BWIL - 5. Dimanja

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pada dasarnya, setiap manusia punya citra baik yang sengaja dibangun untuk menutupi sisi gelap dirinya."

- BWIL -

"Bang Marchel! Baaang!"

Brandon mengernyit, mengusap pelan sebelah telinganya yang mendadak panas karena suara melengking makhluk di depannya. Entah gadis ini bodoh atau telmi, setelan kemeja dan jas di tangan kakaknya tadi pagi, apa tidak cukup membuat dia mengerti kalau hari ini Marchel pergi ke rumah sakit.

"Percuma. Marchel gak di rumah, dia berangkat kerja."

Brandon menatap sekilas wajah merah padam Dara, lalu beralih ke kantong kresek yang ada di tangan wanitanya. "Itu kenapa gak di makan?"

Dara mengikuti arah pandang Brandon. Dengan acuh, ia melanjutkan langkah menaiki anak tangga lalu menjawab, "Belum laper."

"Jangan bohong." Brandon mencekal pergelangan tangan kiri Dara, menghambat langkahnya.

"Saya tau kamu belum sarapan."

Dara berkedip, dari tatapan tajam pria di hadapannya. Dia menoleh kesana-kemari menghindari manik Brandon. Suaranya bergetar, gugup. "Le. Lepasin lah. Gue lagi gak mood makan."

Brandon tak merubah raut wajah ataupun cekalan tangannya. Dia berbalik, berjalan menuruni anak tangga. "Ayo, sekarang waktunya sarapan."

"Ih, apasih tarik-tarik gitu. Lepasin dong, Om!" Teriakan Dara menggema di penjuru ruangan bersama dengan Brandon yang meelpas cekalan, beralih menyahut kantong kresek dari tangan Dara.

"Gurame asam manis kamu, mau saya sumbangin ke kucing depan pager tadi. Jangan kamu tangisin."

Brandon bergegas menjauhi anak tangga. Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah cepat di belakangnya. Brandon tahu, Dara mengejar santapan pagi yang ada di tangannya.

"Sini-sini kok dikasih kucing, sih."

"Kamu gak mau, kan? Yaudah, daripada basi gak ada yang makan."

Dia mendesis, memasang wajah sebal. "Gue yang makan. Lagian gak bilang kalo isinya gurame."

"Kamu kenapa gak nanya saya?"

"Ya mana gue tau."

"Makanya nanya."

"Males ngomong sama om-om."

Suasana hening. Anak ingusan itu menatap dengan wajah menyebalkan, kemudian berlalu menuju meja makan. Sungguh, kurang ajar sekali. Sedang mengejek, huh. Sialan. Anak siapa sebenarnya dia ini. Gak ada sopan santun sama sekali. Gemas, Brandon gemas sekali ingin membentak dia di depan wajahnya.

Detik berlalu menjadi menit. Hampir seperempat jam Brandon duduk diam di meja makan, menemani Dara sarapan. Bukan apa-apa, hanya saja ... membangun citra baik itu penting bukan, meski hanya sekadar di hadapan pembantu rumah Marchel. Bagaimanapun, asisten rumah ini punya mulut yang sewaktu-waktu bisa mengadu pada Marchel. Brandon tak ingin sahabatnya tau, kalau dia bersikap tidak baik pada adik kesayangannya.

"Om kenapa gak berangkat ngantor?"

Hening, hanya ada suara sapu kerik beradu dengan tanah. Tukang kebun rumah, pasti sedang menyapu halaman belakang.

Dara melirik lalu kembali menyantap suapan terakhir nasinya. "Om kenapa nungguin gue makan di sini? Gak ada kerjaan ya."

Brandon masih diam sambil melihat ke arah Dara dengan bersedekap. Gadis itu meletakkan gelas kasar, lalu mengusap bibirnya dengan punggung tangan. "Budek. Goblok juga guenya, pake ngajak ngomong orang conge'an."

Mulutnya kaya sikat, kasar banget, batin Brandon.

"Tadi ada yang bilang males ngomong sama saya."

Manik Dara melirik ke kanan ke kiri, sebelah tangannya menggaruk rambut hingga helaiannya terjatuh ke sisi wajah. "Yaa, ya itukan tadi. Aeeelah baper amat sih, Om."

Liat, dia gak punya tata krama. Sendawa sembarangan, makan sambil bicara, kakinya itu... dinaikin kaya anak jalanan lagi makan di warkop. Brandon tak habis pikir, sebenarnya Dara ini anak cewek apa anak cowok. Gak ada kalem-kalemnya sama sekali.

"... kan malu gue sama anak kampus. Ya wajarlah kalo gue kesel ke lo. Kok malah jadi elo yang jutek, dih."

Cukup sudah Brandon mendengarkan ocehannya. Dia berdiri, mengitari kursi gadis itu. Menurunkan kasar kaki Dara dari kursi, membenarkan kain rok yang tersingkap.

Lalu membungkuk dan berbisik, "Duduk yang benar. Saya bisa lihat noda merah di sana. Kamu lagi haid?"
Manik sipit itu melebar sempurna, bibirnya separuh terbuka dan dia lantas mendorong bahu Brandon menjauh.

"Dasar Om-om mesum!" Teriaknya kencang sambil berlalu dari meja makan.

Brandon terkekeh memandang kepergiannya. Lihat, noda merah pekat meninggalkan jejak sangat jelas di roknya. Dara itu polos sekali. Siapa juga yang bisa lihat paha dia, kalau Brandon saja duduk tepat di hadapannya.

Berselang beberapa menit, Brandon yang sedang memeriksa beberapa dokumen di laptopnya terkejut dengan suara benda berdebum kencang. Astaga apa itu. Bergegas keluar kamar, ternyata ada Dara di pinggiran balkon lantai dua.

Brandon mendekat, melihat ke lantai satu. Rahangnya mengeras, ia langsung menarik kasar tangan Dara saat gadis itu hendak beranjak pergi.

"Saya gak minta kamu buat ngerusak kopernya."

Menghempaskan tangan Brandon, Dar tersenyum miring. "Gue gak mau pindah rumah. Apalagi ke rumah lo!"

"Saya gak lagi minta izin kamu. Saya ini suami kamu, saya berhak minta kamu pindah ke runah saya. Dan kamu wajib me-"

"Membantahnya? Oiiya pasti itu," sela Dara.

"Terserah kamu mau bawa baju atau enggak. Yang jelas, besok kamu harus ikut saya pulang ke rumah, Marchel juga setuju dengan itu."

Tersenyum lebar, Dara berujar, "Kalo gue gak mau, lo mau apa? Kak Marchel gak bakal paksa gue."

"Saya yang maksa kamu."

"Bodo! Gue gak mau ya, gak mau!"

***

Brandon menatap lelah pintu kamar Dara. Sudah sejak jam makan siang sampai menjelang malam, dia masih mengurung diri di kamar. Selama itu juga Brandon duduk di sofa lantai dua, menunggunya. Sesekali Brandon menunduk, memainkan ponselnya.

Cklek

Pintu kamar terbuka, Dara menuruni anak tangga seraya meneriakkan nama Marchel. Jadi, kakak iparnya sudah pulang.

Menghela napas berat, ia segera menuruni anak tangga, menyusul istrinya. Ruang tamu, ruang keluarga, teras rumah, halaman belakang, sampai dapur, adik-kakak itu tidak ada di mana-mana. Secepat itu? Hilang ke mana mereka. Di meja makan, hanya ada dua anak Marchel juga istrinya. Mungkin saja dia tahu.

“Dara sama Marchel ke mana?” celetukan Brandon sedikit membuat Maya tersentak.

Dia menoleh ragu pada Brandon. Kembali menata makanan untuk anaknya lalu menjawab, “Ada di kamar, mereka lagi ngobrol.”

Tak ada yang baik-baik saja, ketika seseorang mulai mengadu. Pasti yang diceritakan hanya sisi buruknya saja. Brandon yakin itu, seratus persen. Dan terbukti, di sinilah sekarang dirinya. Di teras rumah bersama Marchel.

“Gini Bro, sebenernya gue gak enak nih ngomong begini. Tapi, Dara minta waktu buat pindah ke rumah lo. Dia belum siap. Lo, lo tentu bakal tetep tinggal di sini selama Dara di sini.”

Marchel mengehla napas panjang. “Kasih adek gue waktu. Gue gak bisa liat dia sedih kaya begitu.”

Apa? Kalimat macam apa yang terakhir itu. “Lo gak percaya sama gue, Chel?”

“Gue ini suaminya, dia jadi tanggung jawab gue. Bukan lo lagi, Chel.”

“Iya gue tau, gue ngerti itu.” Marchel menoleh. “Tapi gue gak bisa ngelawan Dara, terakhir kali dikerasin, dia kabur dari rumah dua hari. Balik-balik mabok, bawa pacarnya yang brengsek itu ke rumah. Telanjang bulet, naena dengan enjoy-nya di ruang tamu, kan gila.”

“Lo tau, pas gue tanya kenapa dia pulang-pulang mabok. Adek gue malah jawab, ‘Sebenernya pas itu niatnya mau ke apart Satya, tapi salah kasih alamat, malah ke rumah papa’ Gue hampir gila dengernya.”

Keadaan hening. Brandon baru tahu hal ini, ya, cukup mengejutkan memang. Tapi kalau salah tetep dituruti, Dara akan terus minta lebih dan lebih.

“Lo kok manjain Dara, Chel? Bukannya bener, dia bakal makin ngelunjak nanti.”

Marchel menggeleng menedengar penuturan adik iparnya. “Dara gak bisa dikasarin, gak bisa dibentak. Enggak nangis emang, tapi malah makin berontak.”

Brandon tahu kemana maksud pembicaraan Marchel. “Maksud lo, pake perasaan gitu?”

To be Continue ...

😚 kiss jauh buat yang udah setia menunggu. Apalagi yang udah rajin komen, double kiss //muah muah.
Semua komenannya bikin mesam-mesem sendiri, huaaa makaciii dan maaf karena enggak aku bales. Bukannya sibuk atau gimana, enggak. Cuma ... bingung aja gitu pas mau komen balik 🙈

Udah deh segitu aja.
See you next chapter!

19 April 2021
23.08 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro