Bab 15: Karena di Dunia Ini Tidak Ada yang Gratis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Noura Tsabita?"

Ketika nama Noura dipanggil Bu Endah, Noura langsung berjengit.

"Adnan Syarief?"

Seorang cowok yang tidak Noura kenal mengangkat tangan. Mereka bertatapan, tahu bahwa Bu Endah memanggil nama mereka tidak sesuai daftar absensi.

"Dinda Karina?"

Cewek yang duduk di samping Noura mengangkat tangan.

Bu Endah menurunkan lembaran kertas di tangannya. Sambil membenarkan letak kacamata di hidung, Bu Endah memberi gestur kepada ketiganya untuk maju, yang langsung mereka patuhi. Begitu Noura dan yang lain sampai di depan meja Bu Endah, dosen tersebut menghela napas panjang.

"Hasil kuis dan tugas-tugas kalian di bawah rata-rata." Bu Endah memandang ketiga mahasiswa di depannya bergantian.

"Saya sudah lihat hasilnya dari Devan, dan bertanya-tanya apa yang kurang." Bu Endah mengambil jeda. Lalu, "Kesulitan? Atau bagaimana?"

Seharusnya, Noura sudah bisa menduga kejadian ini setelah mendapatkan peringatan dari Devan, tetapi mendengarnya langsung dari Bu Endah membuatnya sakit hati juga.

"Kalau melihat kemampuan kalian dari tugas dan kuis, kayaknya kalian enggak bisa mengerjakan UTS, ya?"

Adnan cegukan.

Noura berkeringat dingin.

"Emangnya UTS kapan, Bu?"

Mendengar pertanyaan Dinda, Bu Endah berdecak. "Kamu enggak perhatiin kalender akademik, ya? Dua mingguan lagi. Perhatiin makanya kalau di kelas!"

Suara sentakan Bu Endah membuat seisi kelas sehening kuburan. Bu Endah berdiri, lalu memukul-mukul meja dosen penuh amarah. Jika Noura lihat-lihat lagi, tingkah dosennya itu sudah seperti monster-monster di kartun saja.

"Dengar, kurang lebih dua minggu lagi, kita UTS. Jangan ada yang tidak tahu dan tidak belajar dengan maksimal. Saya enggak mau ada yang nilainya jelek, apalagi sampai ngulang kelas tahun depan."

Setelah berkata begitu, Bu Endah kembali duduk menghadap ketiga mahasiswa panggilannya. "Kalau UTS kalian sampai jelek juga, saya sarankan kalian enggak usah ikut kelas lagi. Ulang aja tahun depan. Paham?"

Sebongkah batu besar rasanya diletakkan di pundak Noura. Cewek itu melirik ke kanan dan mendapati Dinda yang meringis, lalu ke kiri dan mendapati Adnan yang terlihat murung. Meski mereka merasa sangat tertekan dan Noura ingin menangis, dia ikut menjawab, "Baik, Bu."

Bagaimana caranya supaya Noura masih bertahan di kelas ini?

***

"Tolong."

Devan yang sedang sibuk di depan laptop segera berhenti saat suara Noura yang memelas terdengar. Yudha, yang berada di satu meja gazebo yang sama, sampai ikut menghentikan aktivitas.

"Tolong gue, Van," pinta Noura.

Mata Devan menatap Noura panik. Cowok itu menarik Noura agar duduk di bangku gazebo yang kosong di sampingnya. "Ada apa? Luka lagi?" tanya Devan sambil mencari-cari raut kesakitan di wajah Noura.

Jemari Devan terangkat dan menyelipkan beberapa helai rambut di wajah Noura ke balik telinga. Tatapannya yang lembut mengunci Noura. "Kenapa, Nou?"

T-tunggu. Noura mendadak deg-degan. Pertama, Devan duduk terlalu dekat dengannya. Kedua ...

... mengapa Devan mendadak jadi begitu peduli?

"E-eh." Noura bergerak mundur. "Tunggu ...."

"Emang cuaca panas banget sampe muka lo semerah itu?" Pertanyaan Yudha membuat Noura menutup mulut. Wajahnya terasa panas hingga rasanya nyaris terbakar.

"I-iya, panas banget. Ini Jakarta berubah jadi penggorengan atau gimana, sih?" balas Noura sambil mengipas-ngipas leher. Diliriknya Devan yang merogoh tas, lalu mengeluarkan tisu.

"Ini. Pakai."

Noura merenggut tisu itu, lalu mengelap wajahnya yang tidak berkeringat.

"Jadi? Kenapa?"

Mata Noura melirik Yudha yang, sekali lagi, memperhatikannya. Cowok itu memberikan cengiran lebar, seolah berkata, Aku tahu sesuatu.

Apa, sih?

Noura mengabaikan Yudha.

"Tolong bantuin gue, Van."

"Iya?"

Noura menggeser tubuhnya ke belakang sekali lagi. Sesak napas!

"Itu ... Bu Endah ...."

Seketika, wajah Devan tampak lega. "Gue kira apa," katanya, lalu kembali ke depan laptop.

Lho? Kenapa Devan jadi tidak peduli?

"Ih, Van. Bantuin gue! Kalau UTS gue enggak bagus, Bu Endah nyuruh gue enggak usah ikut kelasnya lagi."

Yudha tertawa, yang langsung mendapatkan delikan dari Noura. Tidak lucu!

"Bu Endah bilang gitu?"

Noura mengangguk mantap. "Iya, Van. Parah banget, 'kan?"

"Baik banget, dong."

Maksudnya?

"Tahun lalu temen gue dibilang enggak bakal dilulusin gara-gara tugasnya banyak yang enggak dikerjain. Kata Bu Endah, buat apa ikut UTS kalau pasti enggak lulus?"

"Ah ..., Si Doni, ya?" Yudha ikut menanggapi.

"Iya."

"Udah lebih baik, dong, Bu Endah. Si Doni sekarang ngulang, tapi enggak sama Bu Endah, 'kan?"

Devan mengutak-atik laptopnya sambil mengangguk sekali lagi. "Iya."

Setelah berkata begitu, baik Devan maupun Yudha kembali ke aktivitas masing-masing. Meninggalkan Noura yang cengo seolah kejadian yang menimpanya bukan masalah sama sekali.

"Devan, please, bantuin gue! Gue enggak mau ngulang. Lo kan pinter dan lo asisten Bu Endah. Seenggaknya bantuin gue," seru Noura. Karena Devan tetap tidak menunjukkan kepeduliannya, Noura menambahkan satu kata penuh permohonan, "Please?"

Sepertinya hanya halusinasi Noura saja, tetapi cewek itu melihat Devan tersenyum kecil sebelum cowok itu menjatuhkannya. Wajah cuek Devan kembali terlihat.

"Berani bayar berapa?"

Bagaimana? Bayar apa?

Devan seakan memahami pertanyaan tak bersuara milik Noura karena cowok itu kembali bertanya, "Berani bayar berapa supaya gue bantuin lo? Lo mau gue ajarin, 'kan? Seenggaknya sampai nilai UTS lo enggak di bawah standar kelulusan mata kuliah. Gitu, 'kan?"

Noura mengangguk-angguk penuh semangat.

"Karena di dunia ini enggak ada yang gratis, gue minta bayaran dari lo."

Ya Tuhan .... Kikir banget si Devan!

"Berapa?" tanya Noura ketus.

"Hmm .... Ayo coba kita hitung. Gue asisten dosen Bu Endah, yang artinya gue paham betul maunya beliau gimana. Gue punya soal-soal UTS tahun lalu. Gue pinter. Nilai kalkulus gue kemarin A."

Melihat wajah Devan yang sombong membuat Noura menelan gugup. Cowok itu pasti meminta bayaran yang mahal.

"Jangan aneh-aneh, Van."

Devan mengangkat bahu. "Gimana kalau ...."

Noura menahan napas. Jangan bilang menyentuh enam digit ....

"Ke Dufan?"

Sekali ini, Yudha yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka tidak tertawa. Cowok itu terbatuk-batuk keras saat air mineral yang dia teguk menyembur keluar.

Duh ...! Muncrat ke meja, 'kan!

"Dufan?" ulang Noura, tentu saja setelah berusaha sekuat tenaga tidak memperhatikan air bercampur liur Yudha di atas meja gazebo.

Devan mengangguk mantap. "Dufan. Tahu, 'kan? Taman bermain itu."

Oke .... Kenapa Dufan?

"Lo kepengin main ke Dufan?"

Sekali lagi, Devan mengangguk.

Baiklah. Noura akan membelikan tiket Dufan saat diskon untuk Devan selama dia tidak ditendang dari kelas karena nilai UTS-nya yang jelek. "Deal. Gue beliin lo tiket Dufan."

"Bukan. Bukan beliin," bantah Devan cepat. "Maksud gue, ayo kita ke Dufan."

Eh?

Devan berdeham. "Setelah UTS kan stress, tuh. Apalagi gue harus ngajarin lo yang bodoh. Bakal susah banget pasti. Gue mesti sabar, mengulang-ulang materi sampe lo bisa, meriksa hasil latihan lo yang pasti jelek. Terus, gue juga mesti belajar buat ujian gue sendiri," ujar cowok itu panjang lebar. "Jadi, satu-satunya yang bisa lo lakuin ya bawa gue ke Dufan. Gitu maksud gue. Enggak ada maksud lain."

Lagi-lagi, Yudha terbatuk-batuk keras, membuat Noura melirik kasihan kepada cowok itu. Sebenarnya Yudha ada masalah kerongkongan apa sampai seperti itu?

Devan menyadari kelakuan temannya karena pada detik berikutnya, dia melemparkan pertanyaan kepada Yudha. "Lo kenapa sih, Yud? Ke klinik, deh. Bengek lo kambuh apa gimana?"

Yudha memberikan cengiran lebar sampai bibirnya nyaris robek. "Enggak. Cuma lucu aja denger orang coba pe—"

Kalimat Yudha terhenti karena bibir cowok itu mengaduh kesakitan. Kenapa lagi, sih?

"Deal, enggak?"

Noura berpikir serius. Permintaan Devan aneh, sih. Namun, masih bisa Noura penuhi. Dia hanya perlu membeli tiket saat diskon dan menemani cowok itu bermain-main? Sama saja seperti menjaga anak anjing, 'kan?

Setelah berpikir beberapa lama, Noura mengangguk. "Deal."

Senyum di bibir Devan terangkat lebar. "Nah, mana yang mau diajarin?"

***

Rangga menatap ponsel di atas meja belajarnya dengan kening berkerut dalam. Setelah beberapa hari lalu mendapatkan nomor Noura dari teman satu UKM-nya, dia sudah beberapa kali mengirim chat kepada cewek itu. Tentu saja Noura membalasnya, meskipun tidak secepat kilat, tetapi dia tidak pernah mengabaikan pesan Rangga sampai selama ini.

Rangga mengirimkan pesan sekali lagi.

Nou? Sibuk, ya?

Berpuluh-puluh menit kemudian, Noura tetap tidak membalas. Bahkan tulisan wkwkwk seperti yang biasa cewek itu kirimkan pun tidak. Bukannya mendadak posesif, hanya saja Rangga tahu apa yang sebenarnya sedang Noura lakukan dan tidak menyukai kegiatan itu.

Melalui Instagram Noura, Rangga melihat cewek itu sedang sibuk bersama Devan.

Rangga menggerutu kesal. Tidak. Dia bukannya cemburu, hanya saja ....

Rangga tidak suka melihat Devan dekat-dekat dengan Noura, terutama karena dirinya tidak suka melihat Devan tersenyum senang.

Penuh tekad, Rangga menghubungi nomor Noura. Pada deringan pertama, cewek itu tidak mengangkat. Namun, pada deringan kedua, terdengar suara Noura.

"Halo?"

Senyum di bibir Rangga mengembang. Akhirnya.

"Noura? Lo lagi sibuk, ya?"

Suara Devan terdengar dari sambungan telepon, membuat Rangga tersenyum makin lebar. Suara Devan samar-samar terdengar, tetapi Rangga tahu cowok itu penasaran setengah mati dengan isi percakapan mereka.

Rangga semakin senang.

"Ah ..., Nou. Gue ngerasa enggak enak karena kemarin kita enggak jadi makan siang. Kalau lo enggak sibuk, mau makan siang lagi? Berdua aja enggak apa-apa. Nanti aja ajak Devan."

Suara Noura berganti dengan suara khas yang dikenal Rangga.

"Sori, lagi sibuk belajar."

Lalu, sambungan ditutup.

Untuk sesaat, Rangga tidak tahu harus berkata apa. Namun, setelah kesadarannya pulih, dia tertawa puas.

Ah, rasanya Rangga senang sekali mengganggu Devan.[]




AUTHOR'S NOTE:

Siapa yang punya temen kalau dimintain tolong selalu enggak ikhlas? Emang, ya, temen tuh suka sekate-kate. Udah enggak ikhlas, nanti diungkit lagi sampe telinga berdarah dengernya. Sering banget!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro