Mantra

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dari buku tebal misterius tanpa judul yang kau baca di perpustakaan siang itu, kau menemukan cara unik untuk mempercepat waktu. Perasaan tidak rela yang mengendap dalam relung masih sama, walau ratusan hari telah berlalu; saat-saat dirimu melepaskan tangan pujaan hati, Lee Changsub. Sekarang ini, kau ingin sekali membuatnya pulang lebih cepat.

Duduk di bawah langit malam, kau sengaja tidak pulang ke rumah sehabis berkutat dengan tugas kampus yang mengikat. Memejamkan mata rapat-rapat, sesuai peraturan yang tertulis kedua tanganmu menyatu pada sisi kanan dan kiri pinggang. Mulailah kau membaca mantra yang sudah kau hafalkan selama dua belas jam.

Mantra yang terasa aneh di lidah sebab harus menuturkan 'toa toaya, toana, toani' secara cepat sebanyak lima puluh sembilan kali. Namun, kau bisa menyelesaikannya, tidak mengapa bibir mengering karena komat-kamit mendesis. Tiba saatnya membuka mata, kau merasa berhasil melangkahi waktu. Percaya diri kalau Changsub sudah ada di depan mata, hasil dari usaha.

Suara kresek rumput-rumput liar yang telah meninggi di sekitar memenuhi pendengaranmu akibat tertiup angin. Tepat matamu membuka, yang tertangkap adalah kekosongan.

Waktumu masih sama, kau hanya menghabiskan tiga puluh menit duduk di tengah lapangan.

Tidak ada Lee Changsub di hadapanmu, atau paling tidak punggung laki-laki itu. Seketika darah mudamu berdesir marah.

"DASAR PENIPU!"

"APA?!"

Kau terkejut, secara spontan terbangun dari tidur dan melihat sosok garang di depan papan tulis lebar, sedang melotot ke arahmu.

"Siapa yang penipu?"

Mantra itu, jawabmu dalam hati, tentu saja kau tidak mengatakan secara terang-terangan. Dosenmu pasti sudah salah paham, mengira umpatan itu dituju kepadanya.

"Ketahuan tidur, dan tidak menyimak pelajaran, memaki pula. Keluar dari kelas saya, SEKARANG!"

Tanpa membantah, kau beranjak sesudah membereskan buku-buku dan alat tulis di meja. Keluar dari kelas, helaan napas berembus kasar sambil menggunakan masker. Ah, padahal kau tidak pernah suka menggunakan masker penutup hidung, tapi mau bagaimana lagi, virus yang sekarang mendunia bisa menginfeksi siapa pun, tidak mengenal orang penting atau pejabat negara. Namun, ada bagusnya juga pakai masker, itu bisa menutupi jerawat di pipimu. Kau tertawa dalam diam, hanya tetap saja kau membenci dia; si virus.

Pusing karena diusir—padahal baru masuk kampus setelah diliburkan—dan harus mematuhi peraturan menggunakan masker, lebih baik duduk di tempat adem sambil berselancar di sosial media, pikirmu yang langsung terlaksana.

Di bawah pohon rindang, matamu membesar sesaat ada postingan berisi pemberitahuan penting—bagimu, bahwa Lee Changsub sudah pulang dari barak terkait virus yang namanya sedang terkenal sekarang.

Seketika... ada secuil perasaan ingin berterima kasih pada si virus, sebab kepulangan Lee Changsub lebih cepat akibat partikel tak kasatmata yang membandel itu. Walau demikian, harapmu agar si virus cepat pergi tanpa kembali lebih besar.

"Astagaaaa, pacarku pulaaaang!" Kau heboh sendiri. Sudah biasa, kau selalu menganggap Changsub sekaligus enam anggota lain kekasihmu.

Kau jadi meyakini, dalam hal buruk, setidaknya ada satu atau dua makna baik, meski hanya seujung kuku, dan sekecil bintil.

Kembali perkataan Changsub waktu di panggung hari itu terngiang jelas: Aku tidak mencintaimu karena aku mencintaimu, tetapi karena aku tidak bisa menolak untuk mencintaimu.

.
.
.

Selesai ~


Hueee 😭😭 saking nggak bisa berhuta-huta. 'Dan aku akan mencintaimu lagi', lalu aku... aku selalu mencintaimu dan Bitubi tanpa akhir. Ihiiiw.

Seperti 7pm, ini juga tulisan spontanitas. Maapkan daku kalau ceritanya receh abis, hiks. Melodieeeesss, perasaanmu gimana kabarnya?

Noted: Mantra niatnya kirim kemarin, eh pas lagi baca ulang, tiba-tiba aku ketiduran. #LAHH 😂 sampai jumpa lagi, Melomelomelokuuuu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro