18. Kecemburuan Yang Berapi-Api

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 18 Kecemburuan Yang Berapi-api

Ketika mobil Leon mulai memasuki kediaman Ezardy, perhatian keduanya langsung terarahkan pada Yoanna yang berdiri di teras rumah. Tampak menunggu seseorang.

“Kalian sudah sarapan?” Yoanna menghampiri Leon yang baru saja menurunkan Aleta dari dalam mobil. Membantu sang putra mengambil kursi roda Aleta di bagasi.

“Sudah, Ma,” jawab Aleta karena Leon tampak sengaja membisu. Tampak sengaja menghindari bertatapan dengan Yoanna.

“Kau bersiaplah. Nanti mamamu akan datang untuk mengantarmu ke rumah sakit.” Yoanna baru saja menyelesaikan kalimatnya ketika ketika melihat mobil lain yang melewati gerbang. “Ah, Bastian sudah datang.”

“Bastian?” Gumaman Yoanna berhasil mengalihkan perhatian Leon.

Yoanna mengangguk. “Ya, semalam Anna membuat keributan. Mama dan papa baru saja akan tidur ketika dia datang dan menggedor-gedor pintu paviliun. Terlalu banyak minum hingga tidur di lantai teras kalian. Jadi papamu membawanya ke kamar tamu dan mama menghubungi Bastian untuk membawanya pulang,” jelasnya kemudian menghampiri mobil Bastian yan diparkir tepat di belakang mobil Leon.

Begitu Bastian melangkah turun dari dalam mobil, pandangan pria itu langsung tersorot pada Aleta yang duduk di kursi roda. Mengamati penampilan Aleta yang berhasil menciptakan riak-riak kecemburuan karena gadis itu mengenakan kaos oblong. Yang pasti milik Leon. Lengannya tergulung hingga di siku dan panjangnya yang tak sampai di lutut, menampilkan setengah paha Aleta yang tampak putih mulus. Yang langsung ditutupi Leon dengan jaket kulit hitam milik pria itu.

Pandangan Bastian bergerak naik, langsung bersirobok dengan tatapan dingin Leon yang menajam. Ia pun memasang raut yang tak kalah dinginnya dengan pria itu.

“Di mana Anna?” tanya Bastian, beralih pada Yoanna.

“Di kamar tamu. Kemarilah.” Yoanna pun berjalan pergi, mengarahkan sang keponakan ke dalam rumah meski Bastian juga tahu di mana letak denah kamar tamu.

Leon memutar kursi roda Aleta dan keduanya berjalan ke paviliun. Masih dalam keheningan, mereka masuk ke dalam kamar. Ponsel Leon berdering pelan, yang langsung dijawab oleh pria itu. Aleta langsung ke kamar mandi, masuk ke dalam bath up untuk membersihkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian, ia selesai dan merangkak ke kursi rodanya ketika Leon melangkah masuk. Mengejutkannya hingga pegangannya pada kursi roda meleset dan hampir terjungkal ke belakang jika Leon tidak menangkap tubuhnya tepat pada waktunya.

“Aku masih belum selesai,” ucap Aleta setelah Leon mendudukkannya di kursi roda. Nadanya terdengar kesal karena Leon masuk ke kamar mandi tanpa mengetuk lebih dulu sementara tahu dirinya ada di dalam.

“Lalu?” Mata Leon bergerak turun, ke arah handuk yang melingkari dada Aleta, sedikit melonggar sehingga setengah dada gadis itu terpampang jelas. Yang berhasil membuat aliran darahnya semakin kencang, dengan hasrat yang mulai berhembus di antara napasnya.

“Setidaknya kau harus mengetuk pintu lebih du …” Kalimat Aleta terhenti. Menyadari tatapan Leon yang tak lagi mengarah pada wajahnya. Aleta tersentak pelan, lekas membaiki handuknya.

Leon mendengus tak suka  karena pemandangan indahnya mendadak ditutup. “Memangnya apa yang perlu kau sembunyikan dariku, hah?” Tangannya terjulur, menurunkan handuk dari tubuh Aleta. Mulai tersulut keinginan terhadap tubuh itu begitu saja.

“Hentikan, Leon. Sebentar lagi mamaku datang …”

“Bukankah masih satu jam lagi?” Leon membungkuk, mengangkat tubuh Aleta dari kursi roda dan mendudukkan di meja wastafel. Berdiri di antara kedua kaki gadis itu, yang masih berusaha mempertahankan lembaran handuk tetap menempel. Dengan sia-sia menutupi ketelanjangan yang begitu menggoda.

“L-leon …” Penolakan Aleta dibungkam ciuman. Satu tangan Leon mempertahankan tubuhnya untuk merapat pada pria itu. Sementara tangan yang lain mulai bermain-main di dada.

Ciuman Leon semakin dalam, membutuhkan lebih banyak sentuhan dan gesekan. Menyesap rasa manis yang semakin mencandunya dan menyulut gairahnya semakin besar. 

Aleta mulai kewalahan dengan cumbuan Leon yang semakin panas, dan Leon yang sibuk menjelajahi mulut Aleta. Pintu kamar mereka dibuak begitu saja. Anna yang berdiri di ambang pintu seketika membeku menemukan pemandangan mengejutkan tersebut. Yang dalam sekejap berhasil mendongkrak kecemburuannya.

Leon yang pertama kali menyadari gangguan tersebut pun menggeram kesal karena kesenangannya diganggu. Pria itu menghentikan pagutannya, menoleh ke samping dan melihat Bastian yang baru saja muncul di belakang Anna.

“Apa yang kau lakukan di …” Kalimat Bastian tak sempat selesai, kepalanya bergerak mengikuti pandangan sang adik. Mengarah pada pintu kamar mandi  yang tidak sepenuhnya terbuka. Aleta duduk di meja wastafel, dengan tubuh telanjang yang hanya tertutupi handuk, yang bahkan sudah jatuh ke pinggang. Bagian dada wanita itu tertutupi oleh telapak tangan Leon. 

Keduanya tengah berada dalam posisi yang intim. Kedua kaki Aleta mengapit tubuh Leon yang masih berpakaian lengkap. Jika ia dan Anna tak memergoki mereka, sudah bisa dipastikan apa yang akan terjadi. Dua tubuh telanjang yang saling merapat. Panas dan penuh gairah. Membakar kecemburuan di dadanya mentah-mentah.

Anna mendelik marah, menerobos masuk ke dalam kamar yang lupa ditutup tersebut. “Apa yang sedang kau lakukan dengannya, Leon?” makinya penuh emosi.

Dengus mencemooh lepas dari bibir Leon. Menaikkan handuk Aleta yang terjatuh di pinggang hingga menutupi dada karena mendadak tak rela tubuh Aleta dipandangi oleh Bastian yang masih membeku di ambang pintu kamarnya. Sorot yang menajam dan kemarahan yang tak berhasil dicegah hingga terpampang jelas di kedua manik biru sang sepupu yang terang tersebut, mau tak mau menciptakan kepuasan batin bagi Leon. Ia sudah terbiasa ditatap penuh iri hati dan cemburu oleh Bastian, tetapi kali ini terasa sangat memuaskan.

“Dan apa yang sedang kalian berdua lakukan di sini?” Leon menyandarkan tubuh di tepi meja wastafel, menutup Aleta dari pandangan kedua kakak beradik tersebut. 

Anna berhenti di ambang pintu kamar mandi. “Aku bertanya lebih dulu.”

Leon terkekeh. “Sedang mencumbu istriku. Apakah itu masalah untukmu?” Salah satu alisnya bergerak mengejek lalu mendecakkan lidah. “Kau mengganggu seks pagi kami, Anna. Sampai kapan kau akan bersikap lancang seperti ini?”

Pandangan Leon melewati pundak Anna, menilai raut pucat Bastian. “Menerobos area pribadi pasangan pengantin baru. Yang masih sedang panas-panasnya,” tambahnya. Menambah kecemburuan yang mulai kewalahan dihadapi Bastian.

Wajah Anna semakin merah padam dengan jawaban tersebut. “Kau sengaja, kan? Tidak mengunci pintu.”

Leon mendengus. Sejujurnya ia pun tak ingat kalau pintu depan dan kamar terjemblak terbuka. Keinginannya pada Aleta muncul begitu saja. “Ini area pribadi kami. Tidakkah kau dan kakakmu yang perlu untuk bersikap sopan santun?”

Bastian mengerjap, berusaha menepis kecemburuan yang terlalu besar. Ia melangkah lebih ke dalam. Melewati tempat tidur, tempat Leon menyentuh dan meniduri kekasih hatinya. Menahan kecemburuan yang mulai membuat dadanya sesak, akhirnya Bastian berhasil menyeberangi ruangan tersebut. Menangkap lengan sang adik. “Kita pergi, Anna,” ucapnya sambil menyeret Anna.

“Kecelakaan beberapa bulan yang lalu,” ucap Leon sebelum Bastian mendapatkan langkah ketiga. “Kau tahu kalau tunanganmu terlibat?”

Tubuh Bastian membeku, sepenuhnya. Kecelakaan beberapa bulan yang lalu? Satu-satunya kecelakaan yang paling ingat dan terjadi beberapa bulan lalu dalam jangka waktu setahun belakangan. Hanyalah kecelakaan Aleta. Dan selain Aleta, tak ada yang tahu kecelakaan tersebut melibatkan dirinya.

“Keluar, Anna.”

Anna yang sudah serius mendengarkan dan memikirkan percakapan tersebut seketika melemparkan delikan tak terimanya.

“Tunggu di luar, sekarang!” Kalimat tegas Bastian seketika membuat mulut sang adik terpaksa merapat. Ketegangan antara Bastian dan Leon memang selalu menakutkan seperti ini. 

Anna pun melangkah keluar dengan langkah yang dihentak-hentakkan ke lantai. Menghilang dari pandangan kedua pria tersebut.

“Apa maksudmu, Leon?” cicit Aleta. Satu-satunya kecelakaan yang dimaksud oleh Leon pasti adalah kecelakaannya beberapa bulan yang lalu. Dan pria itu Bastian memang terlibat. Tapi tunangan Bastian?

“Berlian Mamora.” Leon bergerak ke samping untuk menatap kepucatan Aleta yang tak kalah pekatnya dengan kepucatan Bastian. “Dialah yang membuatmu koma dan kakimu lumpuh.”

Aleta terpekik pelan, telapak tangannya membekap mulut dan pandangannya pada Bastian tak lagi terhalangi oleh tubuh Leon yang bergerak minggir.

Bastian menatap Aleta dalam. Bagaimana mungkin Leon memberitahunya hal ini, jika pria itu bahkan tak tahu dirinya terlihat dalam kecelakaan Aleta. Tetapi melihat reaksi Aleta, tampaknya Leon sudah tahu kalau kaki lumpuh Aleta karena menyelamatkannya. Apakah pria itu juga tahu tentang hubungannya dan Aleta?

“Aku menyelidiki kecelakaanmu. Dan baru saja mendapatkan hasilnya,” tambah Leon, menatap bergantian Aleta dan Bastian yang masih saling pandang di antaranya. “Berlian Mamora, dalang di balik kecelakaanmu. Tampaknya kalian tak cukup rapi menyembunyikan hubungan kalian, ya?” ejeknya.

Mata Bastian melebar, menatap Leon lalu kembali pada Aleta.

“Maafkan aku, Bastian,” lirih Aleta dengan tatapan penuh sesalnya.

***

Cerita ini udah tamat di Karyakarsa ya.

Baca cepat part 19 Kelicikan Berlian
Part 20 Dalang Di Balik Kecelakaan

https://karyakarsa.com/luisanazaffya0804/leon-19-20

Yang nungguin ebooknya masih otw, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro