Bride - 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ngomong-ngomong, dimana Butpo?

Karena keasikan menonton film The Notebook, Giselle dan Anna tidak sadar bahwa waktu berjalan sedemikian cepatnya. Mereka terlalu sibuk menyeka air mata hingga tidak mendengar panggilan Jude dari arah dapur. Sedangkan Karen sudah kabur ke kamarnya karena tidak tahan melihat kedua saudarinya yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Menangis hanya karena sebuah film romantis. Lucu sekali.

Jude yang tidak sabar, masuk ke kamar Giselle setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali. "Apa yang kalian lakukan sebenarnya?"

Giselle mendongak sekilas, sedangkan Anna cepat-cepat menghapus air matanya. Jude masih di sana menunggu salah satu dari mereka menjawab.

"Kami hanya menonton film," jawab Giselle. "Kenapa paman kemari?"

"Aku sudah memanggil-manggil kalian sebanyak ratusan kali, dan sepertinya kalian terlalu asik menonton."

"Ahh ya, sekarang kami selesai."

Jude mengganguk. Sepertinya memang begitu. "Apa kalian melihat Butpo? Kucing itu tidak menyentuh sarapannya."

Anna masih berusaha mengusap sisa-sisa air matanya, sedangkan Giselle terdiam sambil berpikir. Terus terang saja, dia bahkan lupa bahwa ada kucing tetangga yang ikut liburan dengannya. Terakhir kali ia melihat Butpo bergelung di kaki Karen tadi malam. Tetapi tidak mungkin Butpo berada di kamar Karen. Karena Butpo pasti sudah ditendang keluar atau dilempar lewat jendela. 

Jude mendesah, sepertinya tidak ada satupun dari mereka yang memperhatikan Butpo. "Cari Butpo atau kalian tidak akan mendapatkan makan siang."

Giselle dan Anna tidak sempat protes karena Jude sudah menutup pintu kamar terlebih dahulu. Mereka berdua saling pandang dan sepakat bahwa semua ini gara-gara Karen. Dia yang mengusulkan ide membawa Butpo ikut berlibur.

Tapi dimana Karen?

.
.
.

Dengan berjalan sedikit tergesa-gesa, Karen melewati sisi kanan rumah singgah menuju ke jalan raya yang berjarak beberapa meter dari sana. Dia tidak berniat melanggar aturan yang dibuat oleh Jude. Dia hanya terlalu bosan berada di rumah. Bukankah sekarang mereka sedang liburan? jadi, Karen yakin bahwa tidak masalah jika dia berjalan-jalan sebentar. Karen berjanji pada dirinya sendiri akan pulang sebelum makan malam. Lagipula, dia hanya ingin melihat-lihat lingkungan yang mereka tinggali.

Sangat mengejutkan sebenarnya. Glasfire merupakan kota yang cukup cantik dan indah untuk berlibur. Namun, dia tidak pernah mendengar kota ini sebelumnya sampai Kyrei mengusulkan untuk berlibur ke tempat ini. Jujur saja, Glasfire juga cukup menyeramkan meskipun matahari masih terik di atas kepalamu. Khususnya dibagian barat. Seperti ada sebuah awan gelap yang menaungi tempat itu. Karen bahkan bisa melihat awan itu bergelung beberapa kali dan berputar-putar di satu titik. Rasa-rasanya dia bisa mati penasaran jika tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana. Atau apa yang sebenarnya berada di sana. 

'Dan kalian di larang pergi kearah barat ' 

Kalimat itu seketika menjadi sebuah rem cakram untuk kaki Karen yang baru saja hendak melangkah. Jude bisa marah besar jika Karen melanggar peraturan itu. Bisa-bisa mereka dipulangkan detik itu juga. Tapi bukankah itu baik? Lagipula, dari awal Karen tidak menyetujui liburan konyol ini. Yah! Meskipun melegakan keluar dari kota Flirk pada musim panas.

Pada akhirnya Karen melangkah juga, tetapi mengambil arah yang berlawanan. Dia menuju ke arah timur yang menurutnya lebih sejuk. Akan tetapi Karen enggan melirik satu-satunya rumah tetangga yang dia jumpai sebelumnya. Kalian masih inggat kan? Pria gendut yang memiliki sisik di lengannya. Meskipun Karen tidak yakin akan pengelihatannya, dia tetap memilih untuk menjauhi rumah itu.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh menit, Karen menemukan sesuatu yang menurutnya mengagumkan. Dia tidak pernah tahu bahwa ada gunung es di Glasfire. Siapa sih yang memberi nama kota ini Glasfire?

Karen terheran-heran. Bagaimana bongkahan-bongkahan es ini tidak mencair di bawah terik sinar matahari. Dia menengadahkan kepalanya, mencoba merasakan panas sinar matahari menusuk kulit wajahnya.

Redup.

Karen mengeryitkan dahi, terkejut hingga hampir terjungkal kebelakang ketika sesosok makhluk tiba-tiba menghalangi pandangannya.

Dia seorang pemuda dengan tinggi badan sekitar 182 cm. Berkulit cokelat seksi dengan senyum yang merekah bak bunga matahari.

"Haiii," sapanya.

Karen bergegas melepaskan diri dari kedua tangan yang menopangnya itu. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, seolah-olah tidak percaya bahwa ada manusia selain dirinya. Sedangkan pemuda itu masih memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi seolah-olah sedang melakukan syuting iklan pasta gigi.

"Bisakah kamu berhenti tersenyum?" hardik Karen. "Siapa kamu? Dan sedang apa kamu di sini?"

Pemuda itu masih tersenyum, tetapi kini di barengi dengan tawa geli. "Namaku Noah, dan aku tinggal di dekat sini," jawab pemuda itu. "Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang dilakukan seorang gadis di tengah hutan seperti ini?"

"Apa kamu tersesat?" tanya Noah.

"Kamu pikir aku bodoh?" Karen memutar bola matanya jengkel, kemudian menengok kebelakang. Jika di pikir-pikir lagi, Karen tidak ingat jalan mana yang ia lalui tadi. Masak iya, aku tersesat?

"Maukah kamu mampir ke rumahku?" tanya Noah bersemangat.

Belom sempat Karen menjawab, Noah sudah menarik tangan Karen seolah-olah mereka sudah berteman akrab. Karen yang shok hanya bisa melongo dan mengikuti kemana Noah membawanya.

Menakjubkan.

Satu kata itulah yang dari tadi berputar-putar di kepala Karen. Selama hidupnya dia tidak pernah melihat rumah yang terbuat dari bongkahan es berwarna-warni. Rumah dua lantai, terbuat dari balok es berwarna biru cerah. Dan satu lagi yang mengherankan. Karen samasekali tidak merasa kedinginan. Dia seperti berada dalam negeri dongeng. Tempat itu benar-benar menakjubkan.

Bukan hanya rumahnya saja yang terbuat dari es. Sebagian perabotan rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, semuanya terbuat dari es. Karen ragu bahwa mereka masih memerlukan kulkas.

"Tempat apa ini?" tanya Karen pada akhirnya.

"Ini rumahku."

"Maksudku ... Semua ini aneh."

Noah hanya terkekeh pelan. "Duduklah, kamu adalah tamu pertama di rumah ini."

Well! Orang waras mana yang mau bertamu di rumah seperti ini. Tempat ini memang mengagumkan, tetapi jauh dari kata normal. Tapi Noah terlihat normal. Meskipun senyumnya yang tidak pernah lepas dari wajahnya itu tidak bisa di bilang normal, tetapi secara keseluruhan dia normal.

"Mau minum apa?" tanya Noah

"Apa saja, yang penting bukan 'es'."

Noah tidak tahan untuk tidak tertawa. Kemudian dia mengibaskan tangannya kewajahnya ketika melihat Karen melotot.

"Tunggu sebentar ya Nona ...?"

"Karen," sambung Karen. "Tanpa Nona."

"Ahh, tunggu sebentar ya Karen."

Noah pergi meninggalkan Karen yang duduk di kursi berwarna biru bening. Seperti ada sebuah cahaya dari dalam kursi yang memancar keluar. Karen sempat berfikir mungkin saja itu hanya sebuah kemajuan tehnologi hingga ia melihat sebuah taman kecil di samping jendela yang di tumbuhi bunga warna-warni. Yang tentu saja terbuat dari es. Yang lebih gila lagi, taman itu mengelilingi sebuah kolam ikan dengan ikan es di dalamnya. Tunggu! Ikan itu bukan ikan beku. Mereka berenang kesana kemari, tetapi mereka itu ikan es. Apa ada jenis ikan seperti itu di dunia ini? Pasti tidak ada kan?

Karen masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri bahwa dia tidak sedang bermimpi.

Tepukan di pundaknya membuatnya terkejut dan menyadari bahwa dia berjongkok terlalu dalam ke arah kolam. Hilang keseimbangan sedikit saja akan membuatnya tercebur.

"Apa itu ikan?" tanya Karen yang masih tidak bisa mempercayai pengelihatannya. "Ikan es?"

"Yah! Itu memang ikan. Tetapi bukan ikan es. Mana ada ikan es di dunia ini."

Nah kan! Apa yang aku bilang, mana ada ikan es di dunia ini.

"Tapi ikan itu ...."

" ...."

Lama-lama di sini aku bisa gila.

"Sebaiknya aku pulang."

"Aku baru saja membuatkanmu cokelat panas."

Ku pikir dia akan bilang es cokelat.

Karen mengacuhkannya. Dia harus segera pergi dari tempat itu sebelum bertambah gila. Karen berjalan tergesa-gesa tanpa menghiraukan Noah

"Aku akan mengantarmu."

.
.
.

Tepat pukul 3 sore, Anna menemukan Butpo bergelung di kaki Kyrei dengan manja. Namun mereka tidak menemukan Karen. sepertinya Karen telah tertular penyakit Kyrei yang suka menghilang. Jude yang marah langsung memperingatkan mereka bertiga untuk tidak meniru apa yang dilakukan oleh Karen. Ketika tatapan mata Jude berada tepat di manik mata Kyrei, dia mengangguk. Tanpa suara Kyrei berjanji bahwa dia tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Tapi bagaimana dengan suara yang selalu berputar di kepalanya seperti kaset rusak? Suara yang selalu menuntunnya untuk pergi kearah barat? Bahkan Kyrei sangat yakin, dia akan menemukan sesuatu yang akan membuat hidupnya berubah. Atau itu hanya sebuah intuisinya semata.

"Meeoonggg."

Butpo tampak lapar, atau malas, atau sedih, atau apalah itu. Mereka tidak pernah punya hewan peliharaan sebelumnya. Mungkin saja Karen tahu apa yang di inginkan Butpo. Tetapi masalahnya, Jude belum menemukan Karen sampai sekarang. Entah berapa lama Jude keluar untuk mencari keberadaan Karen. Sepertinya Jude akan marah besar.

Ketika mendengar suara deru mobil memasuki halaman, Giselle dan Anna melompat dari ranjang. Dan Kyrei menyusulnya dengan sedikit terpincang. Awalnya mereka mengira itu adalah mobil Jude, namun yang mereka temukan adalah sebuah mobil strada warna merah terparkir di halaman.

Mereka harus menunggu agak lama hingga seseorang membuka pintu mobil dan keluar. Itu Karen dan seorang pemuda asing. Dengan tampang masa bodohnya dia menghampiri para saudarinya yang hanya bisa terngaga. Bagaimana tidak. Belum genap dua hari mereka di kota ini dan Karen sudah membawa pulang seorang pemuda asing. Dan sialnya dia tampan. Noah yang diamati sedemikian rupa hanya bisa mengaruk kelapanya sambil tersenyum.

"Haiiii," sapa Noah

"Haiii," jawab mereka bertiga serempak.

"Senang bertemu kalian, rumahku tidak jauh dari sini. Silahkan mampir ka---."

"Tidak," potong Karen.

Mereka semua terkejut, tetapi Noah malah tertawa.

"Wahh! Kamu manis sekali," celetuk Kyrei tanpa sadar.

Noah kembali tertawa, "Terima kasih."

Sedangkan Karen malah melotot.

"Sepertinya aku harus pergi, aku akan datang lain waktu."

"Tidak perlu, lagi pula kenapa kamu mau datang lagi?" tanya Karen

Noah nampak berfikir sejenak kemudian tersenyum. "Tentu saja untuk menemuimu."

Giselle, Anna dan Kyrei bersorak bersamaan. Sedangkan Karen jengkel setengah mati.

Noah pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi, tetapi dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan datang lagi untuk Karen. Meskipun terdengar gila, gadis itu telah mencuri perhatiannya. Sikapnya yang kasar dan ketus membuatnya terlihat semakin cantik. Dan Noah menyukainya.

Sepeninggalan Noah, Karen di hujani bermacam-macam pertanyaan. Namun tak ada satupun pertanyaan itu yang dia jawab. Masak iya aku harus menceritakan bahwa aku baru saja berada di negeri antah berantah yang di buat dari bongkahan es? Bisa-bisa mereka pikir aku gila. Dan tentang Noah, siapa peduli dengan pemuda gila itu. Aku berharap tidak akan pernah bertemu dia lagi. Meskipun yah! Dia cukup manis.

"Kamu benar-benar tidak mau cerita ya?"

Karen mengacuhkan pertanyaan Kyrei. Dia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, mengeluarkan tangannya untuk memberi isyarat pada mereka agar meninggalkan dia sendiri.

Dengan kecewa, mereka bertiga keluar dari kamar Karen. Terkejut dengan kehadiran Jude di depan pintu kamar.

Tadinya mereka berpikir Jude akan marah besar. Ternyata Jude hanya mengintip Karen sekilas dengan ujung matanya kemudian pergi. Setelah itu mereka bertiga bisa bernafas lega.

.
.
.

Theo tidak keluar dari ruang kerjanya sejak kemarin malam.

Jika terjadi sesuatu pada mate kita, maka kita akan bisa merasakannya. Itu adalah sebuah ikatan.

Kalimat itu terus mengganggu Theo hingga membuatnya terjaga sepanjang malam. Selama ini dia tidak pernah merasakan keberadaan matenya dan kemarin secara ajaib dia bisa merasakannya. Meskipun bukan sesuatu yang baik, karena dia merasakan kesakitan. Nick bilang itu karena matenya sedang terluka. Seperti Nick tahu saja, dia kan juga belum menemukan matenya.

Meski begitu, Theo begitu cemas hingga membuatnya frustasi. Apa yang harus dia lakukan untuk mengetahui dimana matenya berada. Bagaimana jika matenya dalam bahaya dan terluka. Dante bahkan tidak berhenti meraung di dalam sana. Baru kali ini Theo merasa sangat tidak berguna. Dia bisa saja menjadi seorang Alpha yang terkuat, tetapi kenyataannya dia tidak bisa melindungi matenya sendiri. Jangankan melindungi, mencium keberadaannya saja dia tidak bisa.

Dante yang meraung-raung akhirnya lepas juga. Theo tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Dante mengambil alih tubuh Theo kemudian mengamuk. Dia menghancurkan ruang Kerja Theo, lalu menghancurkan pintu dan berlari menuju hutan. Nick tidak sempat mencegahnya. Dante sudah menggila di tengah hutan. Mungkin lebih baik Nick membiarkannya. Tidak ada yang bisa menghentikan Dante. Dia akan berhenti sendiri saat amarahnya sudah reda.

Catty yang sedari tadi berdiri di ujung tangga, memanggil Nick untuk melakukan satu tugas rahasia. Tugas ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Catty sejak lama, tetapi dia selalu mengurungkan niatnya. Sebagian dirinya percaya bahwa Theo akan bisa menemukan matenya tanpa bantuan siapapun, dan sebagian lagi merasa bahwa ini adalah sebuah konspirasi. Ada seseorang yang sengaja menjauhkan Theo dari matenya. Apapun alasan orang itu melakukannya, nyatanya dia berhasil. Dan Catty tidak bisa tinggal diam lagi. Separuh darah penyihir yang mengalir dalam tubuhnya memberikan sinyal bahwa semua ini sudah direncanakan dengan sangat rapi. Hanya satu orang yang mampu melakukan itu semua. Sarafina sialan.

♨♨♨♨♨♨♨♨

Bermurah hatilah untuk memberikan masukan agar cerita ini bisa lebih berkembang...

Selamat membaca 😉

Best & Regard

Ray_Hush

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro