7) Smart or Cunning

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Manusia memang segila itu."

"Hanya demi ego, mereka nekat mencelakai orang lain.
Meski dengan cara licik sekalipun."

🎧🎧🎧

CAN TRY


Kurang ajar!

Itulah kata yang bisa menggambar isi otak Keva sore ini. Cewek itu melemparkan tas di atas rumput taman, lalu membanting tubuhnya sendiri di satu sisi yang lain.

"Sialan!"

Sudah tujuh kali Keva mengucapkan kata itu, dia benar-benar kesal terhadap perlakuan Tania yang terkesan bossy.

Sambil terus mengumpat, cewek hazel itu memijit kakinya yang kebas. Kakinya serasa ingin patah pasca kejadian menyebalkan beberapa menit yang lalu.

"Lari sepuluh kali, keliling lapangan penuh."

Kata-kata itu terus mengiang di pikiran Keva, sampai-sampai membuat cewek itu frustasi dan ingin berteriak.

Sebenarnya Keva bisa saja melaporkan Tania ke ruang guru. Tapi apa daya kalau cewek centil itu adalah seorang keponakan dari Pak Surya, guru olahraganya?

Kalau sudah begitu, maka tidak akan ada satupun yang akan menganggapnya serius.

"DASAR CABE!"

Selama lima menit ia berdiam diri di taman itu, Keva memutuskan untuk mengambil ponselnya.

Ia pun berbalik dan meraih backpack yang tadi dia banting. Tetapi, bukannya tas yang Keva lihat, matanya justru terpusat pada semak yang tiba-tiba bergerak.

"Apaan itu? Kok gerak-gerak sendiri?"

Mata Keva memicing sesaat, meneliti apa yang akan keluar dari sana.

Baru dua detik, mendadak pekikan kaget keluar dari bibirnya.

"AAAAA!"

Secepat mungkin Keva menyambar tasnya sambil mengucap doa tiada henti. Ketika ia berhasil menemukan sweeter wol putih, Keva pun langsung melemparkannya pada sosok itu.

Karena takut, Keva juga melemparkan backpacknya sehingga sukses membentur monster mungil itu lagi.

Jantung Keva berdegup lebih cepat, dia menoleh ke arah lain berusaha mencari jalan pintas untuk berlari.

Namun nihil, taman yang dia pilih ini adalah taman tertutup. Banyak sekali pohon yang mengelilinginya dan menghalau jalannya untuk pergi.

"Gue harus gimana? Gue nggak bisa terus di sini." Keva bergumam, berusaha bangkit.

Tetapi sial, kaki Keva masih lemas dan akhirnya jatuh.

Dan tepat saat itu pula Alex datang. Cowok itu tersenyum manis ke arah Keva dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaket. Sekilas Alex mengira kalau Keva juga ikut tersenyum, tetapi ternyata justru sebaliknya.

"Geer banget, anjir." rutuk Alex dalam hati.

Ketika sadar bahwa ada yang ganjal, Alex bertanya sambil menyingkirkan ranting pohon yang menghalangi.

"Lo kenapa, Va?" Alex masih di posisi, tangannya terus menyingkirkan dedaunan yang menggelitiki kakinya saat berjalan.

Serasa masuk ke markas di tengah hutan, oke sip.

Sambil menormalkan detak jantung, Keva berusaha seceria mungkin.

"Nggak papa kok, cuma kaget aja liat lo tiba-tiba muncul."

Gue ngomong apaan?

Terlihat lucu, Alex terkekeh pelan. "Kaget, ya? Gue cuma lagi pengen aja ke sini, eh tau-taunya ada lo."

Cowok itu membenarkan rambutnya yang berantakan, lantas duduk di sebelah Keva.

"Lo kenapa, sih? Kok wajah lo kayak panik gitu? Lagi kalah perang sama pocong, ya?

Tak ada yang bisa Keva lakukan selain tersenyum. Napasnya nyaris terputus-putus, tangannya pun ikut bergetar.

Lo dateng di saat yang nggak tepat, Lex.

Keva masih berusaha menutupi ketakutan konyol ini dari Alex, karena dia tidak ingin cowok itu menjadikannya sebagai bahan tertawaan.

"Meow."

Secara tiba-tiba sweeter wol dan backpack Keva berhenti bergerak. Memunculkan seekor binatang kecil bewarna putih.

Kucing.

Bagi sebagian orang binatang itu memang sangat digemari, bahkan disayang layaknya seorang teman.

Namun tidak untuk Keva. Cewek itu selalu merinding dan menganggap kucing adalah monster atau sejenis makhluk jadi-jadian.

Jangan katakan dia berlebihan, Keva memang merasakan semua itu nyata di depan mata.

"L-lex, gue pergi dulu."

"Lah, kenapa? Sans, nanti gue anter lo pulang."

"Bu-bukan itu, gue--"

Keva membekap mulutnya, bulu kuduknya berdiri dan jantungnya kini berdetak lebih cepat lagi. Dia merasa atmosfer di sekitarnya tiba-tiba mencekik, sangat merinding.

Dengan sekuat tenaga, dia menghela napas untuk menetralisir. Namun bukannya membaik, kondisi Keva justru berbalik.

Dia pucat, dan Alex melihat itu.

"Lo kenapa, Va? Lo pucet banget kayak kuntilanak belakang sekolah." Alex menatap Keva dengan tanda tanya di kepala, memandangi cewek bersurai coklat itu yang mendadak lemas.

Apalagi saat melihat kucing itu mengeong lagi dan mendekatinya.

"ASTAGA! JAUHIN DIA DARI GUE LEX!"

Suara melengking Keva menggema di taman itu. Dia dengan sigap bangkit untuk berlari, tapi Alex menahannya.

Bukannya menuruti, cowok itu malah tertawa kencang.

"Lo takut kucing? Haha, cupu banget! Mulut sangar tapi malu-malu kucing!"

Tanpa diduga si pirang justru mengambil kucing itu, lantas menggendongnya.

Niatnya sih pengen iseng gitu, tapi ternyata--

BRUK!

"Gue nggak suka lo jahilin gue, Lex!"

Alex membeku, membagi pandangannya antara dua objek. Dia tidak menyangka Keva bisa setega ini, menepis tangannya yang sedang mememegang kucing.

Keva sendiri tahu perlakuannya itu sungguh tidak baik. Tetapi ketika ketakutannya sudah hampir menguasai diri, apa boleh buat?

Dengan tenaga seadanya Keva berlari, menghalau sisa-sisa ranting yang sebenarnya sudah Alex singkirkan.

Perlahan-lahan, Keva mulai kehabisan tenaga. Jantungnya sudah lelah, tangannya pun dengan dasyat bergetar tiada henti.

Dia terlalu lemas, dia sudah tidak kuat.

Dia ambruk.

Tepat di depan musuhnya sendiri, Tania.

🎧🎧🎧

Halooo, akhirnya update!

Semoga suka sm chapter ini ya, tinggalkan jejak :)))

Thanks!

"Nggak tahu kenapa, gue benci sama lo Lex." -Keva



Keva yang lagi kalem.

Maaf Ken, lo nggak muncul lagi di sini.
Chapter selanjutnya pasti ada kok.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro