Ngidam Bitubi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semakin berat saja, gerak sedikit nggak enak, berbaring miring juga sama. Kehamilanku berangsur membesar, ini kali pertama diriku mengandung, pertama pula aku mengalami yang namanya mengidam. Cuma, agak aneh, gara-gara boyband yang sering kakak tonton di layar komputernya, aku jadi mengidamkan itu terus-menerus, apalagi kalau mau bobok, perutku bakal terasa tergelitik dari dalam jika belum melihat mereka.

Perut sudah menonjol, badan pun ikut mekar. Aku nggak mau gemuk, terus kata kakak, aku menggemaskan dengan badan seperti sekarang. Senang? Jelas enggak! Aku nggak pernah terima dibilang menggemaskan, itu kata lain jelek bagiku. Sudah hidung pesek, ditambah gemuk, nanti wajahku bisa-bisa tenggelam.

Dua hari dua malam, aku nggak mau menyapa kakak, dia memanggil, aku abaikan. Berbagai macam bujuk rayu dari kakak, nggak membuatku tergiur. Namun ketika kakak membujuk sama yang itu, jelas saja membuatku luluh!

"Aku mau ke Plus Two Eight cafe, di sana bakal ketemu sama anggota BTOB, kamu mau ikut nggak?"

Oh my, my....

Mataku sudah melepas sorot binar kelap-kelip, seperti menggunakan efek glitter gitu, ya ampyuns.

"Mau? Oke, tapi jangan marah lagi, ya?"

Yap! Aku nggak akan marah lagi, hihi.

Haduhh, mereka semua tampan, punya pesonanya masing-masing. Ini cara sabar gimana ya, kok aku nggak bisa? Bahkan malam kurasa sangat lama menuju pagi, nggak bisa tidur juga, akibat terlalu banyak memikirkan betapa menyenangkan melihat Bitubi di depan mata secara langsung. Lang-sung! Nggak terhalang kaca!

Rasa semangat meluap-luap kala matahari menyembul di balik sela langit yang belum berawan, ayam jago berkokok menjadi alunan mercon yang membombardir dalaman tubuhku hingga berantakan. Sensasinya luar biasa. Aku sudah memulai persiapan; membersihkan diri, persetan kalau sebetulnya sore baru akan pergi.

Mengganti tidur yang kurang semalam, waktu menunggu sampai sore kubuat untuk bocan usai kakak memberiku makan.

---

"Eron boleh masuk memangnya? Kamu yakin, Sel?" tanya teman kakak di ambang pintu, langit sore masih cerah layaknya siang. Ternyata aku nggak akan pergi berdua saja bersama kak Misel.

"Masa nggak boleh?"

Dari balasan kak Misel, dia ragu. Huh, kakakku memang mudah terpengaruh.

"Lihat nanti deh, kamu jaga saja baik-baik Eron," sahut Fitria, ia sering bermain ke rumah kalau kakakku libur bekerja. "Jangan sampai lepas, apalagi lahiran di jalan."

Dih. Dengar ya, aku nggak akan melahirkan di jalan tahu! Lagipula, bukan saatnya jika hari ini, masih ada tiga atau empat minggu lagi. Aku agak tersinggung, entah mengapa sejak mengandung, diriku amat sensitif, tapi ya sudah, demi bertemu Bitubi, aku telan semua rasa asem-asem nggak enak.

Bicara-bicara soal Bitubi, mereka itu suaranya merdu, nggak sepertiku yang serak-serak becek, kadang sampai nggak bisa bersuara. Kakakku penggemar berat mereka, di kamarnya terdapat puluhan poster Bitubi, foto-foto anggotanya juga banyak, kakak terlihat bahagia kalau memandang mereka. Aku jadi sering memasuki kamar kak Misel, sekadar tiduran di atas ranjang yang langit-langitnya terdapat stiker biru berbentuk hati terbalik. Kata kakak, itu logo Bitubi. Nggak paham sih, apa artinya logo. Aku hanya tahu bentuknya yang unik.

Sampai di kafe Plus... apa ya? Ayeouhh susah menyebutkan, pokoknya tempat aku bisa bertemu anggota Bitubi. Nggak terlalu jauh ternyata tempatnya dari rumah. Tulisan besar berkilau yang nggak bisa kubaca sudah menyapa di depan kafe. Saat memasukinya, diriku merasa takjub sampai nggak bisa berkedip. Udara di dalam terasa sejuk—berbanding jauh dari luar yang super panas walau sudah sore, suhu Jakarta memang nggak bisa bersahabat!

Lantunan lagu yang nggak asing menyapa kedua telinga runcingku. Liriknya begini; bogo shipdago jeongmal bogo shipdago....

Habis itu, nggak bisa lagi. Bukannya nggak hafal, tapi lidahku sering terbelit, jadi nggak pernah dicoba buat nyanyi. Tiap malam, kakak sering memutar lagu yang sekarang memanjakan telingaku.

Seolah tahu kemauan adik cantiknya ini, kakak mengangkat tubuhku yang sudah dipastikan semakin berat dari hari ke hari. Menempel di tubuh kakak, akhirnya aku bisa bebas memandang kemana pun, tidak lagi sempit di kotak persegi.

Fitria sedang memesan menu, dan kakak memilih duduk dekat dinding seputih bulu-bulu panjangku usai menaiki anak tangga. Banyak lukisan abstrak tertempel di dinding, corak dan warnanya nggak beraturan. Mungkin itu yang sering disebut seni.

Duduk dalam pangkuan kakak, aku bertanya-tanya dalam diam; berapa lama lagi aku harus menunggu sosok-sosok hensem?

"Rezekinya Eron, ya?" Kak Misel menampilkan senyum kecil setelahnya, sehingga cekung di kedua pipi kakak terlihat. Aku tahu apa maksud kak Misel. Sebelum memasuki kafe tadi, kakakku ditanya-tanya oleh penjaga di depan, sesekali penjaga pendek itu melirik arah kotakku. Memangnya diriku bom apa, imut-imut begini masa dicurigai? Dasar bapak berkumis!

Setelah kekiyutan hakikiku diperlihatkan kepada bapak berkumis, dan nggak ada yang mencurigakan, kami baru boleh masuk.

"Nih."

Yupss, Fitria kembali!

Ia meletakkan nampan di meja bulat hadapan, berisi dua gelas minuman, dan dua piring berisi makanan yang aromanya asing dalam penciumanku. Lalu, di mana anggota Bitubi?

"Jeng, jeng! Ini BTOBnyaaa...." kak Misel memperlihatkan kertas kaku bergambar anggota kesayanganku.

Sebentar, ini maksudnya gimana?

"Nahh, ini Seo Eunkwang, malaikat BTOB dan Melody! Eron seneng?"

Ha?

Suara tawa dari teman kakak memecah konsentrasi kedua mataku yang mengamati dua kertas tipis itu. Jadi... hanya gambar?

"Baru nemu Melodycat, sumpah. Lihat deh tatapannya sampe serius banget!" Fitria bicara, tapi kemudian kembali tertawa.

"Tergila-gila dia. Tahu nggak? Kalau aku play video musik BTOB, dia langsung kayak pingin nyentuh gitu. Alhasil layar laptopku baret-baret gegara nih bocah satu. Kukunya itu lho."

"Seriously? Wehh, BTOB memang bener-bener keterlaluan. Keterlaluan paripurnanya, sampai kayak magnet, menarik banyak kalangan."

Aku masih nggak percaya kalau Bitubi yang dipertemukan denganku cuma gambar!

Kakak memberi potongan roti, aku enggan memakannya, bukan seleraku, nggak ada aroma ikan. Sepanjang duduk, aku mulai bisa menerima keadaan. Melihat sekali lagi gambar yang kini berada di pangkuan kakak—dekat denganku, perut serasa tergelitik. Ini bisa dimakan nggak kertas bergambarnya? Ngidamku kambuh.

"Pencitraan?!" Kak Misel tiba-tiba heboh, membuat bulu sekitar ekorku meremang, kaget. "Pencitraan bagaimana, kalau mereka saja nggak pernah malu memperlihatkan wajah jelek?"

Fitria bersama kakak sedang membicarakan tentang Bitubi, mereka tampak sangat menggebu-gebu.

"Pencitraan melalui tingkah jenaka? Hih." Teman kakak menggerutu. "Kalau nulis berita, boleh gitu seenaknya? Yang nulis ini artikel pasti bukan dari media resmi."

"Komentar-komentarnya juga bikin sakit mata semua. Forum julit keknya. Terbalik sih, pencitraan itu orang yang nulis berita nggak bener, sama yang berkomentar judge!" Kak Misel menanggapi, masih menatap layar persegi panjang bak buku tulis bersama Fitria di kursi sisi.

Aku nggak paham apa yang mereka bicarakan, tapi kurasa itu buruk, melihat bagaimana reaksi kakak dan Fitria.

"Mm, betul. BTOB punya ciri khas, bukan pencitraan. Belum tahu apa, cakarnya Eron tajam!"

Ey? Kok namaku disebut-sebut?

"Kamu boleh cakar orang-orang kayak begitu, Ron." Fitria lalu mengelus bulu-buluku, berpindah fokus dari benda mati yang bisa membikin sejuta reaksi pada manusia. Kak Misel juga, dia mematikan objek itu dan mulai bergabung bersama Fitria; memerhatikanku.

"Bentar lagi kamu punya ponakan ya, Sel?"

"Hooh," sahut kak Misel, menyedot minuman dari gelas plastik bertulis tambah, angka delapan, dan dua. "Lahiran muda si Eron, moga lancar yak."

"Aamiinnn...." Fitria kembali mengelus buluku hingga menimbulkan rasa geli sekaligus nyaman. "Eron mau punya anak berapa?"

"Tiga saja." Kakakku yang menjawab, kemudian tertawa lucu.

Um, tiga, ya? Padahal aku maunya tujuh, supaya sama kayak jumlah anggota Bitubi. Barangkali, setelah anak-anakku lahir, wajahnya mirip Bitubi.

"Jangan lima cem tetangga sebelah," imbuh kakak yang langsung mengusik pasang telingaku menjadi gatal.

"Meong...."

Iya, nggak lima, kok. Cuma tujuh.

.
.
.

Selesai ~

Tolong pahami bahasa Eron, ya. Wehehe.

Uhuuu, aku kembali gaes, tapi kembalinya membawa cerita yang entah, absurd dan nggak bermakna. Faedahnya cuma satu; buat hiburan kala gabut:"



HAPPY BORN DAY ABANG UNCH-UNCH. 😂😂 Abang Unchik, jaga kesehatan di sana yaa.

Oh, ya, thank you very much for 93 Line Chingu yang sudah mereview kafenya Bang Kwang, sehingga menyempurnakan risetku. Kapan-kapan daku ke sana, barangkali ketemu Eunkwang sebagai jodoh. #HALUUUU Kepingin injeolmi lattenya aku tuhh :v



See you yaa~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro