CP 1: LEGAMON MELON

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Strata 3 batal.

Ngelamar Najla pun batal.

Sadam bukan tipe cowok yang bakal larut dalam patah-hati. Apalagi menjelma cowok-cowok indie. Galau segalau-galaunya saat menatap senja? Oh no! Sembari meneguk kopi dan menikmati patah hati? Big no!

Nyatanya ia salah besar. Sempat Sadam berpikir bahwa memang itulah yang terbaik buatnya dan Najla. Mereka berpisah, betul-betul berpisah setelah tiga kali putus-nyambung seperti ABG puber. Lagi pula, cewek mana yang mau terus-terusan dipacari tanpa ada komitmen ke depannya?

Yes, Najla adalah salah satu di antara 'jenis' itu. Bayangkan saja, mereka berpacaran dari zaman menjadi mahasiswa baru program Strata 1. Sampai terakhir kali mereka bersama, Sadam belum berani mengajaknya melangkah ke pelaminan. Terlalu banyak kekhawatiran yang dia pikirkan.

"So, kamu udah terima undanganku?"

Taek, lah!

Seraya menutup gorden kamar, Sadam bergumam random. Terkesan malas menanggapi panggilan Najla. Sakit hati baru terasa saat selembar undangan mampir ke rumah orang tuanya. Sial beribu sial, yang menerima benda itu adalah sang mama. Wajar saja mama dan papanya terus mengungkit pernikahan Najla secara terang-terangan. Lalu, dikaitkan dengan Sadam.

"Dam, aku masih bicara sama kamu, loh. Ingat, kita pisah baik-baik. Kamu nggak dendam, kan?"

Nggak. Cuma kesel aja gara-gara kamu aku sampe nggak minat ngapa-ngapain.

"Halo, Dam? Seriously? Kalau kamu diem aja, aku matikan telponnya. Kalau bukan kamu yang nelpon duluan, nggak kuladeni, loh."

"Sori, aku ganggu kamu."

Suara kasak-kusuk terdengar lewat pengeras suara. Barangkali Najla memang sedang ada urusan di luar. Entahlah. Sadam sudah enggak terlalu mengikuti kabarnya selama tiga bulan terakhir. Sampai akhirnya tiba-tiba saja undangan sialan itu datang.

Ugh, so sorry. Bukannya gue enggak suka Najla menikah, tapi sebagian dari hati mungil gue menjerit kesakitan.

"Nggak, nggak, aku aja yang lupa kalau kamu emang lebih suka diem."

"Belum juga setahun, kamu udah lupa aja tabiatku."

Terkikik gadis itu di seberang sana. Sial! Khayal Sadam melanglang buana. Membayangkan pipi tembam Najla yang dipercantik lesung kecil. Kalau sedang tertawa, ia betah memandangi gadis itu berjam-jam.

"Udah, ah. Makin ngaco, deh. Pokoknya kamu dateng, ya. Bulan lalu kamu nolak dikenalin sama Yudis. Nanti harus dateng, dong, biar kamu kenal calonku, eh ... suamiku."

"Hm, oke."

"Oke, Dam. Aku buru-buru banget, mau fitting baju lagi. Dah, sampai ketemu di hari H."

Tanpa membiarkan Sadam menjawab, Najla menutup sambungan panggilan. Bisa-bisanya bersikap demikian santai setelah bertahun-tahun mereka berstatus sepasang kekasih-baru empat bulan putus. Alasannya karena Najla enggak bisa terus-terusan bareng Sadam yang enggak bisa memberikan kejelasan tentang arah hubungan mereka ke depannya. Najla ngebet banget ingin menikah. Enggak heran, dari dulu selalu melempar kode kepada Sadam dengan berkata: pengin nikah muda.

Nikah muda dari Hongkong! Sadam justru ngeri melihat pasangan-pasangan muda. Contoh kedua saudaranya yang sudah lepas status lajang. Raja dan Kiara.

Raja memang menikah di usia yang sudah matang, tetapi tidak dengan Nadira. Ada insiden-ia rasa enggak perlu menyebutkan-yang membuat mereka akhirnya bersatu. Demikian juga dengan Kiara dan Deka. Sadam sendiri yang menghajar Deka atas kesalahpahaman di kamarnya waktu itu. Semua orang berpikir bahwa Kiara dan Deka tertangkap mesum. Padahal saat itu Sadam percaya Deka dan Kiara. Ya, mau bagaimana lagi? Sadam sudah kepalang emosi.

Sebagai abang yang sangat menyayangi adik dan menghormatinya sebagai perempuan, ia kalang kabut tentunya. Insiden itu membuat Kiara dan sahabat kecilnya-Deka-akhirnya menikah. Selama ini Sadam diam tidak membela di saat mereka susah-payah menjelaskan kesalahpahaman itu. Sampai akhirnya mereka sah menjadi suami istri.

"Om Adam?"

Ho, lihatlah! Baru juga dipikirkan. Hasil 'kerja keras' mereka muncul dari balik daun pintu. Kaka-keponakan kedua Sadam-yang kalau dipikir-pikir, tengilnya mirip Deka pas masih kecil.

"Kenapa, Ka?"

"Om, ayo keluar. Kita makan puding buatan Ibu."

"Sombong juga ibumu, ya. Mentang-mentang udah jago masak, ke sini pamer skill mulu."

"Om ngomong apa, sih? Ayo!" Kaka menarik tangan Sadam tanpa peduli kaki sang om menghantam tepian kasur.

Sadam bilang juga apa? Bocah itu benar-benar suka menguji kesabaran. Jika saja ada Ayana-anak Raja-Sadam pasti sudah enggak akan senang hati menghabiskan akhir pekan di rumah. Tiba di ruang tamu, ia mendapati mamanya dan Kiara yang sudah duduk menikmati puding, yang pastinya buatan Kiara.

"Mas, nggak bosen apa di dalem? Kayak anak gadis aja. Ini weekend, kencan, kek." Kiara langsung menyindir begitu masnya duduk dan dengan enteng Si Kaka duduk tanpa permisi di pangkuan lelaki itu.

"Kencan sama siapa? Najla bentar lagi menikah, Ki. Palingan Sadam lagi galau ria di kamarnya," komentar Ayudia-mamanya.

Kiara terkikik geli. "Bukannya Papa udah nyari calonnya, Mas?"

"Nggak cocok."

Jawaban singkat dari Sadam membuat Ayudia dan Kiara bertukar pandang. Memang apa yang aneh, sih? Iya, satu bulan lalu Malik memang menawarkan penjodohan. Sadam dengan santai berkata ingin mencoba. Begitu tahu siapa orangnya, oh enggak dulu! Ia lebih memilih menikmati masa-masa jomlo sambil cari-cari pekerjaan.

Mumpung sekarang Malik sudah enggak bawel memaksanya melakukan ini dan itu. Walaupun masih sering meneror dengan pertanyaan yang serupa: tentang wanita dan pernikahan. Saking santainya, Sadam sampai malas bekerja di kantor sang papa. Akhir-akhir itu ia lebih sering menikmati hobinya, berburu foto dengan lensa kamera. Kadang-kadang bantu teman saat ada event dan jasa dokumentasi gue dibutuhkan. Kadang-kadang pula dibantu Barry memasukkan hasil potret ke blognya.

Patah hati ternyata bikin Sadam malas melakukan apa pun.

"Masmu belum coba aja, Ki. Belum ketemu juga sudah dibilang nggak cocok. Padahal sebelumnya sudah oke ke papamu. Bikin papamu jengkel lagi," cetus mamanya.

"Aku akan terima dengan siapa pun, asal bukan Mbak Sara."

"Mbak Sara?" Kiara tampak mengingat-ingat. Puding yang hendak masuk ke mulutnya nyaris keluar. "Teman satu ekskul Mas di SMA, kan?"

"Kampus juga."

"Wah! Jodoh emang nggak ke mana."

Sombong banget Si Kiara Bocil. Mentang-mentang sudah nemu jodoh, sekarang sok-sokan membicarakan jodoh. Tetap saja Sadam merasa di sana dirinya lebih tua dari Kiara, jadi tidak perlu membicarakan jodoh segala. Padahal di mata gue Sadam, Kiara tetaplah Kiara kecil yang dahulu menangis hanya gara-gara pengin ikut main dengannya, tetapi ia membohongi sang adik dengan segala cara. Kiara kecil yang selalu main di kamar Sadam sampai ketiduran. Juga Kiara kecil yang tidak henti membicarakan teman-temannya di Taman Kanak-kanak.

Kedua sudut bibir Sadam terangkat membentuk senyuman tipis. Sebelum Kiara atau Ayudia memergoki, ia menarik senyum dan berdeham. Menerima satu suapan puding dari sendok kecil yang diangsurkan oleh Kaka.

"Manis ya, Om?" tanya bocah itu.

"Manis banget. Ibu kamu nggak peka, ya? Padahal tau Om nggak suka yang manis-manis."

Kiara lagi-lagi terkekeh. "Tuh, Mas cocok sama Mbak Sara. Alih-alih manis, dia itu galaknya bikin istighfar, loh."

"Diem lo."

Tanpa berkata, dia dan Ayudia lagi-lagi tergelak. Seakan-akan memahami pembicaraan orang dewasa, Kaka juga ikut tertawa. Nyebelin!

Sepertinya belum afdol kalau makhluk satu itu tidak datang. Dia tiba-tiba nongol dari pintu setelah mengetuknya pelan. Menyengir lebar saat melihat Kaka turun secepat mungkin, lalu berlari ke arahnya.

"Bapak!" Secepat kilat Kaka sudah berada dalam gendongan ayahnya.

"Loh, weekend di rumah aja, Dam? Cewek lo mana?"

Benar, kan? Andai saja bukan ipar, Si Deka pasti sudah kena tonjok Sadam berkali-kali. Sayangnya, ia terlalu diam untuk menjadi brutal di hadapan mereka. Hanya pernah sekali saat mendapati kesalahpahaman Kiara dan Deka.

"Sudah putus, Ka," kata sang mama menanggapi.

"Waduh, benaran? Sekarang udah jadi Lelaki Gamon Mencari Calon, dong?"

"Berisik, Anj—" Sadam menahan diri untuk mengumpat saat melihat masih ada Kaka di sana.

Dengan tawa menjengkelkan, anak dan ayah itu kompak meledek. Ditambah Kiara yang terbahak-bahak. Astaga naga! Demi apa pun, ia harus secepatnya mencari cewek, bukan ... tetapi calon istri, barangkali?

Hi, Oneders! Deka dan Kiara bakal sering nongol di sini😂 kalau belum baca kisah mereka bisa langsunh baca di lapak sebelah, ya~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro