🌷Chap 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selama berada di dunia cerita, [Name] mendapatkan banyak pengalaman menarik, baik bersama Iori, Akihiro maupun Riku. Pengalaman tersebut meliputi memanah, berkuda, berburu, memberi intruksi kepada seluruh lapisan dan sebagainya. Selain itu dapat sebuah makna setiap pengalaman yang ia lalui. Rasa-rasanya, [Name] ingin tinggal di sini terus-menerus, rasa nyaman akan kehidupannya sebagai seorang Ratu membuatnya betah.

Di hari ke-14, [Name] dengan gaun simple namun bermodis sedang duduk di sebuah ayunan yang terletak di taman kerajaan. Ia mengayunkan ayunan tersebut dengan pelan, menikmati setiap gerakan dengan khidmat. Hari ini terlihat begitu cerah, langit terlihat nirmala tanpa ada noda putih sedikitpun, berwarna biru cerah dengan matahari bersinar begitu terang.

Bibir mungilnya mengeluarkan senandung kecil, senandung sebuah lagu favorite-nya, lagu berasal dari negara tetangga, Korea Selatan.

"Maeumi sarangeul ttareuni ..."

Senandungnya terdengar syahdu, lirik tersebut tidak membuatnya kesulitan untuk mengucapkannya, meskipun dirinya merupakan orang Jepang. Sepertinya dirinya telah terbiasa mengucapkan sesuatu menggunakan bahasa Korea, disebabkan setiap lirik yang dilafalkannya terdengar begitu fasih, seakan-akan yang menyanyikannya orang Korea asli.

"Haruga gago bami omyeon ..."

"Lagu apa yang kau senandungkan, [Name]?"

Sebuah suara berat menginstrupsi nyanyian cantik wanita bemanik cokelat madu, wanita tersebut segera menoleh ke arah kiri dan mendapati seorang raja dengan mahkota di kepalanya sedang menatapnya dengan wajah bertanya.

"Akihiro," gumam pelan [Name] sembari menghentikan ayunannya, bangun lalu membalas tatapan tersebut dengan anggun.

"Aku hanya menyanyikan lagu kesukaanku saja," jawab [Name] mengundang rasa penasaran begitu besar seorang raja sekaligus suaminya, Akihiro.

"Lagu apa itu?" tanya Akihiro penasaran.

"Lagu ... Fox Rain, apa kau ingin mendengarnya?"

Akihiro menjawabnya dengan anggukan pelan, [Name] yang telah melihat anggukan tersebut mulai bersiap untuk menyanyikannya lagi.

"Sarangeul ajik nan mollaseo ...." Nada pertama yang [Name] ambil begitu rendah, suaranya keluar tanpa terdengar ada getaran sama sekali.

"Deoneun gakkai motgayo ...."

[Name] mulai menggerakkan anggota tubuhnya melakukan sebuah gerakan lemah gemulai, menari. Wanita tersebut bernyanyi sembari menari, tariannya begitu pelan, lemah lembut, mengikuti nada lagu yang ia nyanyikan. Akihiro menatap istrinya dengan tatapan kagum, tak menyangka bahwa istrinya bisa melakukan dua kegiatan dengan baik.

"Haruga gago bami omyeon ...," senandung [Name] sembari memutar pelan. Di saat memutar itulah, [Name] merasakan ada tangan yang memegang tangan kirinya, lalu sebuah tangan melingkar di pinggang rampingnya. Saat melihat siapakah yang melakukan tersebut, ternyata Nanase Akihiro lah yang melakukannya.

"Maukah kau berdansa denganku, Ratuku?" tawar Akihiro dengan gaya wibawa dan khas kebangsawannya. [Name] mengerjapkan matanya beberapa kali, membiarkan pikirannya mencerna maksud dari suaminya.

"Berdansa? Tetapi ... aku tidak mahir berdansa," lugas [Name] dengan nada pelan.

"Kau menari dengan anggun tadi, aku yakin kau bisa berdansa seperti itu."

[Name] menatapnya dengan tatapan 'aku tidak mahir berdansa', sebelum dirinya membuka suara lagi, Akihiro mendahuluinya.

"Tetapi, jika kau benar-benar tidak mahir berdansa, aku bisa mengajarkanmu sekarang. Apa kau mau?"

[Name] kembali mengerjapkan matanya, berpikir untuk menjawab tawaran dari Akihiro.

'Tawaran yang menarik, lagipula aku pasti akan membutuhkan ajaran berdansa itu suatu hari nanti,' pikirnya sembari tersenyum kecil.

"Jadi bagaimana, [Name]?" tanya Akihiro sekali lagi.

"Aku mau, Rajaku." [Name] menjawabnya dengan senyuman kecil anggun miliknya. Akihiro membalas senyuman tersebut dengan berwibawa.

Pasangan Raja dan Ratu itupun memulai kegiatan ajar-mengajar berdansa, berkali-kali [Name] melakukan kesalahan, namun dengan kesabaran begitu luar biasa, Akihiro kembali mengajarkan serta memberitahu di mana letak kesalahannya.

Satu jam berlalu, tetapi [Name] masih belum bisa berdansa. Mereka berhenti berdansa dan saling berdiam diri, tak ada yang membuka percakapan.

Wuss ...

Srek! Srek!

Desiran angin lembut beserta suara gesekan antar ranting pohon menjadi pengiring kesunyian kedua pemimpin negeri ini. Gaun yang [Name] kenakan mulai berkibar pelan, mengikuti arah desiran angin. Rambut panjang yang tertata rapi kini mulai berantakan disebabkan oleh pergerakan angin.

"[Name]," panggil Akihiro membuat si empu nama tersentak.

"Ya, Akihiro?"

"Apa yang sedang kaupikirkan?"

[Name] menggeleng pelan, "Tidak ada, hanya saja aku ingin minta maaf kepadamu."

"Minta maaf kepadaku? Untuk apa?" tanya Akihiro tak mengerti.

"Maaf karena kau telah susah payah mengajarkanku berdansa, tetapi aku berulang kali mengacaukannya. Aku seperti telah menghancurkan bayangan indah milikmu, maaf, Akihiro." [Name] tertunduk bersalah, memang apa yang dirasakannya begitu adanya. Rasa bersalah dikarenakan telah menghancurkan ekspetasi milik Akihiro bahwasannya setelah diajari berulang kali, dirinya bisa mengikuti dengan baik.

Puk!

Sebuah tangan menyapa pipi mulus dan putih milik [Name], dirinya melirik ke arah tangan tersebut. 'Apa ini tangan Akihiro?'

"[Name], aku tidak masalah jikalau harus mengajarimu seribu ataupun sepuluh ribu kali."

"Eh?" [Name] mulai mengangkat kepalanya, menatap Akihiro dengan tatapan tak mengerti.

"Aku sama sekali tidak masalah, justru aku begitu senang dikarenakan bisa menghabiskan waktu bersamamu, hanya berdua di sini." Akihiro menggerakkan tangannya, mengelus pipi sang istri dengan lembut.

"Jangan merasa bersalah seperti itu, kau tahu? Tidak ada di dunia ini yang serba instan, pasti akan mengalami proses baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, meskipun paling banyak proses dalam jangka panjang. Setiap proses memiliki hikmah tersendiri, setiap proses membuat kita menjadi lebih baik lagi. Jadi jangan merasa bersalah, ya?" jelas Akihiro dengan lembut.

[Name] diam, mencerna setiap kata maupun kalimat yang terucap dari Akihiro. Tanpa sebuah aba-aba, ia merasakan hangat menjalar di dalam dirinya maupun wajahnya. Perlahan sebuah senyuman tipis terbit di wajahnya, ia mengangguk pelan. "Aku mengerti, terima kasih atas pengertianmu."

Akihiro mengangguk pelan, tangannya masih mengelus wajah [Name] dengan lembut. "Aku ingin kembali ke dalam kerajaan, apa kau mau ikut?"

"Tidak, aku ingin di sini. Menikmati keindahan hari ini," tolak [Name] dengan halus. Akihiro sekali lagi mengangguk, kedua tangannya menangkup wajah cantik wanita bermanik cokelat madu.

Cup

Sebuah kecupan lembut mendarat di dahi [Name], hal itu membuat pemilik dahi, [Name] gelapan serta memanas di seluruh wajahnya. Akihiro menghentikan kecupan tersebut, lalu pergi meninggalkan [Name] sendirian di taman dengan wajah semerah kepiting rebus.

TBC

926 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro