2🔽

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam ke-63

Udara terasa semakin dingin seiring dengan gelapnya hari. Sisa kayu bajar kami habis terpakai malam sebelumnya sehingga kami terpaksa mencari ranting-ranting di hutan yang lebih dalam.

Kami? Ya kami. Ah, maksudku aku dan pria menjengkelkan disebelahku.

Entah sudah berapa lama aku terperangkap bersamanya, hanya berdua di hutan tak berujung ini. Setiap hari, kami mencari jalan keluar, namun rasanya semakin kami memasuki hutan, semakin tersesatlah kami.

"Ayo balik," ucap Sam-- si pemurung itu-- sambil mengangkat kayu-kayu yang sudah kami tumpuk.

"Bagaimana dengan persediaan besok? Kau tahu ini tak akan cukup untuk dua hari."

"Jadi kau masih ingin mencari kayu di malam yang gelap seperti ini? Terserah saja, yang penting aku akan kembali."

Itulah mengapa aku menyebutnya menjengkelkan. Ia memang menyebalkan terkadang.

Terpaksalah aku balik karena hanya Sam yang mengetahui jalannya.

Sesampainya di kemah kecil kami, Sam mulai membuat api, sedangkan aku hanya bisa melihat saja.

Sesekali, pandanganku terangkat melihat langit. Satu yang kulihat, bintang-bintang yang berkelap-kelip. Rasanya, mereka seakan tak pernah meninggalku. Setiap malam mereka muncul, membawa harapan baru bagiku. Harapan untuk bisa pulang.

Aku rindu melihat bintang dari atap rumahku. Tempat tinggalku cukup jauh dari pusat kota, sehingga udara masih bersih.

Aku hanya bisa tersenyum kecil sambil merebahkan diriku di matras yang aku bawa.

Entah mengapa, malam ini aku terbeban sekali untuk tidur, padahal aku sudah mencoba memejamkan mata berulang kali. Biasanya dulu, Ayah selalu menceritakanku cerita dongeng sehingga aku tertidur lelap. Kini, yang terdengar hanyalah deruan angin malam dan suara jangkrik yang membuatnya terkesan begitu sunyi dan membosankan.

Aku melirik kearah Sam. Ia juga belum tidur. Bahkan, ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Sam," aku mencoba memanggilnya.

"Hmm?"

"Menurutmu, kapan kita akan pulang?"

Aku menanyakan satu pertanyaan yang seketika terlintas di benakku.

"Entahlah, secepatnya kuharap."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro