#2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka yang tak Terlihat
Galatumn

Aku tidak tahu sebenarnya kapan peristiwa ini terjadi. Ketika semua orang tersebar secara berkelompok dan membuat tempat perlindungannya sendiri.

Di saat mereka yang disebut sang Alpha memimpin kelompok tersebut ataupun mereka yang selalu waswas dengan segala kemungkinan penyerangan, oleh kelompok lain atau musuh umat manusia sekarang!

Semua orang yang berkelompok itu membentuk tempat perlindungan di bawah tanah, tepatnya di sebuah bunker perlindungan berfasilitas lengkap tersembunyi yang dulu katanya adalah bekas tempat berlindung di masa pertama invasi itu terjadi.

Jelasnya berpuluh tahun yang lalu sebelum aku lahir. Saat ini aku berada di salah satu kelompok wilayah timur yang Alphanya beri nama Raindrop Camp.

Kelompok kami terdiri dari 15 orang, di antaranya adalah ayahku, abangku, aku sendiri, bibi Jane yang menjadi penganti ibu bagiku, paman Ted, Lorean si prajurit pertama, Teodora si prajurit nomor dua, Heru si prajurit nomor tiga, Tion si prajurit nomor empat, Dokter Anggres, Lirea dan Shan, si pendatang baru Rosella dan Rusell serta pemimpin kami Alpha Sam.

Kelompok kami memang kecil, namun keefektifan peran kami dapat diacungi jempol. Kami semua diberikan pelatihan khusus untuk bertahan hidup maupun menggunakan pisau yang terbuat dari kayu jati—senjata yang dapat menembus kulit ‘mereka’, mengajari kami membaca jejak serta kadang latihan bernafas di dalam air lebih lama karena ternyata beberapa dari ‘mereka’ takut air, sehingga bagus menjadi tempat persembunyian.

Anggota kami yang sudah cukup umur dan dapat diakui menguasai pelatihan yang diberikan diajarkan untuk berburu di permukaan. Selain untuk mencari informasi, mereka yang biasanya keluar dengan jumlah tiga atau empat orang juga mencari sesuatu yang dapat dimakan.

Entah itu berupa sayuran ataupun terkadang daging rusa. Tentu saja itu dilakukan untuk keberlangsungan hidup kami.

Kami menyebutnya, ekspedisi dalam 5 hari karena perjalanan itu memakan waktu 5 hari setiap dijalankan.
Selain karena mereka yang harus bekerja cepat di siang hari tanpa ketahuan dan bersembunyi di malam hari, kami harus memperhitungkan musuh-musuh kami.

Musuh yang pertama adalah musuh yang menyebabkan semua ini terjadi. Katanya pada masa pertama penyerangan, mereka datang bagai tamu tak diundang dari langit. Mereka awalnya tidak terlihat berbahaya karena memiliki penampilan seperti kami dan tutur kata yang bisa dibilang damai.

Awalnya mereka bersahabat, namun lama-kelamaan semua orang merasa mereka semakin mengintimidasi dan mencoba mengontrol. Para petinggi negara maupun masyarakat mulai memberontak, dan tanpa segan, mereka menyambut pemberontakan itu dengan invasi secara besar-besaran.

Tentu saja hal tersebut dimenangkan oleh mereka karena memiliki kemampuan fisik serta teknologi yang berbeda dengan yang dimiliki penghuni bumi. Mereka berhasil memukul mundur kami.

Menculik, membunuh, bahkan memperbudak tidak dapat dihindari, apalagi mereka bebas bertindak dengan kemampuan menghilang mereka.

Para masyarakat yang berhasil kabur (sebagian besar waktu itu) akhirnya harus menyembunyikan diri dan mencoba untuk mengumpulkan kekuatan sampai sekarang.

Lalu yang selanjutnya adalah mereka yang berasal dari kelompok lain atau mereka yang menjadi solo ranger—sebutan bagi seseorang yang tidak tinggal berkelompok. Aku sudah mengatakan bukan, bahwa kelompok-kelompok lain tanpa ikatan akan melawan? Nah, mereka itulah yang juga harus kami hindari.

Karena saat seperti ini, hukum rimba sangat berlaku. Jika kamu lemah akan mati dan yang kuat akan bertahan.

Untung saja, Alpha Sam adalah orang yang bijaksana. Jika ia menemukan anggota kelompok lain atau solo ranger, biasanya ia akan cenderung memperingati dan mengusir orang tersebut agar tidak berada dekat dengan wilayah kami—Ia tidak langsung asal menghajar.

Itu adalah sesuatu yang bisa dibilang bijak di antara kekacauan yang terjadi. Bahkan ia mendapatkan julukan dari para Alpha kelompok lain yang pernah bertemu dengannya atau berkelahi dengannya dengan sebutan “ Si Bijak”.

Alpha bilang hal itu akan sangat berguna untuk koneksi antar kelompok, karena walaupun kami hidup terpisah, namun jika kita memiliki hubungan dengan kelompok lain, maka kami dan mereka akan saling membantu.

“Hei, kenapa kamu melamun, Nak?”

Pertanyaan yang terdengar sangat jelas di telingaku seakan menarik kesadaranku kembali. Aku juga dapat merasakan sebuah tangan menggenggam tanggaku yang memegang golok kecil agar tidak mengenai tanganku yang lain.
Tentu saja karena bisa putus!

“Upss” Aku menyengir menatap Lorean. Mengucapkan kata maaf dengan gerakan bibir saja.

Laki-laki itu hanya mendengus. Ia membantuku untuk memasukkan golok itu ke sarungnya yang kuikati di pinggangku. “Sedikit lagi tanganmu putus. Konyol sekali rasanya di hari pertamamu berburu tanganmu sudah putus,” katanya agak dingin.

Aku terus saja menyengir mendengar tutur kata Lorean yang ketus. Usianya sebenarnya hanya berjarak 5 tahun dariku, tapi sikap posesifnya seperti ayahku itu membuatnya begitu tua.

Apalagi ketika tahu bahwa tahun ini aku sudah dapat ikut mereka berburu. Tepatnya di hari ini saat usiaku berubah menjadi enam belas tahun, tambah posesif si Lorean ini.

“Kamu seperti ayah,” kataku sekenanya sambil fokus merapikan kembali peralatanku.

“Kamu seperti anak bayi,” balas Lorean dengan nada yang sama. “Aku tahu bahwa misi ini hanya berada di sekitar tempat kita untuk melatihmu, tapi kamu harus berhati-hati. Kita harus selalu sadar di atas sana berbahaya!”

Sebelum aku membalas lagi, tiba-tiba Alpha Sam yang ikut memimpin ekspedisi dengan anak baru yaitu aku datang dari arah belakangku. “Lorean benar, Gia. Kita harus berhati-hati.”

“ Tapi apa sih yang berbahaya di sekitar kita?” tanyaku enteng.

Tanpa mengetahui bahwa 20 menit setelah itu aku sudah terkapar dengan kapak yang berdarah di sebuah permukaan yang bermeter-meter jauh dari tempat kami. Terpisah karena kecerobohanku menginjak permukaan yang lunak di ujung jurang hutan.

Melawan banyak makhluk yang akan terlihat dengan perpaduan serbuk batu arang dan sinar cahaya alam, mengayunkan kapak dan tongkat kayu jati runcing kecil yang  kubawa ke mereka dengan hampir membabi buta, dan pada akhirnya aku terkapar dengan salah satu sosok yang jelas adalah pihak lawan, berada di atas tubuhku sambil menggenggam kayu jati runcing yang kulempar ke arahnya tadi.

Ditangannya yang lain, yang tadi kena sabetan kapakku dan mengeluarkan cairan berwarna biru itu pun secara berangsur merapat kembali. Tapi hebatnya dia tidak peduli atau kesakitan!

Ini pertama kalinya aku melihat sosok itu secara langsung setelah kulempar dengan serbuk batu arang terakhirku. Sosok itu terlihat sama seperti manusia pria tiga puluhan pada umumnya, tapi matanya berwarna hitam legam seperti sedang terasuki hantu di film-film koleksi kelompokku.

Sial, apa ini akhir dari hidupku? Di umur ke enam belas tahun?! Setelah mengayunkan kapak yang tidak menimbulkan efek signifikan dan lemparan tongkat yang tidak berguna ini?

Lalu, diakhiri dengan tidak elegan oleh mereka karena terganggu dengan perlawananku? Oleh alien berwujud selayaknya manusia lainnya di atasku ini?

Harusnya tadi aku langsung menusuknya tepat di dadanya dengan tongkat kayu jati itu!

“Ayunan kapakmu itu tidak akurat, lemparanmu juga lemah. Sepertinya kamu baru dalam berburu, perempuan,” ucap makhluk itu terdengar tajam.

Mengunci tatapannya dengan tatapan ketakutanku yang dipaksa berani ini.
Ya, aku membatin dalam hati. Aku mungkin akan mati hari ini.

🛸👾🛸👾🛸👾

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro