8. Shape of You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

This hot coffee tastes bitter
Just like the taste you gave me
It’s the taste that ties us
Whether it’s warm, or it’s soft
Is it me who made those memories tastes bitter?
Shape of Love - DISH//

••••

Siang itu Gen mengenakan setelan semi formal serba hitam, mewarnai ulang rambut cokelatnya menjadi hitam, dan membiarkannya sedikit berantakan. Ia melirik personil lainnya yang masih ditata rambutnya, sementara Jiro menatap pantulan di cermin dengan tatapan mimpi buruk. Jemari panjang Jiro membelai ujung-ujung rambut yang sudah dipangkas sedemikian pendek sambil terus mendesah kecewa.

"Haruskah kubotakkan lagi?" ia bertanya kesal pada Gen dari pantulan di cermin. "Semakin panjang semakin rontok!"

"Jangan, nanti makin silau di panggung." Gen menjawab asal membuat Jiro ingin sekali melesakkan hairdryer ke mulut Gen.

Kuro yang keluar dari kamar mandi langsung berucap, "Kau tahu pasti semua menyerang wilayah pribadimu, kan?" Gen hanya menaikkan kedua alisnya tanda memahami resiko tersebut. "Jawaban apa yang akan kau berikan pada karnivora kelaparan tersebut?"

Senyum Gen perlahan mengembang, "Bukan daging pastinya." Jawabnya yakin sambil memasang jam tangannya. "Apa sudah terlambat mengucapkan selamat untuk pernikahan Rena dan Mizuhara?"

"Belum," Kishimoto menjawab sambil masuk di saat yang tepat, "tapi kau akan dihantui pertanyaan berulang-ulang setiap promosi di radio dan televisi. Omong-omong, DJ Kuma menulis permintaan maaf padamu setelah aku menyatakan bahwa acaranya masuk ke dalam acara blacklist Nexus. Diterima tidak?"

"Terima, tentu saja," lagi, Gen menjawabnya terlalu enteng, "namun aku tak berniat menghilangkan acaranya dari daftar blacklist."

"Kubilang," Kuro, sebagai personil paling arif, berdiri, ia mengibaskan rambut panjangnya yang nampak begitu halus seperti kumpulan sutera ke hadapan Ryo, "kalau kau berikan kuasa pada Scar, beginilah jadinya."

Gen menyengir licik. "I'm a king! I can do whatever I want!" ucapnya dengan suara berat dan mengikuti arahan Kishimoto menuju aula yang satu bulan lalu dipakai Rena dan Mizuhara untuk resepsi pernikahan, The Asano Palace.

Jiro menaiki podium paling awal, disusul Kuro, Gen, dan Ryo. Mereka berpose sesaat sebelum melanjutkan duduk di belakang meja panjang yang sudah disediakan untuk sesi wawancara.

"Lagu ini dibuat musik dan liriknya oleh Gen, bercerita tentang kemuakan hidup yang selalu disoroti." Jiro menjelaskan disambut dengan tertawaan sakit hati dari para reporter yang datang siang itu. "Ya, ya, aku tahu kenapa kalian tertawa seperti tadi, tapi itulah yang sahabat kami rasakan belakangan. Tapi lagu ini tak hanya ditujukan untuk orang-orang seperti kami, namun juga pada orang biasa dan pendapat publik yang kadang terlalu gemar menyudutkan bahkan sahabat dan lingkungan terdekat sendiri kemudian berpura-pura suci saat menyadari bahwa mereka merusak hidup orang tersebut."

Kemudian, datanglah saat yang ditunggu oleh Gen, seorang reporter memberanikan diri untuk bertanya ketika sesi tanya jawab dibuka, "Apakah lagu ini berhubungan dengan kasus Rena dan sahabatnya?"

Gen berpura-pura tak menyadari pertanyaan tersebut sebelum tawa terdengar di ruangan. Pria itu duduk tegak dan menunjuk dirinya. "Aku?" kemudian tertawa sesaat. "Bukan, tidak ada hubungannya dengan dia."

"Lalu apa single yang lalu ditujukan untuk Rena? Liriknya sangat cocok dengan kehilangan Anda."

"Are?" Gen kembali tertawa, sementara personil lain susah payah menahan senyum mereka.

"Gen~chan, akui saja, sudah." Ryo meledek sambil memegang pundak Gen kemudian tergelak bersama.

"Tidak, Blurry Eyes bukan tentang diriku. Mungkin sedikit ada diriku di sana, namun bukan tentang aku. Sejujurnya aku sendiri pun tak tahu apa si 'aku' yang dimaksud dalam lagu Blurry Eyes tersebut sudah mendengar lagunya atau belum, padahal aku sudah memintanya secara langsung tapi belum juga dihubungi balik."

"Siapa 'aku' yang kau maksud itu, Gen~san?"

"Bukan aku yang pasti." Kemudian ia tertawa lagi. "Silakan kembali ke topik awal."

Mendengar peringatan dari Gen, reporter serempak menghentikan invasi terhadap wilayah pribadi Gen, mereka takkan repot-repot mau mendapat hujatan dari fans Nexus karena terus mendesak wilayah pribadi meski terkadang Gen mendapati beberapa mobil reporter terparkir di depan apartemennya selama beberapa bulan terakhir, dari pagi hingga bertemu pagi lagi.

***

Sambil memandangi gumpalan bubur kertas kering di hadapannya, Rui meruntuki dirinya karena terlalu lama menunda permintaan Gen hingga 3 minggu lamanya. Bahkan pria itu wajib sekali mengingatkannya via konferensi pers untuk menanyakan pendapat secara tak langsung.

Ketika menonton siaran ulangnya, Rui buru-buru mencari lagu yang Gen maksud tersebut dan ia harus mengakui dirinya mungkin mengalami penurunan kecerdasan akibat menangis selama 2 bulan terus menerus, mungkin sebagian otaknya ikut meluncur bersama air mata hingga mengingat hal sesederhana itu saja tak mampu.

Ia tak menyangka lagu yang ia dengarkan tempo hari, lagu yang menjadi penanda dirinya untuk melepaskan masa lalu, memang dibuat untuknya, lagu yang tak ia ketahui judulnya namun begitu membekas ternyata ditujukan untuknya. Ingatannya kembali pada hari terakhir ia menangisi Rena dan Zenzo, duduk di kursi belakang, berbaris bersama mobil lain di jalan raya dengan air mata menggenang, dan perasaan itu kini berbeda. Dahulu mungkin ia akan kembali menangis jika mengingatnya, namun hari ini ... ia tak merasakan apa pun saat mengingat lagi alasan Zenzo memilih Rena ketimbang dirinya.

Di saat yang bersamaan Keiko mengatakan, "Mayaka~san mengatakan sedang membuat kontrak, mungkin selesai tiga sampai seminggu lagi sebelum bisa kita lihat." Sambil membuka kotak piza dan menyodorkan kaleng soda ke atas meja. "Itu apa sih? Kenapa kau pandangi dari tadi? Jimat?"

"Kartu nama Gen." Jawabnya lemah namun mencomot sepotong piza dan mengigitnya ganas. "Tak ada harapan terbaca sedikit pun."

"Oh, soal yang kau ceritakan itu?" Keiko membukakan sekaleng minuman berkarbonasi rasa stroberi dan menyodorkannya ke hadapan Rui.

Rui mengangguk gelisah. Tak mungkin ia menanyakan pada orang yang kenal Gen juga kan? Memalukan sekali, bisa-bisa disangka dirinya mengejar Gen. Sudah pasti akan timbul gosip lagi kalau ia jadi terobsesi dengan apa yang pernah Rena miliki, takkan mau!

"Kau itu kampungan juga ya ternyata," Keiko ikut duduk di samping Rui, mengambil satu potong piza dan menikmatinya selagi menonton berita malam. "Kau masih punya Instagram, kan? Hubungi saja lewat sana."

"Masalahnya dia sudah tidak aktif semenjak 3 bulan lalu."

"Apa bedanya dengan kau yang membiarkannya kosong selama hampir 2 bulan? Kau masih buka meski tak mengunggah apa pun, kan?" ia sadar betul nada bicaranya lebih mirip ibu pada anaknya ketimbang manajer pada artisnya yang sedikit terlihat semakin tolol belakangan. "Ke mana sih kecerdasanmu itu? Tertinggal di Belgia?"

"Saat malam pernikahan Rena, aku sempat berharap untuk kehilangan sebagian kemampuan mengingatku yang tajam, sepertinya Tuhan mendengarku," ia menatap Keiko dengan mata sedih, "doa orang teraniaya memang dikabulkan ya, sialnya aku salah meminta." Kemudian dia berguling dengan piza masih di mulut, mengambil ponselnya.

Meski tak mengikuti akun salah satu personil Nexus, Rui hapal akun Instagram milik Gen, ia membuka dan mendapati akun tersebut belum memperbaharui unggahannya, terakhir masih foto turntable berwarna biru milik pria itu.

Beralih pada menu Direct Messages, ia tersambung pada kolom kosong dengan akun milik Gen dan tanpa ragu menuliskan,

[Gen~san ...
Kizu Rui desu.]

Di lain tempat Gen yang masih di studio, dalam proses rekaman album penuh Nexus, mengabaikan notifikasi tersebut, menganggap pemberitahuan pesan di Instagram sesaat lalu merupakan salah satu dari sekian banyak notifikasi fansnya. Ia memejamkan mata, mendengarkan permainan drum Kuro yang sudah diulang sebanyak 2 kali lantaran Kuro sendiri merasa tak puas dengan hasilnya, menurut pendengaran Kuro ada feel yang off di beberapa bagian dan ia kurang senang dengan hal tersebut, padahal menurut Gen dan yang lain itu sudah cukup.

Baru pukul 2 dini hari mereka memutuskan untuk beristirahat, sebagian memutuskan untuk tidur sebentar sementara Gen memesan makanan tengah malam, ia hampir mati kelaparan, tidak ingat kalau belum makan lebih dari cokelat dan kopi di mobil.

Saat dirinya mengecek ponsel, ia membalas beberapa pesan teman, orangtua, dan sampai pada pesan di Instagram, niatnya ia hanya akan menyingkirkan notifikasi tersebut kemudian terlelap, namun saat melihat akun Rui, ia buru-buru duduk tegak di sofa panjang, mengabaikan tatapan heran Kuro yang masih melakukan pendinginan otot.

Itu akun Rui! Ia melotot, membaca ulang, berkedip, dan mengulangi bacaannya. Apa ia tidak salah lihat ini akun Rui? Jangan tanya mengapa dirinya tahu dan yakin bahwa yang mengiriminya pesan adalah akun Rui, dirinya kan sering mengintip akun tersebut sembunyi-sembunyi dari personil lain, berharap Rui mengunggah sesuatu namun akun tersebut terus dibiarkan kosong.

Apa yang harus dibalasnya? Gen menoleh ke sekitar, memastikan tak ada yang mengintip dari balik punggung sebelum mengelap telapak tangannya yang basah.

Oke, Gen, sekarang tenangkan dirimu. Tapi kau tak tenang pun tak masalah, ini di pesan, dia takkan bisa melihat ekspresimu, santai saja, kau boleh panik sekarang.

Gen sudah menuliskan "Maaf lama, aku sedang rekaman" namun setelah dibaca ulang, kalimat itu terdengar sombong dan mengerikan. Tapi biasanya kalimat itu tak terdengar mengerikan! Kenapa segala sesuatu yang normal untuknya justru jika disangkutpautkan dengan Rui terasa dingin dan tak pantas?

Ah, tak tahulah!

Dan pesan balasan tersebut berakhir dengan hanya,

[Hai, Kizu~san, ada apa?]

Ia sangat sadar bahwa pesan balasan tersebut tak terdengar lebih ramah dari pesan awalnya, namun terdengar wajar, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu terlihat menggebu. Ia harus mempertahankan imejnya, bukan?

Baru ia meletakkan ponselnya, berpikir Kizu Rui pasti sudah terlelap, ini pukul 2 dini hari dan karena kelambatan otaknya dalam memikirkan kata yang terdengar biasa-biasa saja, jam sudah menunjukkan lewat 20 menit ketika ia mengirim pesannya. Tetapi tak sampai 2 menit ponselnya berdenting lagi, menandakan pesan masuk.

Rui membalasnya!

Aku sudah mendengar lagunya,

Jatungnya terasa ingin melompat dari dada begitu membaca dengan seksama balasan pesan Rui. Dia mendengarnya!

[Itu lagu yang indah. Merana namun indah.
K

au tak salah mendeskripsikanku di sana.]


Jujur saja, sebenarnya ada kekecewaan ketika balasan Rui hanya sebatas itu, ia ingin sesuatu yang seperti Rui ucapkan ketika ditanya mengenai New Ark.

[Aku ingat mendengarkan lagu suatu malam. Aku ingat lagu ini yang memantapkan keputusanku untuk pergi ke Belgia, kupikir saat itu, aku sudah melakukan yang terbaik untuk membuat Zenzo kembali dan pria itu tetap memalingkan wajahnya. Seperti dalam lagumu. Maka, sudah cukup sampai di sana aku mempermalukan diriku, sama seperti di lirik yang kau tulis, kurentangkan tangan dan dia tetap berlalu, tak ada yang bisa kulakukan lebih dari itu dan aku takkan mau menjatuhkan harga diriku lebih jauh.]

[Biarpun menyakitkan, kurasa aku harus menipu diriku sendiri dengan kebahagiaan, nanti juga lupa bahwa aku sedang bersedih dan metode melodi ceria namun lirik yang merana tentu menipu pendengar yang kurang lancar berbahasa Jepang, pasti mereka mengira itu adalah lagu cinta berbunga-bunga. Kurasa, itu yang membuatku sadar bahwa keadaanku saat itu adalah tanggung jawabku sendiri untuk mengaturnya, bukan Rena ataupun Zenzo.]

[Sudah, itu saja.]

Perlahan senyum Gen mengembang ketika tulisan Rui berderet rapi di kolom pesan. Malam pesta pernikahan Rena? Saat siaran radio yang acaranya ia blacklist. Yang ia banggakan adalah Rui mendapat pesannya, tak ada yang lebih bertanggung jawab atas kepedihan hatimu melainkan dirimu sendiri. Mungkin kehilangan Zenzo berdampak besar bagi Rui, sudah pasti ada sebagian dirinya yang ikut dibawa Zenzo, namun dengan sisa dirinya yang tertinggal, ia bisa membentuk lagi kebahagiaan lebih dari yang Zenzo berikan.

Saking senangnya, Gen sampai lupa ia hanya memandangi pesan Rui bermenit-menit dengan senyum konyol di wajah. Seperti sebelumnya, 10 menit ia habiskan untuk memikirkan apa balasan yang akan ia berikan pada Rui, harus terdengar sopan, bahagia karena Rui mendengarnya sebelum diberi tahu, namun tak boleh terkesan berlebihan, harus biasa-biasa saja.

Dan ... seperti apakah itu biasa-biasa saja? Ia jadi meragukan kemampuannya menulis lirik lagu, apa berhadapan dengan wanita berbibir tipis bisa membuatnya tolol, ya?

[Aku senang kau sudah mendengarnya sebelum kuberitahu. Kizu~san, aku yakin kau tahu bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Rena harus sesuai dengan keinginan wanita itu, aku takkan mengatakan bahwa aku mengerti posisimu karena aku tak tahu apa pun, saat itu aku hanya ingin mengatakan bahwa kau sudah berusaha membuat Mizuhara menatapmu lagi, jika pilihannya tetap jatuh pada Rena, bukan berarti kau tidak berharga, kau berharga, hanya saja bukan untuk Mizuhara.]

[Aku bersyukur Mizuhara melepaskanmu, sejujurnya.]

[Hei, apa-apaan ini? Kau bahagia aku patah hati?]

Gen ternganga membaca balasan Rui, ia menggeleng cepat sambil mengibaskan tangannya, panik bukan main. Benar kan! Cepat atau lambat pasti ia salah bicara! Baru Gen akan menulis permintaan maaf panjang lebar, pesan Rui kembali masuk,

[Aku bercanda.]

Ia lemas bersandar di sofa membaca pesan tersebut.

[Kau mengagetkanku!]

[Sebenarnya ada satu hal lagi,]

[Apa?]

[Aku ingin berterima kasih padamu, datanglah ke apartemenku, jika sempat.]

Jika tadi jantungnya hampir melompat lantaran bahagia Rui mengetahui band mereka sebelum bekerja sama di PV, sekarang kaki Gen terasa lemas, beruntung ia sedang duduk, kalau berdiri pasti amat memalukan. Kepalanya rebah ke sofa dengan kaki yang masih menapak lantai. Ia memandangi lekat-lekat pesan tersebut.

[Kapan?]

[Minggu depan?]

Gen menimbang, minggu depan ia akan merekam dua lagu lagi, tapi selama tahun ini bahkan hingga bulan Maret ia hampir tak mendapat libur, terlalu banyak jadwal menumpuk dan target album terbaru mereka harus segera rilis sebelum memasuki bulan Mei. Tapi bukan berarti ia tak bisa meluangkan barang 3 jam untuk menemui Rui, kan?

[Tentu, pukul 6. Berikan aku alamatmu.]

Rui membalas disertai alamat apartemennya di pusat kota. Ia tersenyum melihat nama gedung apartemen tempat Rui tinggal, ia tahu gedung tersebut, terletak di daerah Chuo-ku dengan lanskap Sumidagawa. Meski bukan apartemen supermewah, Sumida Riverside Tower merupakan salah satu apartemen dengan pemandangan terbaik.

Gen mengenggam ponselnya kuat-kuat dan cengiram lebar terlihat di wajahnya saat ia mengubah posisi menjadi telentang di sofa, menaikkan kedua kakinya kemudian hampir saja refleks menendang, ia meraba dadanya, memastikan jantungnya tak ikut meloncat keluar dada.

Kuro berdiri di sana, satu meter di depan wajahnya yang menyengir tolol sambil memeluk ponselnya. Mata Kuro terlihat menyipit curiga dengan bibir yang menipis, menandakan pria itu sedang mengambil kesimpulan dari yang Gen lakukan namun menolak untuk mengungkapkan kesimpulannya, Kuro akan menggunakan kesimpulannya tersebut pada saat mendesak untuk membuat Gen melakukan hal-hal memalukan, nanti, ada waktunya untuk memeras orang yang paling kering seperti Gen.

"Kau tersenyum lebar seperti baru mendapat warisan beratus-ratus juta dollar dari janda tua simpananmu, Gen." Tuduhnya sebelum berlalu menuju meja, membuka kotak piza dan mencomot satu potong. "Kupanggil dari tadi, kau tak menyahut, pizamu sudah dingin."

"Kenapa kau tidak jadi penulis saja sih, Jun~chan? Imajinasimu cukup liar sepertinya." Ia bangkit, ikut menikmati makan malam supertelatnya dengan Kuro.

"Siapa tahu kau berhasil memikat Yoko Ono dan menghabiskan uang warisan dari janda John Lennon itu." Kuro memutar-mutar pizanya di udara, berusaha menggambarkan sesuatu yang rumit, "siapa yang tahu apa yang terjadi dalam kehidupan pribadi seorang Gen. Jangankan rumor kau simpanan janda, nama aslimu saja belum ada yang tahu." Senyum Kuro terlihat licik, jelas pria itu tahu siapa sebenarnya Gen.

"Kalau band kita tidak laku lagi, sepertinya kau cocok dengan pekerjaan mata-mata, informan, data base, provokator semacam Izaya."

"Terima kasih pujiannya." Kuro mengangkat pizanya dengan senyum puas. Sudah pasti tebakan Kuro tak salah, tinggal mencari waktu untuk memeras Gen, mungkin sebuah Porsche 911 cukup untuk menutup mulutnya.

***

Rena masih asyik menikmati peran barunya sebagai seorang istri sungguhan, bukan hanya istri dalam peran yang ia mainkan di televisi. Rasanya ia sudah cukup ahli untuk dikatakan istri profesional, mulai dari bangun tidur menyiapkan sarapan serta baju kerja Zenzo hingga menyambut pria itu di depan pintu saat pulang kerja, sungguh, tak ada skrip yang tak ia hapal tentang rumah tangga bahagia dan tentu saja ia akan tahu jika Zenzo mulai menutup-nutupi sesuatu darinya, ia tahu tanda-tandanya—lagi-lagi melalui peran yang ia lakoni dahulu, sudahlah, ibu rumah tangga tak ada apa-apanya untuk seorang Natsume Rena.

Siang ini sementara Zenzo bekerja, Rena memulai rutinitas mingguannya, ke salon. Setelah berjemur selama hampir sebulan di Hawaii dan kepulauan pasifik lainnya ia memerlukan banyak sekali perawatan kulit serta rambut sebelum jadwal pertamanya esok siang.

Ia kembali dari bilik spa masih mengenakan baju handuk yang hangat saat duduk di depan meja rias untuk memulai perwatan kukunya.

"Bagaimana bulan madunya?" tanya pemilik salon yang selalu menangani Rena langsung, Sakai.

Dengan sebuah senyum penuh makna dan mata yang usil, Rena menggedikkan bahunya berpura-pura bungkam, padahal besok pun ia akan membeberkan segalanya ke publik mengenai liburan mereka. "Ya, begitulah."

"Ah, ayolah, masa kau tidak ingin berbagi?" Sakai memicingkan matanya. "Belum hamil, kan?"

Rena tertawa senang mendengar gosip-gosip seperti itu sambil mengibaskan tangannya. Namun, saat ingin menjawab, ia melihat pantulan televisi yang sedang menayangkan konferensi pers dari Nexus di kaca. Ia buru-buru berbalik, menggantungkan pertanyaan Sakai seolah tak pernah didengarnya.

"Itu Rui?" suaranya terlalu kecil, bahkan lebih bisa dibilang ia sedang bicara dengan dirinya sendiri ketimbang bertanya pada Sakai. Sadar bahwa suaranya tak terdengar, Rena menegaskan sekali lagi pada manajernya yang duduk 5 meter jauhnya. "Kutanya, apa itu Rui?"

"Ah," Manajer Rena ikut melihat televisi, mengernyitkan dahi kemudian mengangguk pelan. "Ya, kurasa itu Rui, tapi aku tak yakin, dia sudah keluar dari Galaxia."

"Ya, aku juga tahu itu! Tapi kau itu manajerku! Harusnya kau tahu hal-hal seperti ini! Aku tak mau tahu, pokoknya kau harus mencari siapa yang membuat Rui menjadi model PV Nexus, aku takkan terima!"

Rena berbalik dengan wajah panas menjalar hingga ke seluruh tubuhnya, tangannya gemetar menahan amarah, dan dengan kasar ia melemparkan handuk yang masih membelit kepalanya.

Keparat Rui! Sekarang pasti wanita itu sedang mencemoohnya lantaran menelantarkan mangsa begitu besar lolos padahal dengan suka rela mangsa itu tergeletak di hadapannya minta disantap. Pasti Rui sedang menertawai kebodohannya!

Jika ia tak bisa memiliki Gen, maka Rui pun tak diizinkan! Rui tak boleh melampauinya!

•••

https://www.youtube.com/watch?v=bbP3deJs91c

I wanted to tie us together
Is it already impossible now?
Tied by fingertips
Tied by promise
Kitamura Takumi - DISH//

••

Scar: Paman Simba yang mendorong Mufasa dari puncak tebing di Lion King.

Are: Seruan keterkejutan seperti 'Eh?'

Izaya: Karakter pria antagonis di anime DuRaRaRa! yang menjadi informan geng jalanan Ikebukuro.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro