41. Menghapus Kenangan Masa Lalu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Part 41 Menghapus Kenangan Masa Lalu

Alih-alih membawanya ke restoran mewah atau di restoran hotel bintang lima seperti yang sebelumnya Leon lakukan, malam itu Leon membawanya ke sebuah café sederhana yang ada di kawasan pinggir kota.

Aleta sudah merasa ada yang janggal dengan keinginan Leon yang tiba-tiba tersebut. Terutama dengan pria itu yang memastikannya mengenakan pakaian yang membuatnya nyaman. 

Saat mobil mulai menjauh dari kawasan gedung apartemen, mobil semakin menjauh dari pusat kota. Dan semakin Aleta menyadari, keduanya menuju area yang begitu familiar di ingatannya. Café El, saksi bisu cintanya dan Bastian. Juga tempatnya mengalami kecelakaan yang membuat kakinya lumpuh karena menyelamatkan pria itu.

Kepucatan di wajah Aleta menarik seringai Leon semakin tinggi. “Kenapa? Kau tak merindukan tempat ini?”

Aleta bergeming, menatap café yang tampak sunyi. Tak ada satu pun pelanggan seperti setiap kali ia dan Bastian berkunjung. Meski café ini cukup sepi pengunjung, tetapi tak pernah sesunyi ini. Membuatnya merasa ada yang janggal dengan kedatangan mereka di tempat ini. Tak mungkin Leon sudah menyewa seluruh café ini untuk mereka berdua, kan? Seperti yang pria itu lakukan di makan malam kejutan sebelum ini.

Leon melompat turun lebih dulu. Memutari depan mobil dan membukakan pintu untuk Aleta. “Turunlah.”

Aleta tak perlu bertanya dari mana Leon tahu tempat rahasia ini. Kepalanya berputar menatap pria itu. Kecurigaan akan niat buruk Leon mendorongnya untuk bertanya balik, “Apa yang kau inginkan dari tempat ini, Leon? Aku tahu ini tak hanya sekedar makan malam.”

Leon tersenyum miring. “Kau membaca situasimu dengan baik, Aleta.”

“Tidak cukupkah semua kepatuhan yang kau inginkan dariku? Kenapa kau masih mengungkit tentang hubungan kami?”

“Karena kau masih tak berhenti memikirkannya ketika berada dalam pelukannya. Jadi … aku tak punya pilihan selain mengubah semua kenangan manis kalian dengan kenangan yang baru, kan?”

Aleta menelan ludahnya. Leon mengambil lengan di pangkuannya dan menariknya turun. Setengah memaksa meski tidak menyakitinya. Menggandengnya ke dalam café.

Dua pelayan café membukakan pintu untuknya, mengarahkannya ke tempat dengan view terbaik di dalam café. Dan dengan semua pelayanan istimewa tersebut, Aleta tahu pria itu memang sudah menyewa …

“Aku sudah membeli tempat ini.” Kalimat Leon seketika membekukan tubuh Aleta yang baru saja duduk di kursi yang sudah ditariknya khusus sang istri. “Seminggu yang lalu,” tambahnya lagi. Duduk di seberang meja dengan kedua tangan bersandar di meja.

Aleta masih bergeming. Menelan keterkejutannya akan keseriusan Leon untuk mengubah semua kenangannya dan Bastian di tempat ini. Alih-alih membayar meja khusus ini seperti yang selalu dilakukan oleh Bastian, Leon bahkan membeli seluruh tempat ini. 

“Dan kalian biasa duduk di tempat ini, kan?”

Aleta tak tahu dari mana Leon mendapatkan semua informasi tersebut, tetapi menemukan bahwa Berlian adalah dalang dalam kecelakannya, sepertinya rahasia yang dikorek Leon dari hubungannya dan Bastian cukup dalam.

Leon terkekeh. “Bagaimana perasaanmu?”

Aleta tetap bergeming. Pertanyaan pria itu sengaja hanya untuk memperburuk suasana hatinya. Dan tak hanya itu, ketika kilatan cahaya terarah ke meja mereka, gadis itu langsung menoleh. Seorang pelayan kemudian berjalan mendekat dan menyerahkan ponsel di tangannya ke hadapan Leon.

Leon memeriksa sekilas hasil foto tersenyum dan mengangguk puas. “Aku harus mengirimnya pada Bastian, kan? Kalau kita berdua juga ikut merayakan kesembuhannya. Meski tidak di tempat yang sama.”

“Bastian adikmu sendiri, Leon. Tidakkah kau …” Aleta seketika mematahkan kalimatnya sendiri dengan perubahan secepat kilat di wajah Leon. Senyum di bibir pria itu seketika membeku. Tatapannya menusuk dalam hingga berhasil membuat Aleta memucat.

“Hanya karena darah yang mengalir di nadi kami sama, bukan berarti seseorang bisa menjadi keluarga, kan?”

“Lalu apa yang sedang ingin kau tunjukkan pada kami semua saat ini? Menunjukkan bahwa kau begitu berkuasa di antara keluargamu yang lain?”

Kebekuan di wajah Leon kali ini berubah menjadi kegelapan. Tangan Leon tiba-tiba membalik meja di antara mereka. Membantingnya dengan keras di lantai.

Aleta menjerit kaget, vas yang ada di tengah meja pecah berhamburan di lantai bersama tangkai bunga-bunga yang ada di dalamnya. Jantungnya berdegup dengan keras akan sikap kasar Leon. Amarah di wajah pria itu begitu pekat, dengan dada yang bergerak naik turun.

Ketegangan menguar dari tubuh pria itu. Yang semakin membuat tubuh Aleta beringsut menjauh akan tidak adanya penghalang di antara mereka. Pria itu bisa sewaktu-waktu menerjang ke arahnya, dan entah apa yang dilakukan padanya.

Leon menatap ketakutan yang merebak di wajah Aleta, dan lagi-lagi saat pandangannya turun ke arah perut buncit gadis itu membuat kemarahannya teredam dengan mudah. Perlahan ketegangan di seluruh tubuhnya mengendor. Hingga ia sepenuhnya berhasil mengontrol emosi di dadanya, tangannya terjulur. Meraih pergelangan tangan Aleta dan menarik tubuh sang istri ke atas pangkuannya. Ia masih bisa merasakan ketegangan yang memenuhi tubuh gadis itu.

“Sekarang, satu-satunya keluarga yang kumiliki hanyalah kau dan anak ini.” Tak ada emosi apa pun di dalam suara Leon. Telapak tangan Leon yang menyentuh perut Aleta bergerak mengelus dengan perlahan. 

Napas Aleta tertahan dengan keras. Kepedihan begitu mendalam dapat ia rasakan dalam suara Leon. Hanya itu satu-satunya hal yang bisa ia pastikan dengan semua kalimat pria itu yang aneh.

Seolah pria itu menciptakan kubahnya sendiri di tengah anggota keluarga besar mereka. Dan hanya dirinya dan anak dalam kandungannyalah yang ditarik masuk.

*** 

Setelah menghabiskan semua menu makanan yang dipesan bahkan seperti yang sering Aleta dan Bastian pesan, keduanya kembali pulang ke apartemen kembali dalam keheningan.

Sepanjang makan malam tersebut, Aleta tak lagi memancing kata-kata yang akan membuat Leon emosional. Terutama jika mengungkit tentang keluarga mereka.

Tak hanya hubungan Leon dan sang mama yang memburuk dengan sangat serius. Tetapi hubungan Leon dan seluruh keluarga, semuanya sudah hancur.

“Kau tak penasaran apa yang akan terjadi dengan Bastian jika tahu bahwa aku adalah anak haram papa kandungnya?”

Aleta yang sejak tadi hanya fokus pada jalanan di depan mereka, menoleh ke samping dengan perlahan. Ia sempat mempertanyakan hal itu ketika mamanya memberitahu bahwa jati diri Leon sudah terungkap di hadapan umum.

“Aku yakin semua orang pasti akan berusaha menutupi fakta ini darinya. Kupikir aib ini tidak baik untuk jantungnya yang baru saja dioperasi.”

Ya, Aleta yakin semua orang akan melakukan hal itu demi pemulihan Bastian.

“Kenapa aku tiba-tiba menjadi penasaran?” 

Mata Aleta melebar. “Apa maksudmu, Leon?”

“Dia harus belajar menerima kenyataan, kan?”

Aleta menggeleng. Menatap seringai di sisi wajah pria itu yang menghadap ke depan. Kecepatan mobil perlahan berkurang, memasuki area gedung apartemen dan Leon langsung membawa ke basement gedung. “Tidak, Leon.”

Leon menekan pedal rem kuat-kuat, ban mobil berhenti tepat di depan garis. Tubuh Aleta tersentak ke depan dan membentur jok yang lembut karena menggunakan sabuk pengaman dengan baik.

Keterkejutannya belum sepenuhnya tercerna dengan baik, ketika tiba-tiba Leon melepaskan sabuk pengamannya, menarik tubuhnya ke pangkuan pria itu dengan kedua kaki yang terbuka.

Perut Aleta yang buncit sedikit menghalangi kedua tubuh mereka untuk menempel yang sempurna, tapi Leon tak mempermasalahkan hal tersebut. Kata tidak yang dibungkus permohonan Aleta mendadak menyulut hasratnya pada sang istri.

“A-apa yang kau …”

Leon menangkap bibir sang istri, menyambar lumatan yang dalam. “Kau akan memohon, hanya kepadaku,” bisiknya di tengah lumatannya yang semakin memanas dan terbakar gairah.

Kedua telapak tangan Aleta yang menahan di dada pria itu perlahan mengendor dengan ciuman Leon yang tak terhentikan. Mereka bahkan masih ada di dalam mobil. Di tengah basement yang meski sunyi, tetap saja sewaktu-waktu ada orang yang akan memergoki mereka.

“L-leon, jangan di sini.” Aleta berusaha menahan telapak tangan Leon yang mulai menurunkan resleting bajunya, tangannya yang lain berusaha menelusup di ujung roknya yang tersingkap hingga atas paha. 

Ciuman Leon semakin turun, tak memedulikan penolakan Aleta. Menjatuhkan kerah dress Aleta hingga ke pinggang, sekaligus melepaskan pengait bra hanya dalam sekali sentakan.

“L-leon … kumohon.” Aleta mengedarkan pandangannya ke sekeliling mobil mereka. Tetapi tak benar-benar bisa memperhatikan karena ciuman Leon yang semakin menggebu. Napas pria itu semakin memberat dan memanas. Berhenti di dadanya.

Aleta baru akan menyerah, membiarkan pria itu mendapatkan apa pun yang diinginkan dari tubuhnya ketika suara klakson yang ditekan kuat-kuat membuat tubuh Aleta membeku.

Ciuman Leon berhenti, menggeram kesal lagi-lagi kesenangannya diganggu. Ia menarik wajahnya dari dada Aleta, menyingkirkan kabut gairah yang memenuhi kedua matanya ketika menatap wajah Aleta yang tertunduk dan merah padam.

“Siapa yang selalu mengganggu kesenanganku,” gerutunya kesal. Membiarkan Aleta berpindah ke samping dan langsung memperbaiki pakaian yang sudah ia berantakkan. “Bastian?” Suara Leon tiba-tiba berubah menjadi penuh semringah. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro