Bab 21: Kamu Masih Suka Aku, 'Kan?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Meski Noura tidak mengatakannya, tetapi Rangga tahu cewek itu menyimpan sesuatu. Atau, lebih tepatnya, cewek itu ingin bertanya kepadanya tetapi selalu mengurungkan niat pada detik terakhir. Seperti kali ini. Rangga yang sedang membantu programmer junior merasakan tatapan laser Noura di kepalanya. Kalau ini dunia komik, mungkin kepala Rangga sudah berlubang seperti punggung Sundel Bolong.

Karena tidak tahan dengan tatapan intens Noura, Rangga menyerah. Cowok itu mengangkat kepala dari laptop.

Noura langsung pura-pura memperhatikan potongan-potongan kabel di depannya.

"Ada yang mau ditanya?" tanya Rangga, mencoba ramah. Keinginan cowok itu sangat berkebalikan dengan apa yang dia lakukan. Maunya tertawa terbahak-bahak, tetapi dia punya image sebagai anak kedokteran yang rajin dan baik kepada junior.

Ditanya begitu, Noura tersentak. Sungguh. Rangga benar-benar ingin tertawa melihat wajah kelimpungan cewek itu. Apalagi Noura terlihat gelagapan, yang berujung decakan Kevin, teman satu timnya yang sedang memasang badan robot sumo.

"Lo mau tanya apa? Kak Rangga lagi ngajarin Ahmad."

"Eh?"

Noura terlihat semakin bingung dan Rangga semakin tidak sabar. Sebenarnya, bukannya Rangga tidak tahu apa isi kepala Noura. Menjadi teman Noura selama beberapa tahun membuatnya hafal semua ekspresi cewek itu. Meski Noura berkata bahwa dia tidak mendengar apa pun isi percakapan Rangga dan Devan, tetapi cowok itu tahu yang terjadi adalah kebalikannya.

Lihat? Noura memainkan jemarinya ketika gugup.

"Kak, kalau kayak gini gimana? Enggak ada eror, tapi dari kemarin enggak bisa jalan." Ahmad, junior programmer yang sedang diajari Rangga terkait program robot sumo, membuat darah Rangga mendidih. Cowok itu kelewat payah. Berkali-kali diajari dan sudah diberi contoh pun masih juga salah. Rangga ingin memaki, tetapi menahan diri.

Karena Noura tidak juga membalas pertanyaan Rangga, akhirnya cowok itu menyerah. Dengan sangat terpaksa, Rangga menanggapi pertanyaan Ahmad yang tidak penting. Matanya menelusuri baris-baris kode di laptop Ahmad, lalu berdecak kesal.

Keterlaluan cowok itu! Masa salah logika?

Rangga benar-benar menahan sabar sambil menjelaskan alasan program cowok itu tidak bisa berjalan. Seharusnya, dia tidak ikut membantu mementori tim lomba bagi anggota junior ini, tetapi keberadaan nama Noura di daftar membuatnya tertarik.

Jika dia tahu juniornya sebodoh ini, sudah pasti tidak jadi.

Sekali lagi, Rangga membantu Ahmad. Sekali lagi pula Rangga merasakan tatapan laser Noura di jidatnya.

***

Kegiatan hari ini seharusnya hanya unjuk robot. Tujuannya agar Rangga bisa menilai sudah sejauh mana kemajuan robot sumo yang mereka buat dan sesekali memberikan kritik dan saran, tetapi dia malah diminta membantu ini dan itu.

"Capek, ya, Ngga?"

Rangga yang duduk di antara tim yang menjadi tanggung jawabnya hanya bisa memberikan cengiran lebar kepada sang ketua tim. Noura membalasnya dengan senyum lebar yang menunjukkan gigi, lalu menyodorkan sebotol minuman isotonik.

"Biar capeknya hilang," kata satu-satunya cewek di tim itu.

Karena terlalu lelah, Rangga menerima dan menenggaknya hingga habis. Cowok itu memperhatikan Noura, Kevin, dan satu anak lagi yang dia lupa namanya sedang sibuk sendiri-sendiri. Pekerjaan mereka sudah selesai. Bagian elektronik sudah dibuat. Pemasangan badan robot sudah dilakukan. Satu-satunya yang belum adalah program robot itu sendiri.

Kenapa dua orang ini yang harus menjadi programmer-nya, sih?

Untuk menghilangkan kekesalan, Rangga melirik Noura yang sedang asyik bermain ponsel. Pada waktu seperti ini, bukannya lebih baik Rangga menjalankan aksinya?

Rangga mencondongkan diri ke telinga Noura. "Lagi chat Devan, ya?"

Noura terperanjat hingga ponselnya jatuh ke lantai. Rangga ingin tertawa, tetapi cepat-cepat menghentikan diri ketika cewek itu memberikan tatapan sedih saat melihat ponselnya terbaring di lantai seperti menunggu ajal.

"Jatuh, Ngga," katanya sambil cemberut.

Dehaman Rangga terdengar terpaksa, terutama saat cowok itu berusaha sekuat tenaga tidak tertawa di atas penderitaan Noura. "Maaf."

"Bukan salah lo. Emang gue aja yang teledor."

Rangga memberikan kesempatan bagi Noura untuk menjawab pertanyaannya. Namun, cewek itu hanya diam, yang membuatnya geregetan.

"Jadi? Lagi chat Devan sampai teledor gitu?"

Wajah Noura mengerut bingung, tetapi cewek itu mengabaikan pertanyaan tak terucapnya. "Enggak .... Cuma lagi main."

Tentu saja Rangga tahu yang sebenarnya, tetapi berlagak bodoh. Rangga meletakkan siku di atas meja, lalu menopangkan kepala di atasnya. "Sama cowok lain?"

Bukannya menjawab, Noura malah tertawa. "Kenapa, Ngga? Lo kok jadi kepo gini? Berasa diposesifin gue."

Posesif? Rangga? Terhadap Noura?

Pffft. Yang benar saja. Memangnya dia Devan?

Rangga pura-pura tertawa defensif. "Cuma penasaran aja, kok." Lalu, Rangga menjulurkan tangan ke dahi Noura. Helai-helai rambut cewek itu yang jatuh menutupi kening segera dia singkirkan ke samping. Jidat jenong menyerupai ikan lou han khas Noura terpampang.

Wajah Noura sedikit memerah dan Rangga suka itu. Artinya Rangga memiliki pengaruh terhadap Noura, 'kan? Tangan Rangga malah semakin menantang, mengelus pipi halus Noura sambil tersenyum tipis.

"Nou, lo itu ...."

"Kak, udah bisa jalan robotnya, tapi kebalik gitu. Harusnya kalau ketemu warna putih belok dan warna hitam jalan, tapi ini malah kebalik."

Untuk satu juta kalinya, Ahmad mengganggu Rangga. Saking kesalnya, dia sampai nyaris menggonggong seperti anjing. "Apa lagi?"

Anggota junior tim mereka terkejut. Rangga menyadari kesalahannya, lalu menurunkan intonasi suaranya. "Apa lagi?"

"Ini ...."

Ahmad sungguh bebal. Bukannya sadar diri bahwa Rangga tidak nyaman ditanyai terus-menerus olehnya, Ahmad kembali mengulangi kesalahan yang sama. Bukan hanya itu, tetapi Ahmad juga selalu menanyakan hal paling umum yang bisa didapatkan melalui Internet.

Bikin kacau saja cowok satu itu!

***

Setelah memakan waktu berjam-jam, akhirnya Rangga bisa bernapas lega. Robot sumo dari tim yang menjadi tanggungannya sudah berhasil berjalan dengan baik. Ada sedikit kendala, seperi ukuran roda yang terlalu kecil, tetapi itu masih bisa dikerjakan lain waktu.

Sambil merapikan peralatannya, Rangga mendengar Noura berkata lantang kepada teman satu timnya. "Abis ini mau makan bareng, enggak? Udah gelap di luar, jadi kita makan dulu, yuk!"

Di antara mereka, hanya Rangga yang mengangguk penuh semangat. Kevin menolak dengan alasan ada janji dengan pacarnya, yang lain menolak dengan alasan ini itu. Rangga tidak terlalu mempermasalahkan selama Ahmad tidak bisa hadir. Kalau perlu, keluar saja cowok itu dari tim ini.

Ajakannya yang ditolak membuat Noura sedikit kecewa. Matanya saat menatap Rangga terlihat penuh permohonan maaf. "Kayaknya enggak jad—"

Tidak bisa! Rangga tidak akan menoleransinya kali ini. Cowok itu langsung memotong kalimat Noura bahkan sebelum cewek itu menyelesaikannya.

"Gue laper banget. Di bawah ada kantin gedung UKM. Ke sana aja, yuk."

Karena Rangga sudah mengajak begitu, Noura tidak bisa menolak. Dari sudut mata, Rangga bisa melihat Noura mengekorinya.

Kali ini, Rangga tidak akan gagal.

***

"Lo mau makan apa, Ngga?"

Rangga mengamati wajah Noura yang menunduk saat cewek itu memilih makanan dari daftar menu. Meskipun langit sudah mulai gelap, tetapi wajah Noura masih menarik di bawah lampu kantin yang temaram. Noura memang bukan cewek paling cantik yang pernah Rangga temui, tetapi cewek itu sangat menarik. Hal ini juga yang menyebabkan Rangga menerima pertemanan Noura pada hari pertama mereka bertemu.

Rangga ingat, saat itu adalah jam pulang sekolah. Seperti kebiasaan sejak mereka bisa berlari, Rangga dan Devan akan bermain basket bersama setiap pulang sekolah. Namun, pagi itu, lebih tepatnya saat Rangga mendatangi rumah Devan, cowok itu malah sedang bermain bersama anak perempuan bergigi ompong. Sebenarnya, Rangga malas jika harus bermain dengan cewek karena mereka selalu menangis, tetapi ancaman ibunya terus terngiang di telinga Rangga.

Pokoknya kamu harus main sama anak kayak Devan. Dia itu pintar. Jangan main sama teman-temanmu yang tidak jelas dan bodoh itu. Apa-apaan main sepak bola sampai malam?

Padahal, Rangga dan Devan juga bermain sampai malam. Bedanya, Devan bermain basket, sedangkan teman-teman Rangga yang disebut bodoh oleh ibunya itu bermain sepak bola.

Ketika mata Devan menangkap sosok Rangga di depan rumahnya, cowok itu langsung melambaikan tangan dan mengundangnya ikut bermain. Rangga sungguh ingin menolak, tetapi wajah ibunya selalu terbayang.

Harus bermain bersama Devan jika ingin ketularan pintar.

Dengan langkah berat, Rangga mendekati dua manusia yang entah bermain apa itu. Ada daun-daunan yang telah ditumbuk, batu, juga beberapa helai daun lain yang sepertinya berfungsi sebagai piring.

Rangga dan Devan melakukan sapaan seperti biasa. Mereka akan saling mengepalkan tangan dan membenturkan tinju mereka. Namun, Rangga tidak tahu bagaimana harus menyapa cewek yang rambutnya dikucir tinggi itu.

"Namaku Noura. Nama kamu?"

Mulut Rangga terkatup rapat. Dia tidak ingin bersikap ramah kepada anak ini, tetapi tiba-tiba cewek itu tersenyum sangat lebar hingga dari jarak sedekat ini, Rangga bisa menghitung jumlah gigi ompongnya.

Tiga.

"Mungkin lo lupa, tapi dia anak pemilik rumah di sebelah gue. Emang jarang kelihatan karena katanya mereka sempet bolak-balik gara-gara kerjaan bapaknya."

Rangga terdiam, memperhatikan senyum Noura. Anak ini aneh. Senyumnya seperti magnet menyebalkan yang sangat sulit dilepas. Sampai Devan harus memanggilnya berkali-kali hingga dia tersentak dan akhirnya tersadar bahwa dia sudah terlalu lama menatap Noura.

Sejak saat itu, meski Rangga tidak mau mengakuinya, dia selalu meluangkan waktu bermain dengan Noura. Bukannya dia tertarik kepada permainan anak cewek, tetapi senyum Noura sangat menyenangkan untuk dilihat ....

"... Rangga!"

Rangga terperanjat dari lamunannya. Di depannya ada Noura yang sedang mencatat menu makanan sebelum diserahkan kepada penjual kantin.

"Apa?"

"Mau makan apa, Ngga?"

Mata Rangga melirik deretan makanan di buku menu. "Samain aja."

Noura mengangguk. Setelah selesai mencatat, cewek itu menyerahkannya kepada penjual kantin. Sambil menunggu makanan tiba, Rangga membuka obrolan.

"Udah lama kita enggak makan kayak gini, ya." Ketika alis Noura bertaut, Rangga tertawa. "Maksud gue dari terakhir kita makan di kantin bareng."

Mulut cewek di depan Rangga membulat. Kepalanya mengangguk-angguk seperti burung kakaktua mematuk jagung. "Oh ...," katanya.

Rangga memajukan tubuh dan memberikan sinyal agar cewek itu mengikutinya. Jantungnya berdegup kencang menanti jawaban Noura, tetapi yang paling dia nantikan adalah ekspresi cewek itu ketika Rangga bertanya.

"Lo masih suka sama gue, 'kan?"

Sebagai balasan, Noura membulatkan kedua matanya hingga nyaris sebesar bola kasti. Mulutnya megap-megap dengan kepanikan yang tidak bisa ditutupi. "Gimana?"

Senyum Rangga mengembang. "Lo masih suka sama gue, 'kan, Nou?"[]





AUTHOR'S NOTE

Gimana perasaan kalian kalau tiba-tiba cowok yang disuka ngomong kayak Rangga? Bayangin Mas Crush kalian ngomong gitu, hayoloh.

Ayo jawab sekreatif dan sehalu mungkin!

Yang enggak jawab jadi jomlo abadi, yang jawab aku doain hubungan kalian enggak digantungin sama doi!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro