dengan cepat, Jimin meraih ponselnya. Menekan nomor seseorang dan segera meneleponnya.

Jimin menempelkan speaker ponselnya pada telinga kanannya. Ia juga menggigit bibir bawahnya, berharap seseorang yang diteleponnya segera menjawab panggilannya.

Tut..

Tut..

"Yeobus-"

"Jennie-ah."







He was determined. Jimin is still Jimin, he will make the girl fall to the bottom of the cliff now.

------------------

To be continue~
Vote and spam comment for fast update~
Xx,
Chelsea.



Jimra? Yoormin?

JungRa? Yookook?

Atau..

YooNiel? Danra? Wkwkw~

Yang ngefollow karena chapternya ada yang aku private doang. Ketauan kok.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro