part

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng









Kami bertengar. Perang dingin. Lalu aku mabuk dan membuka mata di kamar miliknya.

andai saja, andai saja ajun saat itu yang menjadi satu satunya manusia yang masih sadar diantara kamu bertiga, tidak membawa kami ke apart adji dengan menerima konsekuensi yaitu akan mendapat ocehan ceramah panjang lebarnya, aku dan adji mungkin memakan waktu lebih lama untuk kembali berbicara satu sama lain.

Kadang aku berharap aku menjadi manusia yang ketika sadar dari mabuk mereka tidak mengingat kejadian apapun saat minuman bereaksi di tubuh mereka. Naasnya, aku selalu mengingat kejadian memalukan yang aku lakukan saat mabuk, selalu, dengan jelas bahkan.

Pipiku merona ketika berhadapan langsung dengan tiga orang terdekatku yang sedang berkumpul menyantap makan malam. Benar kali ini sudah malam menjemput kembali.

ku lihat cezka memakai kaos milik ajun serta celana boxer adji (aku tau karena cuman adji yang membeli boxer bewarna merah mencolok mata). entah apa yang terjadi pada cezka sehingga ia harus berganti pakaian, mungkin saja cezka muntah mengingat kemarin malam dirinya sama mabuknya denganku.

pakaian ku masih sama, tertutup dengan rapih, kaos lengan panjang serta celana leging hitam.

Ajun sepertinya sudah pulang dahulu melihat pakaianya dari atas hingga bawah sudah berubah, sedangkan adji masih pakaian yang sama sejak aku sadar tadi pagi.

mata mereka semua menatapku curiga ketika aku muncul di tengah makan malam mereka dengan pipi merona dan gestur tubuh yang malu, memaki dalam hati mengapa aku harus menari seperti orang gila saat mabuk, aku benar benar gila.

Cezka menaikan alisnya, "lo—jangan nari!" Katanya begitu

Sial, ingin menangis saja.

aku mengeleng sambil menyibak rambutku yang sedikit awut awutan. "Udah sadar" jawabku seadanya

Adji menarik kursi di sebelahnya, lalu menepuknya memberi kode untuk aku segera bergabung dengan mereka. Melihat dari bibirnya yang ditahan untuk tersenyum sepertinya ia juga mengingat hal memalukan itu.

cezka masih menatapku curiga, "lo tadi pagi juga bilang udah sadar, sambil nari tor tor" katanya begitu, menyuap beberapa daging teriyaki pada mulutnya.

aku yang duduk berhadapan denganya langsung saja memelototinya, "diem"

tidak ambil pusing, cezka kembali menyantap makananya setelah melontarkan pertanyaan pada ajun soal bawang boombai. Cezka tidak suka, ajun salah satu manusia pemakan segalanya, jadi ajun terima terima saja soal cezka yang memindahkan bawang boombai pada piringnya.

adji sibuk meraih kotak makanan yang di sebrang ujung meja, dekat ajun, karena makan malam kali ini fastfood jadi sepertinya punyaku juga sudah di pesankan. Aku tidak pernah khawatir soal makanan karena adji selalu memaksaku memakan apa saja, aku aslinya pemilih namun adji tidak pernah membiarkanku memilih makanan, jadi lama kelamaan sifat jeleku ini sedikit pudar (hanya soal sayuran, aku masih tdak bisa memakan daging selain daging ayam)

Ku lihat adji menaruh sekotak fasfood untuku, tidak ia bukakan tutup wadahnya, tidak ia racikan. Sengaja, karena aku tidak suka makananku di sentuh oleh orang lain bahkan hanya untuk di geser sedikit saja lauku dengan sendok mereka aku tidak akan suka.

makan malam itu sedikit suram untuku, kepalaku masih pening, badanku seperti dehirasi, tubuhku sangat lemas di tambah moodku sangat buruk.

cezka ajun dan adji membangun sebuah perkacapan ringan soal tempat kerja baru ajun dan cezka di sebuah cafee, adji aktif bertanya dan cezka terus menceritakan kesahnya bekerja disana karena ajun yang selalu mengomel.

hal lucu diantara ajun dan cezka adalah mereka gemar melamar kerja—sekaligus gemar mengundurkan diri. Alasanya pada ada ajun yang susah adaptasi sama lingkungan, akhirnya cezka menjadi wadah keluh kesahnya jika ada sesuatu hal yang membuat ajun merasa lelah. Minumarket, caffe, restaurant bahkan menjadi staff di ikea, tetap saja tidak ada yang membuat ajun nyaman hingga melanjutkan kontrak. Karena mereka sepaket, jadi keluar atau tidakmya adalah keputusan bersama. Walau gemar keluar, ajun selalu semangat mencari tempat kerja baru walau akhirnya harus memisuh pada cezka karena sesuatu yang diluar bayanganya.

Malam ini cezka bercerita soal ajun yang menjadi pusat perhatian seluruh staff caffe maupun pelanggan, katanya semuanya takjub dengan ketampanan ajun, karena itu juga ajun jadi korban suruh sana sini dengan tujuan modus, cezka bilang bahwa sebenarnya ia iba pada ajun, ajun pun menimpali bahwa dirinya juga iba pada dirinya sendiri, dan menurut ajun kecantikaan cezka sendiri sudah membuat geger staff pria dan pelanggan, hanya saja karena lebih banyak staff perempuan makanya ajun lebih mencolok diantara lainya.

diri ini sebenarnya ingin mendengarkan kisah kisah ajun dan cezka detik detik sebelum mereka mengundurkan diri, tapi secara tiba tiba perutku mual, tentu saja, aku selalu begini jika awal awal sadar dari mabuk, selalu muntah. tong sampah beralaskan plastik dekat ranjang sepertinya sudah adji siapkan tadi,

aku bangkit menuju kamar mandi sambil menyumpal mulutku ketika perutku berusaha menaikan kembali makanan yang aku telan, tiga tiganya mengerti bahwa aku akan muntah jadi mereka tidak bertanya.

Memuntahnya di closet hingga aku lega dan merasa perut ku benar benar kosong. cukup lama karena aku memaksaan kembali muntah, lebih baik begitu dari pada keluar tiba tiba, lebih baik aku mengeluarkan seluruhnya. setelah membasuh muka, aku terdiam ketika pantulan kaca menunjukan diriku yang sangat sangat kacau.

malas sekali aku untuk sekedar mencuci muka dan memakai bedak, ini semua sangat menjengkelkan, kepalaku masih pening membuatku buru ingin kembali tidur.

saat membuka pintu kamar mandi, aku melihat cezka dan ajun sudah megemblok tas mereka sambil bercakap cakap dengan adji.

"kalian mau kemana?" aku melempar pertanyaan.

Ajun menaikan pundaknya sekilas. "Pulang lah?"

aku menghela nafasku, "kita gak nginep?" . malas sekali pulang sekarang, dikala kepalaku masih pening hingga mempengaruhi jalanku.

Cezka tertawa kecil, "lo nginep aja disini, gua sama ajun balik" katanya begitu.

Jahat sekali mereka memisahkan aku dari kata "kita"

Aku menggeleng, aku tidak siap untuk di tinggal berdua dengan adji, kamu masih perang dingin, aku mau istirahat dengan tenang tampa harus memikirkan bagaimana cara tidak cangung atau bagaimana cara untuk berbaikan dengan cepat karena aku butuh kasurnya. "Gue ikut dong, mau balik nih"

ajun kali ini tampak sewot memandangku, "gak sejalan!" Katanya begitu

Aku memekik, "apartkos gua sama cezka aja sebelahan njingggg?" Jelas aku komplain, duh bagaimana juga ajun tidak mengingat itu?

Cezka menyambar kantong kresek sampah bekas makan fastfood mereka, ia hanya tersenyum kecil sambil menyibukan diri dengan kantong kresek sampah yang mereka bawa untuk di buang di tempat sampah samping gedung.

ajun memutar matanya malas, "siapa bilang mau ke apartkos cezka?" tanyanya sinis

"terus kema—-ohhh? Ngelakuin yang kemarin di tunda?" secara sarkas aku lontarkan pertanyaan itu. Keduanya sama sama diam, malah berpamitan pada adji. Sialan dua mahluk ini, tidak segan menendangku ketika ingin berdua.

cezka memeluku sekilas sambil meminta maaf, dan berpesan untuk besok segera menghubunginya. segitu saja perpisahan singkat kami, ajun bahkan tidak meliriku, dan keduanya segera pergi meninggalkan aku dan adji begitu saja.

aku selalu kesal ketika adji bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, atau mungkin saja disini aku yang merasa jengkel? Adji sudah meminta maaf sebenarnya lewat chat dan mengajaku bertemu kemarin malam, namun aku tidak membalas pesanya dan memilih mengajak cezka untuk pergi ke sebuah party club.

aku masih berdiri di tempatku berada ketika adji membereskan bekas makan kecuali daerah makan miliku tadi, ia biarian begitu saja karena aku akan memakanya lagi.

pungungnya menjadi objek pandanganku, ketika ia mulai mencuci piring serta gelas dengan teliti, aku menyenderkan badanku pada bibir pintu, memaksa otaku bekerja untuk mencari apa yang harus aku lakukan detik selanjutnya.

"mau dianterin pulang?" ia bertanya tampa menoleh.

ide bagus. Mungkin jika ia menawariku pertanyaan seperti ini ketika cezka dan ajun masih berada disini, akan ku iyakan. Namun sekarang berbeda, aku ingin memeluknya, ingin beristirahat sambil melingkari tanganku pada lenganya, ingin menyelesaikan masalah kami karena sepertinya aku mulai sedikit rindu padanya.

aku tidak menjawab karena aku sibuk bertenggar pada diriku sendiri, antara egoku dan hatiku. Egoku menyuruhku duduk di depan televisi membiarkanya ia yang mendekatiku lebih dulu, namun hatiku menyuruhku maju saja dan peluk ia dari belakang. selain itu saran dari hatiku juga di tentang dari otaku, karena rasa malu jika melakukan itu tiba tiba akan membeludak.

ternyata aku berfikir terlalu lama, sampai sampai adji sudah membereskan cucian piringnya dan menyenderkan badanya pada lemari di sebrangku sambil ikut menatapku, tanganya disilang depan dada, ia menunggu jawabanku dengan sabar.

"kamu lebih suka aku pulang atau disini?" Setelah lama berfikir aku malah mengajukan kembali pertanyaan.

tanganya yang sudah mengengam kunci mobil kini kembali ia taruh pada meja biling kabinet di sebelahnya. sekejab aku sudah tahu jawabanya. aku menghela nafas lega, karena benar benar tidak tahu harus apa jika ia memilih mengantarkan ku balik.

"mau makan atau mandi dulu?" ia mengajukan pertanyaan lagi. "Ada sesteel baju tidur kamu disini, mau di ambilin?"

aku menganguk, "boleh"

Aku mengekori adji yang masuk ke dalam kamarnya dan membuka pintu lemari putihnya, mencari sesuatu diantara tumpukan bajunya yang lebih rapih dari isi lemariku. melihat adji seperti melihat anak didikan yang diharapkan ibuku, rapih wataknya.

menarik sebuah pakaian bewarna cream, adji segera balik badan dan menyerahkan baju atas bawah miliku itu, aku bahkan tidak ingat meninggalkan sesteel baju tidur disini. Kami sebenarnya memang sengaja menaruh dua steel baju dianyara apart kami, bahkan milik adji lebih dari dua steel pada lemariku, namun aku lebih gemar memakai baju milik adji disini karena entah kenapa seperti benar benar menjadi wanitanya, aku suka hal itu.

Berbalik badan, aku menuju kamar mandi yang berada di ruang tengah.


______





Aku tidak tahu sejak kapan, tapi yang pasti sudah lama sekali aku dan adji harus diam tampa ada percakapan.

adji sebenarnya mengobrol dengan intens namun bukan padaku, pada circlenya yang sedang zoom rutinan malam ini entah membahas apa. dan aku di sampingnya hanya berusaha tidur tampa mempedulikam ocehan ocehan ringan adji.

pria ini memakai earpods di telinga kananya, membiarkan telinga kirinya kosong tidak mendengar apa apa. ia menyender pada headboard kasur dan memangku laptopnya.

aku di sebelahnya berselimut, meringkuk menghadap adji sambil diam diam mengingip layar ipadnya, aku tidak tahu mereka membicarakan apa, tapi sepertinya heboh sekali, terlihat dari layar ipadnya yang menunjukan wajah wajah dari temanya yang sangat ekpresif.

Alasan lain aku tidak ikut menyender pada headboard adalah takut masuk dalam frame kamera zoomnya. aku tidak pernah bertemu dengan teman-temanya, jadi sebaliknya begitu, takut adji risih, jadi makanya aku berusaha tidak menimbulkan suara apapun yang menjadi tanda bahwa ada orang selain adji di kamarnya.

selain itu aku ingin komplain terharap suhu ruangan yang begitu kecil, bagi aku yang selepas mandi ini sangat dingin seperti freezer, sejak tadi selewat aku juga mencari dimana remot ac, tapi belum ketangkap juga dari mataku.

Ujung telapak kakiku, aku gesekan untuk menghangkat kakiku. Padahal sudah ku gerakan sepelan mungkin, tapi malah tetap kena kaki adji yang diluruskan dalam selimut. Seketika juga jantungku seperti berhenti berdetak, dan buru buru menoleh pada adji untuk melihat ekpresi wajahnya.

Bibirnya tersenyum kecil padaku sekilas, lalu tanganya melepas ipodnya dan menaruhnya kembali pada tempatnya, seketika suara telfon zoom mereka tersambung lewat spiker ipad yang mana aku bisa mendengarnya.

"Han farhan" adji memanggil salah satu temanya.

Pria yang berusername 'hanhan' menjawab panggilanya. "Apaan?"

adji mendekatkan ipadnya, "mau nanya gue boleh?"

Suara perempuan lainya mulai masuk. "Gila ya si adji, tumben banget nanya pake ijin"

suara lainya mulai menimpali. "Tau biasanya asal nyela"

"pake ijin intrupsi ji"

"Anjingg dah kek kelas diskusi aja"

Adji tertawa pelan sampai matanya membentuk garis. sambil mengaruk tenguknya ia kembali membuka suara, "serius ni han, gua mau nanya"

"Iya anjing nanya aja bolot"

matanya adji meliriku sekilas, lalu bibirnya terbuka, "kemarin gua udah minta maaf kan han sama lo? tonjokan gua gak kenceng kan ya?"

pertanyaan adji bukan hanya membuatku menyeringit, namun teman temanya yang lain mendadak ikut bertanya dengan heran. Ada apa dengan kemarin?

"Anjing wkwkw lo mau ngapain bangsat pake nanya disini?" Si farhan mulai kembali bersuara setelah membiarkan teman temanya bertanya tanya.

"Soalnya si Karhen tau han, wkwkw tau gua kalian sebenernya ikut bingung kan? Tapi gak berani nanya" kali ini adji kembali meliriku, tanganya terjulur untuk  mencubit pangkal hidung ku sekilas.

"Jadi gini guys, anjing malu gua ngasih tau nya. Pokoknya pas kalian pada pulang terus dianterin adji tuh apartnya adji gua pinjem—terlebih kamarnya gua pinjem, terus kamarnya agak berantakan karena gua pake, adji marah langsung nonjok gua deh, begituu"

tanganku mencuat dari dalam selimut untuk menarik kaos lenganya supaya ia melihat ku, lalu dengan ekpresi bingung aku bertanya tampa suara. "Having sexs si farhan disini?"

adji menganguk, terkekeh. "abis itu aku tonjok, soalnya jadi kotor padahal abis itu kamu mau kesini"

aku tersenyum menutupi rasa maluku, tapi aku tidak salah sepenuhnya karena adji memang tidak memberiku penjelasaan saat itu juga, wajar jika aku berfikir aneh aneh. Namun tetap saja aku salah, sialaaaann benar benar malu.

Tangan adji mengelus rambutku sambil mendengarkan penjelasan farhan di zoomnya. aku ikut mendengarnya sambil menutupi wajah dengan selimut, rasanya sangat malu.

tidak lama adji kembali menoleh padaku, dengan senyuman paling menggemaskanya ia berbisik, "percaya kan sama aku? Udah ada buktinya tuh"

aku memilih memeluk pingangnya dari pada harus menjawab pertanyaanya, dan menguselkan wajahku pada pinggir pingangnya. Jadi aku bertengkar seminggu karena ulah si farhan? aku tidak kenap pria itu tapi aku putuskan aku membencinya..

Tangan adji ikut mengenggam tanganku yang melingkari pingangnya, ia tertawa sambil mulai memencet kembali ipadnya. "sorry, gua left duluan ya" katanya begitu

sekarang aku jadi tau alasan ia ikut zoom teman temanya walau ada aku di sebelahnya, ia ingin menunjukan pembelaaanya dengan bukti, ia tahu betul aku tidak akan pernah mempan dengan kata kata. aduh pria ini,

"Aduh aduh tangan siapa tuh, ada yang lagi kasmaran nih, inget besok kuliah pagi ji"

aku mendengar adji tertawa puas, "siap han" jawabnya begitu

"eh demi apa ada ayangnya adji? Mau liat dong"

"Anjengg adji pantes dari tadi senyum senyum sendiri, senyum ke ayang ternyata"

"dunia emang punya mereka, sisanya gak pnya rumah"

"PANDJI LIATINN CEWEKNYAA"

Aku menarik wajahku untuk menatap adji yang menunggu perizinan dariku, setelah ku angukan kepalaku ia mulai mengarahkan kamera ke arahku, hanya bagian wajah karena badanku benar benar tertutup selimut. ketika layar mulai menunjukan wajahku, suara teman temanya mulai tumpang tindih berteriak, ekpresi mereka terkejut—aku ikut tersenyum lebar karenanya,

aku lambaikan tanganku sambil mengusapkan selamat malam. mereka menjawabnya dengan ramah, disertai pujian pujian visual di belakangnya. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan teman adji, mereka semua ramah.

saat aku mulai mengarahkan ipad untuk memblokir camera menyorot wajahku, adji langsung paham dan segera izin untuk meninggalkan room, bahkan tampa dijawab adji segera.

aku kembali menubrukan wajahku pada pingangnya untuk menyembunyikan senyuman malu diriku, tanganku memeluk tubuhnya dengan erat. ia menaruh ipadnya asal, lalu ikut merebahkan dirinya di sebelahku dengan nyaman, ia tidak berhenti terkekeh melihatku malu.

aku tidak ingat adji bilang apa setelah itu selain dua kalimat terakhir yang ia lemparkan padaku, sisanya aku benar benar tidak ingat, yang pasti setelah ia menariku untuk memeluknya lebih leluasa aku benar benar kembali mabuk, kali ini tidak ku tahan, aku biarkan diriku jatuh pada ribuan kupu kupu yang berterbangan dalam perutku, membiarkan paru paruku seolah ditumbuhi bunga bunga ketika oksigen yang masuk membawa aroma yang sudah ia rindukan, tubuh tegangku mendadak kembali santai ketika tanganya meraba pungungku, hingga puncaknya ia menempelkan bibirnya pada jidatku.

"ra, masih bangun?"

aku menganguk walau sejujurnya setengah diriku sudah masuk ke dalam alam kesadaran lainya.

"boleh berubah jadi wijayakusuma ga? kok aku malah suka sama dia ya? kamu menarik sih lucu tapi si wijayakusuma tuh lebih——

buru buru aku mencubit perutnya dengan kencang menyela omonganya, aku membiarkanya berteriak memohon ampun. sialan, segala di ungkit ungkit kejadian tadi pagi.

benar benar deh hari ini, bikin pusing.


_____

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro