23) Nostalgia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CAN TRY



"Gue percaya sama lo Ken! Percaya!" Seruan Keva menyeruak ke sepenjuru rumah. Namun, tampaknya Ken masih tidak mengerti bagaimana perasaannya.

"Terus?"

Keva membuang muka. "Emang dasar cowok."

"Nggak peka?"

"Gue nggak mood bercanda," tukas Keva tandas. Dia benar-benar sudah kecewa terhadap Ken. Mau bagaimana pun cowok itu menghiburnya hari ini, dia tidak akan terpancing untuk melupakan semua yang sudah terjadi.

Ken tercenung sesaat, sadar bahwa apa yang dilakukannya mungkin telah kelewat batas. Sejak awal, sebenarnya dia sudah tahu kalau inilah yang akan terjadi. Terlebih ketika dia menilik kembali jaraknya terhadap Keva. Juga tentang hubungan persahabatan yang sudah dibangun sejak lama.

Ken  mengalihkan pandangan lantas mendengus kasar menyadari kesalahannya.

"Oke, maafin gue. Gue yang salah," katanya, mengalah. Namun, penyesalan itu tetap tidak berhasil. Keva sudah telanjur kesal.

"Bodo." Hanya itu yang bisa Keva katakan sebelum akhirnya membuang muka. Dia tidak menyangka kalau dia harus mengalami drama menyebalkan seperti ini.

"Maafin apa gue paksa ni?"

"Bodo."

"Jangan bikin gue ikutan kesel, Va."

"Emang gue peduli?"

"Maafin nggak?"

"Nggak."

"Maafin, please."

"Nggak."

"Oke, gue paksa."

Dengan gerak misterius, Ken tersenyum penuh arti. Cowok itu berusaha menakuti Keva dengan caranya. la pun melangkah, menebas kembali jarak antara dia dan sahabatnya yang masih terbentang beberapa meter lagi. Cowok itu kembali menampilan tampang khasnya, sukses membuat Keva gugup sendiri.

"Ngapa lo?" Keva bertanya sesantai mungkin ketika punggungnya sudah bersentuhan dengan ujung sofa. Jantung mungkin akan jadi taruhannya jika cewek itu nekat memundurkan posisi lebih jauh lagi. Ya, saat ini dia sudah terpojok. Terlebih Ken juga memegang tangannya dengan gestur mengunci. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah diam, diam sembari memejamkan matanya sejenak.

Melihat itu, sontak saja tawa Ken meledak. Cowok itu ternyata bukan ingin mendekati Keva, melainkan hendak menolong seekor binatang kecil—siapa lagi kalau bukan Lazy?—yang nyaris terjatuh dari ujung meja.

"Lo sendiri mau ngapain?" tanya Ken yang membuat Keva ingin sekali meludahinya sekarang juga. "Gue mau nolong Lazy, kok. Dikit lagi mau jatuh. Lo emangnya mau dia is dead?"

Tepat saat itulah, pipi Keva memanas. Malu bukan main! Ken selalu bisa membuatnya kesal, tak terkecuali saat berada di situasi seperti ini. Baru saja dia mengumpatinya dalam hati, cewek itu kembali dikejutkan dengan perilaku kurang ajar sahabatnya. Dia melihat Ken yang sedang menggengam erat Lazy. Bahkan saking eratnya, hewan itu terlihat disiksa hanya dengan melihat matanya yang melebar tiba-tiba.

"Kayak squishy, serius!" Ken masih memainkan Lazy seperti sedang memainkan squishy. Keva langsung menepis tangan cowok itu lantas mengambil alih Lazy darinya.

"Sialan lo! Penyet nanti!"

Setelah benar-benar berhasil mengambil Lazy dari genggaman Ken, Keva lalu memasukkan hamster itu di dalam gelas kecil. Tujuannya melakukan itu hanya untuk mencegah Lazy agar tidak lari ke mana-mana.

Sementara Ken sendiri hanya tersenyum, sedikit merasa lega walaupun Keva belum menerima permintaan maafnya. Dia tahu, dia ini kurang ajar. Namun, dia juga tidak punya cara lain karena sudah telanjur melangkah maju.

Ken lalu berjalan dan duduk di jendela. Salah satu kakinya lantas diangkat ke atas kusen, sedangkan matanya berpindah dari Keva ke langit biru di atas sana. Sayang sekali tidak ada satu pun bintang yang menghias hari ini. Hanya warna hitam kebiruanlah yang mendominasi.

"Lo inget dulu sewaktu kita pertama kali ketemu?" Ken tiba-tiba bertanya, itu tentu saja berhasil membuat Keva heran. Betapa tidak? Orang yang kesehariannya bercanda tiba-tiba saja bersikap seperti itu, kesannya melow lagi.

"Kenapa lo tiba-tiba nanya gitu?" tanya Keva balik. Matanya sudah lama memicing demi menyelidik alasan apa yang membuat Ken begitu.

"Nggak apa-apa, lagi pengin nostalgia aja."

Keva tertawa hambar. "Tumben, habis kepentok apa lo?"

"Bukannya seru kalo kita nginget-nginget masa itu?" Ken menoleh ke arah Keva dengan ulasan senyum tipis. Bayangan tentang masa kecilnya bersama Keva kini makin terlihat jelas saat cowok itu berhasil menjebak manik matanya. Entah kenapa, dia ingin sekali kembali ke masa itu. Masa di mana semuanya masih baik-baik saja meskipun ibu Keva sudah pergi begitu lama.

"Seru buat lo, gue malah kesel."

Ken terkekeh melihat Keva yang cemberut. "Lo emang agak tolol waktu itu."

"Anjir." Kepala Keva sontak menoleh lagi. Kalau saja dia tidak bisa menahan diri, mungkin Lazy sudah terbang melintasi ruang tamu bersama gelas yang dipegangnya. "Kalo ngajak tawuran bilang aja, jangan pake nostalgia-nostalgia segala."

"Kan kenyataan."

"Mana ada, lo aja yang ngadi-ngadi."

"Gue inget pas lo ketiduran gara-gara capek ngitung nyamuk," celetuk Ken sembari tertawa. Figurnya sekarang tampak seperti siluet dengan latar langit malam.

Keva membeku sejenak, sebelum akhirnya kembali berseru kesal, "Ngitung bintang anjir! Bukan nyamuk!"

"Katanya ga inget."

Decihan lolos dari bibir Keva, terlebih saat dia melihat Ken tersenyum miring. "Lo sengaja mancing gue."

"Ah, ngomong-ngomong soal mancing, kalo nggak salah waktu itu lo—"

"Dah! Jangan diterusin!" Keva yang sudah tidak tahan lagi langsung berlari ke tempat Ken berada. Dia lalu menjewer telinga cowok itu sampai Ken sendiri oleng dari jendela. "Nyerocos sekali lagi gue solder mulut lo."

Tawa bahagia dari Ken sontak saja mewarnai malam itu. Tidak ada rasa bersalah, tidak ada pula rasa kesal di dalam dirinya. Meskipun cowok itu baru saja terantuk tanah karena tidak bisa mengimbangi kekuatan Keva—yang lagi mode singa, dia tetap menganggap semua ini sebagai hiburan yang berarti. Andai saja saat-saat seperti ini bisa menjadi sesuatu yang abadi, mungkin dialah yang akan menjadi orang terberuntung di dunia ini.

Setelah berhasil duduk lagi di atas kursi, Ken memandangi Keva yang kembali sibuk mengawasi hewan peliharaannya. Memutuskan untuk mendekat, dia lalu membanting diri ke atas sofa—atau lebih tepatnya tepat di samping Keva.

"Jadi, maafin gue ni?" tanya Ken sembari mengulas senyum manis. Berada di dekat Keva entah kenapa malah membuatnya betah berlama-lama. Dia tidak tahu sejak kapan kenyamanan itu membuatnya jadi candu.

"G," jawab Keva singkat, padat, dan jelas. Mendengar itu, senyuman Ken makin lebar. Dia lantas pelan-pelan menegakkan tubuhnya setelah beberapa detik bersandar.

"Oh, gitu ...."

Mendengar nada suara Ken yang tiba-tiba berubah, Keva berusaha memberanikan diri melihat ke arahnya. Dan, ya! Ternyata cowok itu juga kebetulan menatapnya, tetapi kali ini lebih membingungkan dari yang biasanya.

"Apa-apaan lo?" Keva bertanya, sedikit kaget melihat Ken yang tiba-tiba saja memegang kedua pundaknya. Ken menghadapkan badan Keva tepat ke arah cowok itu, lantas kembali tersenyum penuh arti.

"Nonton sama gue besok, gue tunggu."




🎧🎧🎧





Halo teman-teman, gimana kabar kalian? Semoga baik, ya.

Hiks, beribu maaf mungkin nggak akan pernah cukup karena aku tukang ngaret update.

Tapi intinya makasih udah dukung aku, bahkan sampai dapat 10k viewer❄️



Tertanda,
Rheanna Maze.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro