Itik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

8 November 2019

________________________

breathing out

________________________

            "Anak-anakmu cantik sekali!" kata induk ayam. "Mengapa kau tidak membawa mereka pergi berjalan-jalan untuk melihat dunia luar?"

Induk itik menggeleng. "Masih ada satu telur yang belum menetas."

Induk ayam memandang curiga telur yang sedang dierami induk itik. "Apa kau yakin itu telurmu? Ukurannya lebih besar, dan dia menetas lebih lama dari yang lainnya. Sudah, tinggalkan saja. Kasihan anak-anakmu yang lain."

Induk itik memperhatikan anak-anaknya yang sedang berciap-ciap di sekelilingnya. "Tapi telur yang ini juga anakku."

"Ah, terserah kau saja," kata induk ayam, meninggalkan induk itik.

Induk itik menatap kepergian temannya dengan sedih, tapi dia tidak bisa menyusul karena telur yang dieraminya masih belum menetas.

Tunggu. Telur itu mulail bergerak.

Induk itik memperhatikan dengan girang saat telur itu pecah. Berharap-harap cemas, induk itik menunggu anaknya yang terakhir keluar.

Itik bungsu menjalani langkah pertamanya dengan malu-malu. Anak-anak itik lainnya menertawai kecanggungannya.

"Lihat!" teriak seorang anak itik. "Bulu-bulunya kelabu, jelek sekali!"

"Lihat!" teriak anak itik yang lain. "Tubuhnya besar sekali, dasar jelek!"

Induk itik merasa sangat sedih. Itik bungsu memang terlihat berbeda dari anak-anaknya yang lain. Induk itik mulai merasa curiga itik bungsu bukan anaknya.

"Ayo, anak-anak," kata induk itik, menutupi kesedihannya. "Ibu akan mengajak kalian berenang."

Induk itik memimpin jalan ke sungai. Anak-anaknya mengikuti induk mereka dengan bersemangat sambil meledek itik bungsu.

"Cara berjalannya aneh!" kata salah satu anak itik.

"Sayap-sayapnya kebesaran!" kata yang lain.

Induk itik mendengarkan itu semua dengan sedih.

Sungai nyaris tak berarus sewaktu induk itik dan anak-anaknya sampai ke sana. Induk itik mencemplungkan dirinya ke air, menunjukkan pada anak-anaknya bagaimana caranya agar tidak tenggelam.

Diperhatikannnya satu per satu anaknya mulai mengikuti jejaknya. Hanya tersisa si itik bungsu di pinggir sungai sementara anak-anaknya yang lain bermain di air dengan riang gembira.

"Kalau dia ternyata tidak bisa berenang," kata induk itik, "itu berarti dia bukan anakku."

Tapi lalu itik bungsu menceburkan diri ke sungai, dia dapat berenang sebaik anak-anak itik lainnya. Induk itik merasa sangat lega. Ternyata memang itik bungsu adalah anaknya.

Akan tetapi, tidak semuanya setuju tentang itu. Keluarga ayam mengejek itik bungsu habis-habisan. Anak-anak itik yang lain juga tak henti-hentinya menghina adik mereka. Itik bungsu kini dijuluki Itik Buruk Rupa.

Suatu hari, Itik Buruk Rupa tidak tahan lagi. Pada malam hari, diam-diam dia menyusup keluar dari tempatnya tinggal, berharap bisa menemukan makhluk yang mau menerima kondisinya yang jelek.

"Wah, kau jelek sekali," kata seekor angsa yang ditemui Itik Buruk Rupa dalam perjalanannya. "Memangnya nanti akan ada yang mau menikah denganmu?"

Teman si angsa terkekeh-kekeh. Itik Buruk Rupa menunduk dengan sedih, tapi dia dikejutkan oleh bunyi letusan senapan. Kedua angsa langsung terbang menjauh. Pemburu melewati Itik Buruk Rupa bersama anjing-anjingnya, mengejar angsa-angsa itu.

Itik Buruk Rupa mengeluh, "Bahkan anjing-anjing itu tidak mau mengejarku karena aku buruk rupa."

Itik Buruk Rupa melanjutkan perjalanannya. Di tengah hutan, sebuah gubuk reyot berdiri. Itik Buruk Rupa menyusup masuk untuk beristirahat.

"Wah, wah, ada siapa ini?" tanya nenek penghuni gubuk itu. "Seekor ayam betina! Hari ini memang hari keberuntunganku." Nenek mengangkat Itik Buruk Rupa dan menaruhnya di atas tumpukan jerami. "Nah, baik-baiklah di situ. Segera bertelur!"

Itik Buruk Rupa bingung. "Aku bukan ayam betina!"

"Lalu kau itu apa?" tanya seekor kucing yang rupanya peliharaan si nenek.

Itik Buruk Rupa tak bisa menjawab.

"Mata Nenek sudah rabun, tapi dia tidak mungkin salah mengenalimu," kata si kucing. "Apa kau memiliki ekor panjang dan bulu-ulu lembut, serta mendengkur ketika diusap?"

"Tidak," jawab Itik Buruk Rupa.

"Maka pastilah kau seekor ayam betina," kata kucing. "Mulai sekarang, kau akan menjadi peliharaan Nenek. Bersikaplah yang baik!"

"Tapi aku tidak mau tinggal selamanya di sini!"

"Kalau begitu, cepatlah bertelur," kata si kucing, lalu pergi.

Itik Buruk Rupa mencoba dari hari ke hari, tapi dia tak bisa mengeluarkan telur. Pada suatu pagi yang dingin, akhirnya Itik Buruk Rupa menyelinap keluar.

Musim dingin telah datang. Itik Buruk Rupa yang malang segera membeku di udara luar. Seorang laki-laki menemukannya, memecahkan es yang menyelubunginya dan membawa Itik Buruk Rupa pulang dalam mantelnya yang hangat untuk dijadikan mainan oleh anak-anaknya.

"Hore!" kata si anak laki-laki. "Itik yang jelek!"

"Ih, apa ini?" kata si anak perempuan dengan jijik. "Dia jelek sekali!"

Tangan-tangan mungil keduanya menggapai-gapai untuk menyentuh Itik Buruk Rupa. Itik Buruk Rupa melompat menghindar, dia mendarat di gundukan putih yang mengepul begitu dia terhempas di atasnya.

"Itu tepung Ibu!" jerit si anak perempuan. "Kejar dia!"

Itik Buruk Rupa melarikan diri dari si anak laki-laki dan si anak perempuan. Saat dia keluar, rupanya musim dingin telah berlalu. Itik Buruk Rupa menemukan sebuah sungai yang sepi.

"Mulai sekarang, aku akan tinggal di sini," kata Itik Buruk Rupa.

Tahun-tahun berlalu cepat. Suatu hari, Itik Buruk Rupa menyadari tempat tinggalnya sudah tidak aman lagi. Ada segerombolan angsa mendatangi tempat itu. Dengan panik, Itik Buruk Rupa berusaha melarikan diri. Dia tak ingin diejek lagi.

"Hei, Sobat," kata seekor angsa ramah. "Kau datang duluan?"

Itik Buruk Rupa tidak mengerti mengapa angsa itu bisa seramah itu. Dia menunduk karena malu, lalu melihat bayangannya sendiri di air.

Balik menatapnya, adalah seekor angsa putih bersih yang anggun. "Aku bukan Itik Buruk Rupa!" teriaknya bangga. "Aku adalah seekor angsa!"

___________

ditulis ulang dari The Ugly Duckling karya Hans Andersen

___________

Saia suka tema hari ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro