Chapter 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beri aku petunjuk untuk bertemu dengannya
Walaupun hanya sekali, tolonglah aku























Malam semakin larut dan sinar rembulan pun tampak terang dari biasanya. Namun, satu hal yang tak tampak dari langit pada malam ini ...

Ya, bintang tak hadir malam ini. Mungkinkah bintang itu adalah sosok (Name) yang kini pergi jauh dari sang rembulan yang notabenenya adalah Amagi Rinne? Ataukah hal itu hanya kebetulan semata, seperti pertemuan (Name) dan Rinne?

Entahlah. Yang pasti, (Name) belum bisa tidur malam ini.

Saat matanya terpejam, ia hanya melihat Rinne yang jatuh dalam pelukannya dalam kondisi mandi darah. Bukan karena darah lawan, melainkan darahnya sendiri sebagai akibat karena telah melindungi (Name) seorang diri.

(Name) seketika gelisah. Ia ingin bertemu Rinne detik ini pula. Walaupun hanya melalui telepon semata, setidaknya (Name) telah mendengar suara dari sosok laki-laki itu.

'Mungkin kah aku jatuh cinta padanya?' batin (Name) dengan perasaan gelisah.

Klik~

Suara pintu yang terbuka secara lembut membuat (Name) langsung berbalik dan menghadap pemuda sepantaran Rinne. Ia pun menghampirinya dengan tatapan khawatir.

"Apa kau sudah menghubungi Amagi?" tanya (Name) dengan tatapan khawatir.

Pria itupun mengulurkan tangannya lalu menyentuh dan mengusap pipi tembam (Name) yang terasa dingin seraya berkata lirih, "Dia baik-baik saja. Dan kurasa ... dia tidak akan kemari untuk menjemput mu. Karena dia bilang, dia sangat sibuk malam ini."

(Name) pun kecewa. Ia tak menyangka jika Rinne tidak memikirkan dirinya. Lalu, apa yang harus ia lakukan?

"Uso!" bentak (Name) secara spontan.

"Aku tidak berbohong padamu. Mana mungkin aku berbohong pada gadis secantik dirimu," ucap pria itu dengan lembutnya.

Slap!

(Name) pun menghempaskan tangan pria itu dari wajahnya dengan tatapan berkaca-kaca sembari memberi peringatan pada pria itu untuk tidak membohongi ataupun membodohi dirinya dengan menyebut nama Amagi Rinne.

"Tidak ada gunanya aku berbohong padamu, gadis cantik," ucap pria itu sembari menyeringai, ia pun melanjutkan perkataannya, "Akan ku katakan yang sesungguhnya. Tapi, jika kau mau membantuku satu hal ...."

Sudah (Name) tebak jika pria dihadapannya akan berbohong. Karena, hatinya telah mengatakan jika Amagi Rinne akan mencarinya kemanapun ia pergi.

***

Kasur tak henti-hentinya berderit tengah beradu dengan beribu rintihan dari seorang gadis yang merasa tersiksa. Ia pun meloloskan air matanya sembari menyebut nama orang yang sangat ingin ia temui, Amagi Rinne.

'Amagi, cepatlah datang. Aku takut,' batin (Name) yang sudah tidak tahan atas perlakuan pria itu.

Brak!

Pintu pun sedang dibuka paksa oleh seseorang yang membuat pria itu menghentikan aktivitasnya. Tak lupa, ia pun langsung menutup sang gadis dengan selimut yang telah tersedia.

Blar!

Pintu pun berhasil dibuka paksa oleh seorang pria bersurai merah dengan tatapan yang membuat siapapun mudah terpancing emosi. Serta, ia pun masih sempat menghisap rokok di situasi seperti ini.

"Lama tak berjumpa, Amagi Rinne," sapa pria itu saat Rinne telah memasuki kamar dan menatap sang gadis yang tengah pingsan.

Menyadari akan arah tatapan Rinne, pria itupun menghela nafas sejenak lalu berkata , "Dia gadis yang cerdas, tidak mudah dibohongi, teguh pendirian, dan yang pasti ... bagaimana dia bisa mempercayai pria tak berguna sepertimu?"

Nada bicara itu tampak merendahkan Rinne. Namun, Rinne tak peduli. Ia tertawa sepuasnya hingga membuat lawan bicaranya terheran-heran.

"Oh, percayalah. Kau berada di Jepang, bukan di Amerika. Dan yang pasti, kau takkan tahu akan adanya benang merah yang menghubungkan diriku dengannya, Michelle," ucap Rinne dengan sinis.

Pria bernama Michelle itu berdecih. Ia tahu dimana posisinya sekarang. Namun, ia tak tahu jika Rinne masih seperti Rinne yang dulu, selalu santai dalam menghadapi masalah.

Tak lama, sebuah ide konyol pun terlintas di kepala Michelle, "Jika ku bunuh gadis ini, apakah takdir mu juga akan pergi bersamanya?"

Rinne pun tertawa pelan dan wajahnya berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya, "Pernahkah aku seserius ini?"

Dor!

Dor!

Dor!

Suara tembakan terus-menerus terulang. Bahkan, beberapa pengawal Michelle pun tumbang dalam hitungan detik.

"Sialan kau," gumam Michelle yang langsung menodongkan senjatanya pada sang gadis yang belum sadarkan diri.

Namun, ia terlambat. Sang gadis tidak berada di ranjangnya lagi. Melainkan telah berada di tangan Urie.

"Berhentilah menjadi lawan sok kuat untukku, Michelle. Kau takkan pernah menang dariku," ucap Rinne yang kemudian beranjak dari ruangan itu dan meninggalkan beberapa pengikutnya untuk memastikan ia pulang dengan aman.

Sesampainya di mobil, ia melepas jas nya dan memakainya pada sang gadis yang bahunya terekspos. Sehingga Rinne hanya memakai kemeja putih yang belum sempat ia ganti.

(Name) berada di pangkuan Rinne. Nafasnya yang beraturan membuat Rinne tenang. Namun, saat Rinne menyibakkan rambut (Name), ia melihat tanda yang seharusnya tidak dimiliki sang gadis pada lehernya.

Kesal? Tentu saja Rinne kesal. Siapapun yang berani menyentuh (Name) atas alasan ataupun menculiknya dengan maksud dan tujuan tertentu, maka Rinne akan marah besar.

Mobil terus melaju di keheningan malam. Menyusuri penjuru kota yang telah tak begitu ramai. Hanya beberapa orang saja yang berada dipinggir jalan sembari mengobrol santai dengan lawan bicaranya. Tampak pula, beberapa kupu-kupu malam yang telah hadir untuk menghibur beberapa pria.

Rinne hanya bisa menghela nafas saat melihat itu semua. Bahkan, ia merasa tak tertarik pada siapapun yang berada disana.

Mungkinkah hatinya telah kembali beku? Atau dia tetap menjadi sosok Rinne yang sama?

Hanya diri Rinne yang mengetahui semua jawabannya. Hanya Rinne yang mengerti kondisi dirinya. Ya, hanya Rinne seorang.

Tak lama kemudian, mobil telah berhenti didepan mansion dan dengan segera, Urie membukakan pintu untuk bos besarnya. Rinne pun keluar sembari menggendong (Name) yang hingga kini belum sadarkan diri dan membaringkannya pada kasur di kamar yang khusus untuk (Name).

Sesaat setelah dibaringkan, Rinne langsung mengelus surai (Name) perlahan-lahan dan memperlakukan (Name) seperti kaca yang bisa hancur jika ia tak berhati-hati. Jauh di lubuk hati Rinne, ia merasa jika dirinya harus memperbaiki semuanya. Ia tak bisa membiarkan (Name) akan mengalami hal yang lebih berbahaya dibandingkan ini, sama sekali tidak.

"Maafkan aku," gumam Rinne lalu ia pun mengecup dahi (Name) dan meninggalkannya dengan penjagaan maid pribadi yang telah ia berikan untuk (Name).

"Jaga dia baik-baik," pesan Rinne sebelum ia benar-benar meninggalkan kamar (Name).

*****

Kini, jam telah menunjukkan pukul tiga pagi. Tidak ada yang menunjukkan aktivitas pada jam tersebut, kecuali Amagi Rinne. Ia masih terjaga di kamarnya dengan rasa bersalah yang menyelimuti dirinya.

Sebelumnya, ia telah diberitahu oleh Hana jika (Name) telah sadar dan saat ini tengah mengisi perut dengan makanan yang ia bawakan. Tetapi, Rinne mengurungkan niat untuk bertemu dengannya. Ia belum siap, sangat-sangat belum siap.

'Aku harus menemuinya,' batin Rinne yang mau tak mau harus menemaninya agar ia tak mengalami tekanan mental.

Rinne pun mulai meninggalkan kamarnya dengan piyama yang menggantung rapi di tubuhnya.

Tok tok tok~

Ketukan pintu itu membuat Hana segera membuka pintu dan langsung memberi hormat pada orang yang hadir. Namun, alangkah hancurnya hati Rinne saat melihat (Name) dengan pandangan kosong.

Dengan langkah cepat, Rinne pun meminta Hana meninggalkan mereka. Dan Rinne pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh surai sang gadis.

Slap!

Tangan Rinne ditepisnya dengan tatapan kosong. Sungguh, Rinne tak tega melihat tatapan itu.

"Aku kotor, Rinne. Sebaiknya jangan sentuh aku," ucap (Name).

Rinne mengerti maksud pembicaraan (Name). Ia pun menggenggam erat tangan sang gadis lalu berkata, "Akan aku perbaiki semuanya untukmu. Percayalah padaku, karena setelah ini ... yang kau ingat hanyalah perlakuanku padamu."

Secercah cahaya pun kembali pada manik sang gadis. Ia pun menatap Rinne sembari menahan air mata, "Lakukan Amagi ... lakukan! Aku mohon!"

'Akan aku lakukan apapun untuk membuat mu bahagia.'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro