Bagian VIII : Like a Magnet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jemari lentik yang setiap kukunya diberi cat berwarna merah terus menari di atas papan tombol. Layar komputer sejak tadi menyala dan tak mau berhenti walau jam kantor sudah selesai beberapa menit yang lalu. Sudah jelas, Jihyo harus lembur. Sedikit sial karena hanya dirinya yang masih berada di bagian administrasi tatkala seluruh rekannya sudah meninggalkan kantor. Bahkan Mira sekalipun, pergi melenggang karena katanya memiliki urusan penting.

Rasanya ingin mengumpat, tetapi tidak ada gunanya juga. Jihyo hanya ingin pekerjaannya segera selesai, sebuah dokumen tentang seluruh administrasi yang digunakan, baik keluar atau masuk selama sebulan. Pekerjaan ini sebenarnya bisa dikerjakan besok, tetapi Hong Chaomin selaku ketua divisi administrasi meminta pengerjaannya selesai hari ini.

Hal yang membuat Jihyo kesal karena ia baru diberitahu kala seluruh rekannya sudah mengerjakan setengah. Jihyo tertinggal jauh dan Chaomin dengan sifat menyebalkan di mata Jihyo, menyuruh seluruh staf administrasi mengumpulkan kerjaan mereka yang ingin selesai kepada Jihyo. Katanya, Jihyo begitu pandai dan lihai dalam hal ini.

"Kurang ajar sekali! Aku tidak pernah menganggunya dan aku bahkan selalu menemani sang ketua menyelesaikan setiap pekerjaan yang ada, tetapi aku malah diperlakukan seperti ini!" ucap Jihyo sangat sebal. Mengingat, ia harusnya ke suatu tempat tetapi karena ini, seperti keinginannya itu harus ia tunda dulu. Jarum panjang jam yang ada bangku juga sudah menunjukkan angka delapan. Waktu benar-benar begitu cepat berlalu.

Jihyo menghela napas. "Sedikit lagi dan kau bisa meninggalkan tempat ini!" ucap Jihyo yang terus fokus pada kegiatannya. Dibeberapa kesempatan juga melirik pada tumpukan map yang ada di sampingnya. Ia menghiraukan sekitar yang terasa begitu sepi, tidak seburuk yang dibayangkan. Akan tetapi, fokus Jihyo dibuat pecah saat hendak meneguk kopi yang dibuat beberapa waktu yang lalu ternyata telah tandas, padahal ia memerlukan kopi agar bisa berkonsentrasi.

Fokusnya benar-benar hancur. Pasalnya, untuk mendapatkan kopi ia harus turun ke lantai bawah, tempat di area dapur khusus para staf berada. Jika terus memaksakan fokus juga hasilnya tidak akan maksimal sehingga Jihyo memilih untuk sejenak meninggalkan area pekerjaannya. Hanya beberapa menit dan ia baru menyadari, betapa sepinya ruangan divisi administrasi. Jika melangkah keluar, ia masih bisa melihat beberapa orang berlalu lalang. Kemungkinan yang bernasib sama seperti dirinya.

Setahu Jihyo, divisi yang sering melakukan lembur adalah divisi pemrograman. Walau perusahaan memiliki waktu pulang, tetapi waktu lembur juga ada. Jelas memiliki bagian tersendiri sehingga banyak staf juga merasa tidak masalah untuk lembur. Menuju tujuannya, Jihyo juga menggunakan lift—tidak terlalu lama, walau setibanya di area dapur, nyatanya tempat itu begitu sepi.

Jihyo tidak peduli. Bergegas ia ke wastafel, mencuci gelas berwarna merah muda miliknya. Kemudian ia mengeringkan gelas itu dengan tisu seraya mengambil bungkusan cappuccino yang disediakan perusahaan. Bukan hanya satu jenis kopi, terdapat berbagai jenis kopi, teh dan minuman lainnya. Makanan atau minuman yang panas telah disediakan, di sisi lain juga terdapat yang dingin—semua gratis untuk pekerja, tanpa mengeluarkan biaya tambahan lain. Bahkan, berbagai cemilan juga ada. Jika ingin memasak juga semua keperluannya sudah disediakan. Seperti jika berada di rumah sendiri.

Sayangnya, Jihyo ke sini hanya ingin membuat kopi, tidak lebih sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia berharap tidak ada drama walau jika ada, Jihyo jelas akan menyaksikan drama itu dengan tenang, punmemang perlu, ia akan ikut bermain. Di area dapur, Jihyo seorang diri. Namun, tidak berselang lama karena saat Jihyo mulai menyeduh kopi miliknya, ia malah mendengar suara langkah kaki dari pantofel. Sekali lagi, Jihyo tidak ingin melakukan sosialisasi yang begitu berlebih sehingga ia memilih tak peduli.

"Shin Jihyo." Sebuah suara nyatanya menyentakkan Jihyo dengan sekejap membuat satu sudut bibir Jihyo terangkat. Ia mengenali suara ini dan di beberapa kesempatan juga menantikan suara itu terdengar di telingannya.

Perlahan, Jihyo membalikkan tubuh. Ia tersenyum tipis karena dugaannya memang benar. Akan tetapi, ia tak membayangkan jika mereka akan sedekat ini. Pria itu, Jungkook ternyata berada tepat di belakangnya, mereka bahkan bersentuhan secara spontan kala dirinya berbalik. Jihyo memasang wajah terkejut dan tak enak. "Presdir, saya tidak tahu jika Presdir ada di sini. Apa Presdir butuh sesuatu?" tanya Jihyo sekadar basa-basi. Sedikit heran, sejak kapan sekelas Presdir seperti Jungkook yang senang memerintah terlihat turun tangan seperti saat ini.

Jungkook belum menjawab. Ia menatap Jihyo sangat lekat. "Kau pasti memiliki alasan lain ke sini, bukan? Dan lagi, kau pasti dia'kan?" katanya dengan nada yang berbeda. Sorot matanya juga berubah drastis, membuat Jihyo tertegun. Namun, kebingungannya langsung terbayar saat aroma alkohol baru terasa.

"Presdir mabuk!" Jihyo langsung mencerca.

Sang empu mengangguk dengan tawa lebar. "Kenapa kau bisa tahu? Tetatpi aku tidak mabuk! Aku itu kuat minum. Hanya saja, aku tidak ingat minum berapa botol alkohol! Aku pusing sekali!" Ia meracau, bagai anak kecil. Sisi lain yang baru dilihat oleh Jihyo, membuatnya tak bisa berkata-kata. Seketika, ia merasa blank!

"Aku sangat pusing dengan semua hal yang datang padaku! Tidak bisakah aku merasa damai semenit saja?" katanya lagi.

Jihyo mengerjapkan mata. Posisi mereka cukup dekat, bau alkohol juga semakin menyeruak. Menurut Jihyo, ia harus keluar dari lingkaran yang saat ini melingkupinya. Akan tetapi, keinginan itu hanya angan belaka saja. Pasalnya, ia merasakan tubuh kekar Jungkook semakin mendekat. Jihyo ingin menyingkir, berusaha sekali lagi, tetapi ia malah merasakan sebelah tangan Jungkook yang memegang pipinya, terasa begitu hangat.

Tidak bisa Jihyo prediksi, Jungkook langsung saja membungkam Jihyo yang ingin mengeluarkan protes. Bibir itu menari dan mengetuk bibir tebal Jihyo yang tertutup begitu rapat. Seperti memiliki solusi lain, Jungkook memberikan gigitan kecil yang tak memberikan luka sehingga Jihyo membuka mulut. Alhasil, Jungkook leluasa mencicipi bibir dan mengakses isi mulut Jihyo.

Jihyo merasakan kenikmatan. Ia tidak bisa bohong walau bercampur dengan rasa alkohol yang pahit. Sedikit tak membuatnya nyaman, sehingga berusaha Jihyo mendorong tubuh Jungkook untuk menjauh, tetapi Jungkook memiliki tenaga yang kuat.

Bajingan ini. Walau Jihyo menikmati, tetapi ini di luar skenarionya. Jika pun harus memberikan sesuatu yang manis, Jihyo ingin dalam keadaan sadar! Bukan seperti ini. Alhasil, Jihyo terus mencoba untuk memberontak, pasokan oksigennya juga perlahan ingin habis dan seakan paham, Jungkook dengan sendirinya melepaskan pagutan itu. Matanya begitu sayu dengan napas terengah-engah, langsung menyandarkan kepalanya ke leher Jihyo—menenggelamkan wajah bagai bantal yang menenangkan jiwa. Posisi yang meresahkan jiwa Jihyo.

Jihyo berusaha menetralkan napas yang terengah-engah. "Presdir—"

"Aku tahu, itu pasti kau'kan? Gadis kecil arogan itu!" katanya lagi. Jihyo tidak mengerti dengan apa yang disebutkan. Belum lagi dengan posisi yang tidak nyaman serta momen beberapa saat yang lalu. Ia merasakan udara yang masuk dan keluar dari hidung Jungkook. Wajahnya begitu halus, hanya sekadar itu karena kedua tangan Jungkook yang berpegangan disisi meja yang dibelakangi Jihyo.

Jihyo mencoba tenang, memikirkan sesuatu walau sulit rasanya berpikir dalam kondisi seperti ini. Akan tetapi, ia langsung merasakan Jungkook yang menarik kepala. Menjauh dari lehernya. Jihyo merasa rasa sesak tadi akan hilang, tetapi nyatanya Jungkook tersenyum begitu lebar kepadanya dengan mata yang amat sayu. "Kau anak gadis itu'kan?" Kembali, pertanyaan itu.

Jihyo sangat jengah. Jika berkata iya, apa drama ini akan selesai?

"Presdir, dengar, aku atau bukan sekalipun gadis itu, Presdir tidak bisa seperti ini."

"Aku bisa!" Jungkook mengangguk di tengah tubuhnya yang sempoyongan. "Sejak kau pergi, aku selalu mencarimu! Dan tingkahmu saat berada di sini membuatku begitu gila. Kau harus tahu itu," kata Jungkook yang menahan tubuh untuk tetap menghadap ke arah Jihyo.

Jihyo masih mengamati Jungkook yang menahan tubuh agar tak terjatuh. Jihyo memiringkan kepala dengan senyum khas yang muncul di wajah cantiknya. "Semua hal sudah berubah dan Presdir tidak akan bertemu lagi dengan anak kecil itu. Itulah fakta yang harus Presdir ketahui," ucap Jihyo dengan santai, bersamaan dengan suara langkah kaki yang mendekat.

Jihyo mengambil langkah mundur, pun dugaannya sudah benar. Dohyun tiba-tiba datang dengan wajah frustrasinya. "Sial, bagaimana bisa dia minum sebanyak ini?" Dohyun mengumpat. Ia hanya melihat Jihyo sekilas sebelum membawa Jungkook pergi dari area dapur, meninggalkan Jihyo yang hanya mengamati apa yang terjadi di hadapannya.

"Apa yang ingin kau lakukan jika aku memang anak itu?"

***

Jungkook memegangi kepalanya yang berdenyut sangat pening. Ia bahkan merasa mual, sontak saja menuntun diri dengan langkah panjang meninggalkan king size menuju kamar mandi. Begitu saja, ia memuntahkan apapun yang ingin keluar di wastafel sembari mengumpat. "Bodoh sekali, berapa botol kau meminum alkohol Jung? Kau ingin membunuh dirimu secara perlahan, ya?"

"Lima belas botol! Kau begitu buas semalam. Sialnya, kau masih bisa berkeliaran dan bahkan masih berbicara dengan Jihyo," ucap Dohyun yang datang membawa handuk kecil. Berusaha memberikan sedikit bantuan. Ia menjawab atas apa yang didengarnya, pun membuat Jungkook membulatkan mata.

Dengan spontan, ia menoleh ke arah Dohyun. "Jangan berbicara omong kosong!"

Dohyun menghela napas. "Saya hanya mengatakan berdasar apa yang saya lihat. Jika Presdir tidak percaya, Presdir bisa bertanya langsung dengan Jihyo. Saya juga tidak mengerti kenapa Presdir meminum begitu banyak alkohol. Intinya, Presdir harus segera menenangkan diri. Ingat, hari ini akan ada pesta perayaan keberhasilan League of Battle. Presdir—"

"Ya, aku ingat! Menyingkirlah dari hadapanku. Aku tidak ingin mendengarkan apapun untuk saat ini," ucap Jungkook, memangkas begitu saja perkataan Dohyun.

Sang empu yang mendapatkan perintah itu langsung saja diam, hingga ia benar-benar pergi—sesuai yang diperintahkan. Alhasil, menyisakan Jungkook dengan dirinya yang masih merasa mual. Namun, perlahan Jungkook mulai merasa tenang walau rasa pusing masih ada. Jungkook sontak mengamati kaca yang ada di depannya, begitu lekat hingga bayangan semalam melintas begitu saja.

Di bayangan itu, momen ia mencium Jihyo begitu ganas langsung saja mengisi pikirannya. Terasa meresahkan karena dalam keadaan sadar seperti ini, ia tiba-tiba merasa sesuatu yang ingin meledak di bawah sana. "Sialan!" Sungguh, Jungkook sama sekali tidak mengerti, tarikan Jihyo nyatanya begitu kuat dan entah kenapa, ia seperti datang secara sukarela pada Jihyo dan sisi lain dari dirinya tidak ingin membantah hal tersebut.

Hola guys! Akhirnya bisa update lagi ya! Hayoloh, yang nantiin momen muaniss. Sabar ya, berjalan perlahan, wkwk.

So, sampai jumpa aja dah di bab selanjutnya. Eh, kata Dohyun ada pesta ini. Jihyo bakalan ngapain, ya? 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro