CP 6: NAJLA'S WEDDING PARTY

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Biar tidak ngenes, Sadam harus membawa gandengan ke acara resepsi pernikahan Najla. Lagi pula, siapa yang mencetuskan 'ide' pertama kali untuk mengundang mantan ke pesta pernikahan?

Besok malam Sadam harus melihat gadis yang dipacarinya bertahun-tahun, bersanding dengan pria lain. Padahal dahulu ia dan Najla sempat membicarakan pernikahan. Hidup bersama, memiliki anak, dan saling membahagiakan. Semua hanya rencana belaka. Salah Sadam tidak kunjung melamar Najla.

"Mentang-mentang aku bilang ingin menikah, terus kamu seenaknya bisa dateng ke rumahku? Apa lagi berdiri di depan kamarku!" Omel Sara.

Sadam sudah menduga bakal kena semprot lagi. Semua gara-gara Wilona yang senang karena bakal menantunya datang. Begitu senang sampai meminta Sadam naik ke atas dan menemui Sara di kamar perempuan itu. Gila betul! Namun, karena tidak enak hati menolak, akhirnya ia menyanggupi.

"Aku cuma mau ngomong sebentar," tukas Sadam.

"Bisa tunggu aku di bawah, Sadam."

"Oh ya udah, aku balik lagi. Nanti kalau ditanya Tante Wilo, aku bilang aja diusir kamu."

Perempuan itu mendecap jengkel. Lantas ditahannya lengan Sadam. "Jangan bikin aku kena omel Mama! Masuk!" titahnya membuka pintu lebar-lebar.

Sebenarnya Sadam agak sangsi. Padahal dahulu sering main ke rumah Najla. Bahkan sudah hafal betul tata letak benda di ruangan gadis itu. Sayangnya, kamar Sara tidak. Sadam belum akrab dengan ruangan itu.

Mau tidak mau Sadam melangkah masuk. Mulai mengamati setiap sudut ruangan. Menghafal tata letak kamar calon istrinya. Tanpa diminta, ia duduk di tepi tempat tidur dengan sprei abu-abu. Kamar Sara terbilang cukup luas dengan kasur berukuran lebar dan besar. Ada lemari di sudut kanan, meja kerja dengan tumpukan buku sketsa dan kain perca, juga rak-rak buku, serta miniatur.

Kamar itu terbilang berantakan karena baju-baju Sara yang tercecer di manapun. Namun, Sara tidak malu menunjukkan kamarnya yang seperti kapal pecah di depan sang calon suami. Lain cerita mungkin kalau Sara benar-benar mencintai Sadam.

"Kenapa bengong? Katanya mau ngomong," tegur Sara tanpa berbalik menatap Sadam. Perempuan itu sibuk membuka lemarinya untuk memilih baju. Entah mau ke mana dia.

"Ini serius kamar 'wanita dewasa' kayak gini?" Sadam sengaja menekan kalimatnya. Beberapa hari belakangan Sara, kan, memang sering membanggakan usianya. "Kayak kamar anak TK. Tapi kamar anak TK juga belum tentu kayak gini."

Tiba-tiba Sara berbalik dan berkacak pinggang. Ekspresinya menyiratkan ketersinggungan yang begitu kentara. Ia meniup anak rambut yang sedikit menghalangi mata. "Please, deh, kalau mau me-roasting kamarku, lebih baik kamu pulang. Oh, dan kalau kamu mau membahas pernikahan, aku sudah bilang, kita bahas dua hari lagi. Besok aku ada meeting dengan klien dan supplier."

"Bukan itu yang mau aku bahas, tapi bisa nggak kita rapikan dulu kamarmu? Aku nggak suka ruangan berantakan. Menurutku nggak akan bisa bikin fokus ngomong apalagi mengerjakan sesuatu."

"Malas, ah! Ngomong tinggal ngomong."

Akhirnya Sadam menyerah, daripada Sara tega menyeretnya keluar? Lagi pula, dia belum resmi menjadi suami Sara. Bisa-bisa Sara memprotes karena berpikir Sadam terlalu mengatur. Sadam makin yakin, jika mereka benar-benar bertolak belakang.

"Aku mau ngajak kamu ke pesta pernikahan temanku," ungkap Sadam. Tak mau menyebut 'mantan' karena takut Sara menolak. "Besok malam kalau kamu nggak sibuk, kita pergi."

"Kenapa mengajakku?"

Sadam menghela napas dan memandangi Sara yang tengah menumpuk baju-bajunya di atas kasur. "Sekalian mau ngenalin kamu ke temanku. Kalau kamu ini calon istriku. Memangnya kamu nggak mau kenal dengan teman-temanku?"

Gerakan tangan Sara terhenti dan tatapannya terarah pada Sadam sesaat. Kemudian ia berdeham dan menghindar dari sorot mata lelaki itu.

"Harus mau, aku malas dengar penolakan. Dress code-nya juga nggak ribet, tinggal pake baju warna hijau aja."

"Wow go green, ya, konsepnya?" Sara terkikik geli. Lalu berkata lagi, "Aku nggak punya baju warna hijau. Jadi, aku nggak usah ikut, ya?"

Sadam mengernyitkan dahi. Pada tumpukan baju paling atas justru terlihat tiga baju berwarna hijau. Ia curiga, Sara sedang bercanda dan Sadam tidak buta, kok.

"Itu ... baju kamu warna hijau, kan? Jangan bercanda, deh! Nggak usah nolak."

"Lemme tell you, ini ...." Sara menjajakan tiga gaunnya berwarna hijau. Ia mengangkat gaun pertama "Tosca, sage, dan olive. Beda."

Beda? Sadam melongo di tempat. Bagi kaum lelaki sepertinya sudah pasti pasti itu adalah warna hijau sesungguhnya. Wanita kenapa ribet bener, sih? Ia nyaris ingin mengumpat mendengar ucapan Sara.

"Nggak mau tau kamu dateng denganku. Aku maksa. Pakai saja yang warna Moluska. Itu sama dengan dress code-nya."

"What? Moluska? Kamu pikir hewan lunak? TOSKAAA! Jauh banget Moluska sama Toska." Sara memprotes tidak terima.

Mendadak kepala Sadam pening mendengar Sara berbicara. Tak mau sampai kepalanya migrain, lelaki itu bangkit. "Iya sudah, Sayang, pakai yang toska aja. Besok malam aku jemput. Aku ke bawah dulu."

"Ke bawah? Nggak pulang?"

"Mau numpang makan. Ditawarin Tante Wilo."

Tanpa membalas reaksi Sara yang melongo, Sadam melenggang pergi. Kamar Sara membuat kepalanya berdenyut, apalagi berhadapan dengan perempuan itu. Perkara warna baju saja rempong betul, apalagi saat mempersiapkan pernikahan nanti? Semoga saja kepala Sadam tidak pecah.

-oOo-

Setengah jam dihabiskan Sadam dan Sara berkendara menuju gedung tempat resepsi pernikahan Najla. Untung saja Sara bersedia ikut. Sejujurnya, sejak tadi Sadam tidak bisa mengalihkan pandangan dari perempuan itu.

Bagaimana tidak? Sara tampil cantik dengan dress polos berwarna hijau toscha yang lembut. Rambut panjangnya digerai dan dibawa ke depan sisi kanannya. Model dress off shoulder itu menampilkan bahunya yang mulus dan seksi. Riasan wajahnya tidak menor, tetapi tetap membuatnya menjadi pusat perhatian beberapa lelaki.

Penampilannya terlihat cukup classy. Long earrings yang ia gunakan juga tampak membuat dirinya elegan. Benar-benar cantik, tetapi Sadam malas memberikan pujian.

"Oh, hai! Sadam!" sapa Najla dengan senang saat Sadam dan Sara menyalami kedua mempelai. "Aku pikir kamu nggak akan dateng. Oh, ini suamiku. Mas Yudis. Mas, ini Sadam." Najla memperkenalkan seakan-akan tak masalah jika Yudis tahu bahwa Sadam adalah mantan kekasihnya.

Yudis tersenyum ramah, menjabat tangan Sadam dan Sara bergantian. Begitulah sampai akhirnya Sadam berbas-basi mengucapkan selamat. Walau agak sedikit nyesel melihat Najla dalam balutan gaun pernikahan. Bukan bersamanya, melainkan lelaki lain.

"Oh ya, ini calon istriku. Sara," kata Sadam memperkenalkan.

"Wah! Benarkah? Wow, akhirnya kamu akan menikah juga. Kupikir kamu bakalan betah sendirian." Nada bicara Najla seperti tengah menyindir. Namun, ia buru-buru bercupika-cupiki dengan Sara.

"Selamat ya, atas pernikahanmu," kata Sara walaupun ia baru mengenal Najla.

Sesi salam-salaman itu berakhir saat Sadam dan Sara turun dari pelaminan. Mereka bergerak ke arah tamu undangan lain dan tentu saja untuk menikmati perjamuan. Sistemnya prasmanan, jadi Sadam bisa memilih mana yang disukainya.

"Kamu nggak mau makan?" tanya Sadam saat mereka duduk sebentar di salah satu kursi.

"Nggak, ah, lagi diet. Ambilkan air putih aja."

"Diet? Kamu sekurus ini mau diet?"

Sara mendelik jengkel. "Jangan body shaming! Kamu mana paham sama perempuan, sih? Sana, kalau mau makan, makan aja. Ambilkan air putih."

"Pake 'tolong', dong. Kalau minta tolong harusnya begitu, Sayang."

Alih-alih menanggapi, Sara melipat tangan di depan dada sambil menghindar dari tatapan Sadam. Lelaki itu bergerak untuk mengambil makanan. Setelah mendapatkan makanan, ia kembali. Tak lupa membawakan pesanan Sara, air putih.

Melihat sepiring nasi dengan lauk ayam mentega, sup ayam, sate taichan, dan capcay, Sara menggeleng. Porsi makan Sadam tidak main-main. Namun, karema diperhatikan begitu, Sadam jadi punya bahan untuk menggoda Sara.

"Kenapa? Nggak jadi diet lihat makanan ini? Aku ambilin kalau kamu mau."

"Nggak, ya. Makan aja! Jangan rese."

Sadam terkikik sendiri melihat ekspresi jengkel calon istrinya. "Oh ya, kamu kenapa mau dateng ke sini? Tadi sore bukannya nggak mau?"

"Kan dipaksa!" Sara masih saja ketus. "Ya, lagian itung-itung riset juga buat pernikahan kita. Sekalian lihat mantan kamu di pelaminan."

Suara batuk-batuk kecil Sadam terdengar. Ia tersedak bumbu sate. Padahal Sadam tidak pernah memberitahu Sara sebelumnya. Sara menyeringai sesaat. Rupanya Sadam mudah ditebak.

"Kalau temanmu adalah mempelai pria, nggak mungkin Najla mengenalkan kamu padanya. Gampang, kan, nebaknya?"

Hai! Akhirnya bisa update bab baru Sadam dan Sara hehe. Masih adakah yang baca dan nungguin perjalanan sepasang calon pasutri ini?😆

Terima kasih buat yang udah vote dan komen, ya~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro