Chapter 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Memori memori lama akan terhapus
Hidup kan terus berjalan
Namun, apakah ini artinya harus membuka lembaran baru?"












'Hangat,' batin sang gadis yang membuatnya mau tak mau membuka mata.

Namun yang menyambutnya ialah sinar mentari yang berusaha masuk melalui jendelanya. Dengan segera, ia pun membuka jendelanya dan membiarkan udara segar mengisi rumahnya.


"Shimatta! aku harus bekerja!" (Name) pun langsung bergegas pergi dari rumahnya dengan mengabaikan lukanya yang sewaktu-waktu bisa terbuka.

Tetapi karena niatnya untuk mengembalikan uang Rinne cukup besar, ia tak memperdulikan akan dirinya tersiksa atau tidak. Yang terpenting hutangnya lunas.

Namun, sesampainya di tempat kerja, ia malah dikejutkan oleh seseorang yang saat ini belum ingin ia temui. Tentu saja seorang Amagi Rinne yang tahu-tahu telah berada di tempatnya bekerja.

Disisi lain, Rinne yang tengah mengobrol dengan kepala pimpinan disini pun merasakan kehadiran gadis yang ia incar. Dan ia pun izin undur diri lalu mencegah sang gadis lari lebih jauh lagi.

Grep!

"Lepaskan aku!" titah sang gadis pada seseorang yang menahan tangannya.

"Kenapa aku harus menurut pada gadis yang tak mau menurut?"

(Name) pun terdiam sejenak lalu berkata, "Sudah ku bilang kalau aku ingin pulang lalu mengganti semua uangmu."

"Apa kau mampu? Semua biayanya tidak sedikit lho," ucap Rinne dengan tampang menyeringai.

"Aku mampu selama mau berusaha," ucap sang gadis dengan tegas yang membuat Rinne semakin tertantang.

"Baiklah, baik. Akan ku beri kau waktu terlebih dahulu. Tapi jika tidak sanggup, datanglah ke rumahku, ya," ucap Rinne dengan senyuman yang tak bisa diartikan oleh sang gadis.

"Berapa lama waktunya?" tanya sang gadis.

"Sampai matahari terbenam hari ini," ucap Rinne dengan santai lalu beranjak pergi dari tempat itu tanpa berkata lagi.

"Hmph!" (Name) pun menggembungkan pipinya. Ia kesal, bahkan sangat kesal pada pria dihadapannya yang berbicara dan pergi seenak jidatnya.

*****

Kini mentari telah terbenam sepenuhnya. Menyisakan seribu kepusingan di benak (Name) yang belum menemukan solusi untuk membayar hutangnya pada pria itu.

Tetapi, jika ia hutang pada orang lain pula, sama saja artinya dengan menambah hutang. Sungguh, (Name) sangat frustasi hari ini.

"Kita bertemu lagi, Nona."

Suara itu membuat sang gadis melihat ke arah sumber suara. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat orang yang ada di hadapannya adalah orang yang ia halang pelurunya untuk menembus Rinne.

"Ada apa kemari?" tanya (Name) dengan sangat judes.

"Jangan terlalu galak, Nona. Mari bersenang-senang sejenak," ucap pria itu yang kemudian menarik paksa tangan (Name).

"Lepaskan!" (Name) berusaha memberontak, namun ia kalah tenaga. Tetapi di saat bersamaan, rasa perih di punggungnya kembali terasa.

"Lepaskan!" ucap (Name) kesekian kalinya lalu ia pun mulai menginjak kaki pria itu sekuat tenaga lalu ia pun melarikan diri.

"Oi!" Pria itu pun tak ingin kehilangan (Name). Ia pun segera menyusul kepergian (Name).

(Name) terus berlari tanpa arah. Bahkan ini sudah kesekian kalinya ia bersembunyi da terus-menerus ditemukan oleh pria itu. Tetapi kali ini, (Name) bersembunyi di semak-semak sebuah taman yang cukup sepi.

Bagaimana tidak? (Name) telah di luar rumah selama empat jam dari matahari terbenam. Yang artinya waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam.

(Name) meringkuk dalam keheningan. Ia menangis ketakutan.

'Amagi, tolong aku. Amagi ...,' batin (Name) yang kini telah menutup mulutnya sendiri agar tidak ketahuan oleh pria itu.

"Jangan bersembunyi, Nona kecil," ucap pria itu yang terdengar seperti om-om mesum.

'Aku takut, Amagi ..., ' batin (Name) yang berusaha menahan sesegukannya.

"Sepertinya, ada kucing kecil yang tersesat disini."

(Name) pun menoleh pada sumber suara yang menampakkan sosok yang ia cari. Tanpa basa-basi, (Name) langsung memeluknya erat, menumpahkan segala ketakutan yang ia alami sebelumnya.

"Aku kira ... hiks, kau takkan datang," ucap (Name) yang masih memeluk erat tubuh Rinne. Namun, disela-sela pelukan itu, Rinne mendapati beberapa bercak darah pada jaket tipis (Name) yang menandakan jika luka pada punggung (Name) yang terbuka kembali.

*****

"Jadi, orang yang mengejarmu adalah pria yang waktu itu?" tanya Rinne dengan tatapan serius.

"Um! bahkan lebih baik disebut sebagai om-om mesum dibandingkan pria seumuranmu!" ucap (Name) dengan tatapan kesal sekaligus ketakutan.

Entah mengapa, Rinne tersenyum begitu saja mendengar ucapan sang gadis. Tangannya pun terulur dan menepuk pelan pucuk kepala sang gadis.

"Bagaimana dengan hutangmu?" tanya Rinne dengan wajah tanpa dosa.

"Amagi baka! baka! baka! baka! hontou ni baka yarou!" (Name) menggembungkan pipinya. Ia makin kesal saat mendengar kata 'hutang' yang tak mungkin bisa ia lunasi secepat itu.

"Oh, apa itu artinya lebih baik si om-om mesum itu dibandingkan diriku?" ucap Rinne yang membuat gadis dihadapannya merona.

"Tidak keduanya!" jawab sang gadis yang masih merona.

Tangan Rinne pun turun ke dagu sang gadis yang membuat sang gadis, mau tak mau harus menatap Rinne.

Chu~

(Name) pun terbelalak atas peristiwa ini. Ia tak tahu harus bertingkah apa. Karena yang jelas, pria dihadapannya telah mencuri first kiss nya yang ingin ia serahkan pada pria pujaan hatinya.

"Jadilah gadis baik. Dan demi keamanan mu, aku minta kau tinggal disini, (Name)," ucap Rinne yang telah menghentikan ciumannya.

(Name) hanya bisa terdiam. Ia tak tahu harus bertingkah apa. Ia masih terkejut atas reaksi Rinne yang tiba-tiba menciumnya tanpa alasan yang jelas. Jangankan alasan, perasaan pun tak (Name) miliki untuknya.

Perlahan-lahan, sang gadis pun menunduk. "Aku benci kau, Amagi," ucap sang gadis yang terus diulanginya.

Namun, Rinne tampak tak peduli dengan ucapan sang gadis. Dan ia pun memilih untuk meninggalkan sang gadis dalam kamar yang ia gunakan sebelumnya lalu meminta para penjaga nya untuk menjaga kamar ini lebih ketat.

Sepeninggalan Rinne, sang gadis menyentuh bibirnya. Jujur saja, ia masih terkejut sekaligus marah pada tindakan Rinne yang berbuat seenaknya saja.

*****

Jam tengah malam telah tiba. Namun itu tak membuat tubuh Rinne lelah. Karena ia telah menemukan beberapa keterangan lebih lanjut tentang penguntit yang merupakan salah satu anggota dari pihak lawannya.

Dan tak lama kemudian, Rinne pun diantar pulang oleh Urie. Namun, sesampainya di mansion, Rinne menyempatkan diri untuk melihat sang gadis yang kini telah pergi ke alam mimpi.

Dengan lembut, Rinne menggenggam bahkan mengelus surai sang gadis. Ia merasa tak terima jika sang malaikat penyelamatnya di perlakukan seperti ini.

Walaupun begitu, Rinne tidak bisa menampik kenyataan jika sang gadis adalah wanita yang sangat sulit dimengerti dibandingkan dengan sekian ribu wanita yang pernah ia temui. Tentunya hal itu yang menarik perhatian Rinne sejak awal melihat sang gadis.

"Aku akan menjagamu bagaimanapun caranya, (Name)," bisik Rinne pada telinga (Name).

Setelahnya, Rinne pun mengecup dahi (Name) lalu meninggalkannya dalam penjagaan ketat orang-orangnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro