05; I'm (Not) Okay

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sejujurnya, Bucky sudah mencoba untuk menghubungi Harley. Sejak Civil War, ia dekat dengan anak kedua dari sahabatnya itu. Ia selalu mengingatkan Bucky dengan Steve juga Tony dan sifat sarkasme miliknya. Harley tidak menjawab, ia yakin mendengar isakan samar setiap kali ia menelpon Harley untuk menanyakan keadaan Steve, Peter, Tony, dan Morgan. Ia berusaha untuk menepisnya, beranggapan jika Steve dan Tony hanya bertengkar didepan mereka seperti sebelumnya.

Namun kali ini berbeda, terutama saat Natasha mencoba menghubungi Pepper. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi, dan menjadi alasan Steve tidak kembali ke tempat mereka tinggal bersama sisa tim. Itu bukan hal yang baik, ia bisa meyakini itu.

"Apakah menurutmu mereka baik-baik saja?"

Ia menoleh kearah Natasha yang duduk di belakangnya. Sam sedang menyetir menuju ke menara Stark. Ia duduk disamping kekasihnya itu.

"Aku berharap seperti itu, tetapi yang bisa kupikirkan hanyalah sesuatu yang buruk terjadi. Meski aku tidak tahu kenapa," Sam menjawab, tampak hanya menghela napas. Mereka sudah mengabari Pepper akan datang Jumat ini, meski sebenarnya mereka sudah akan datang rabu kemarin. Namun Pepper mengatakan jika Tony dan Steve tidak bisa diganggu hingga hari Jumat.

"Kita sudah sampai," Sam menghentikan mobil di tempat parkir menara Stark. Mereka semua segera turun dan masuk ke dalam lobi utama. Beberapa agen menyapa mereka, dan beberapa menatap mereka heran. Tidak biasanya anggota lama Avengers kembali kemari setelah Civil War terjadi.

"Pepper akan menemui kita disini."

Tentu kartu akses mereka tidak bisa digunakan, itulah sebabnya mereka membutuhkan Pepper untuk mempersilahkan mereka masuk lebih dari lobi utama meski Friday memiliki database mereka.

"Bucky?"

Bucky sedang berbincang dengan Sam dan Natasha saat suara itu membuat semua orang menoleh. Steve dan Tony, tampak baru saja keluar dari mobil mereka dan Steve memanggilnya.

"Hei Steve."

Steve tampaknya tidak tahu jika mereka akan datang. Tatapannya tampak sedikit teralih Bucky tahu jika ia berusaha untuk tetap tersenyum kala itu. Tony baru saja menyadari keadaannya dan yang lain, menatapnya dingin sebelum ia kembali memasukkan kepala dan sebagian tubuhnya dalam mobil.

"Tony, aku akan menggendongnya..." Tony melihat Steve sebelum ia mengangguk dan tampak keluar, pergi ke bagasi mobil mengeluarkan kursi roda. Steve yang kini masuk ke mobil, dan keluar menggendong Peter yang tampak tertidur.

Bucky dekat dengan Peter. Sebelum Civil War saat ia sempat untuk tinggal di menara Stark dengan yang lainnya, Peter adalah yang paling dekat dengannya selain Steve. Peter mengingatkan Bucky pada Steve sebelum ia mendapatkan serum. Kecil, dan membuat semua orang ingin melindunginya.

Dan saat ini, Bucky melihat bagaimana Peter tampak sangat kurus dan pucat. Ia sakit, terlihat sangat sakit hingga membuatnya khawatir. Ia rasa Natasha dan Sam juga menyadari hal itu, mereka menatap Peter dengan khawatir.

"Temuilah mereka, aku bisa membawa Peter. Happy akan membantu."

"Tidak, tanganmu sedang sakit Tony," Steve tampak bergumam, dan hanya tersenyum pada mereka bertiga sebelum melewati mereka begitu saja.

"Pete'," Morgan tampaknya sudah menunggu ketiganya di lobi depan. Tony menaruh telunjuknya di depan bibir mengisyaratkan Morgan untuk diam dan membiarkan Peter tidur. Morgan menutup mulutnya dengan kedua tangan dan memperhatikan kakaknya, "is he alright papa?"

"Kuharap begitu bambina," Steve tersenyum pada Morgan. Pepper baru saja keluar dari lift dan baru mengetahui jika Steve, Tony, dan Peter baru saja pulang. Ia menoleh pada Bucky dengan tatapan sedih, kemudian pada Tony dengan tatapan penuh sesal.

"Bagaimana keadaan Peter?"

"Ia kelelahan karena kemoterapinya dan dua hari kemarin ia sama sekali tidak bisa tidur nyenyak," Tony hanya menghela napas dan Pepper memeluknya sambil mengusap kepalanya.

"Ia akan baik-baik saja. Ia anak yang kuat..."

"Aku tahu..."

.
.

Steve ingat saat pertama kali Peter memberitahu tentang tumor di otaknya, rasanya ia ingin menangis. Ia benar-benar merasa tidak berguna. Ia tidak bisa melakukan apapun untuk anaknya. Kalau saja... kalau saja saat itu ia tidak membohongi Tony dan perceraian ini tidak terjadi, ia memikirkan bagaimana mereka bisa lebih memperhatikan Peter. Ia bisa melihat Tony sama sekali tidak tidur nyenyak sepertinya. Tidak pernah sekalipun ia memejamkan mata lebih dari satu jam.

Meski ia membelakangi Tony saat ia tidur di sofa, namun ia bisa mendengar napas Tony yang memburu setiap terbangun karena mimpi buruk. Setiap Tony berjalan dan menuju ke kamar Peter untuk melihat keadaan Peter. Terus seperti itu hingga pagi menjelang.

"Apakah Tony baik-baik saja?"

Pepper yang masih bisa ia minta monitor keadaan Tony setelah mereka sempat untuk pulang ke tempat masing-masing selama beberapa hari.

"Ia tenggelam dalam pekerjaannya," baik Pepper ataupun Steve tahu, jika itu artinya sangat buruk. Tony tidak pernah tenggelam dalam pekerjaannya kecuali saat ia sedang sangat stress, "...bisakah kau melihatnya Steve?"

"Pep, aku..."

"Ia selalu melihat telpon lipat yang kau berikan. Ia berusaha untuk menghubungimu setiap ia terbangun malam hari," Pepper hanya bisa menghela napas. Steve terdiam, ia bahkan tidak yakin kenapa Tony masih menyimpan telpon lipatnya.

"Aku sungguh tidak ingin mengatakan ini Steve. Tetapi, apapun masalah kalian... kurasa kali ini berbaikanlah dengannya..."

Pepper masih tidak mengetahui tentang tumor otak yang dialami oleh Peter.

.
.

"Rogers, apa yang kau lakukan disini?"

Tony melihat Steve yang berdiri di depan rumah Tony dipinggir danau beberapa hari setelah itu. Hari dimana mereka akan menemani Peter untuk memeriksakan lebih lanjut keadaannya.

"Kau berpikir hal yang sama denganku bukan? Aku juga akan pergi ke tempat Peter," Tony terdiam, ia mengangguk dan Steve memberikan kecupan ringan terlebih dahulu pada Morgan yang melihatnya.

Ia bisa melihat kantung mata Tony yang semakin tebal, dan raut wajah Tony yang tampak murung. Ia berharap bisa menemani Tony kembali. Tetapi ia tahu itu tidak mungkin. Tony tidak akan memaafkannya dengan mudah, tidak setelah apa yang ia lakukan.

.
.

"Kanker otak stadium empat."

Steve berharap ia salah mendengar apa yang dikatakan oleh Strange. Itu seperti vonis kematian untuk Peter. Juga untuknya dan Tony. Matanya panas, ia berusaha untuk menahannya saat ia melihat Peter sama sekali tidak menangis. Ia harus kuat, setidaknya untuk mereka. Jika Peter tidak menangis, ia tidak akan melakukannya.

Ia bisa merasakan Peter tidak fokus padanya. Ia mencoba membantu menuntun Peter bersama dengan Tony yang tidak kalah kacaunya.

Ia kacau, namun ia harus bisa kuat untuk keluarganya.

"Peter?"

Ia mencoba mendapatkan perhatian Peter, dan itu berhasil. Peter menatapnya, dan kembali dengan mata seolah ingin menangis namun Peter menahannya.

Begitu juga dengan Steve.

.
.

"Aku tidak ingin kau mati..."

Tangis Peter pecah saat Harley mengatakan itu. Harley yang bersikap tegar dan kuat, Harley yang bahkan tidak pernah mudah untuk menangis kali ini terisak dan memeluk Peter dengan erat begitu juga dengan Morgan. Ia mengira bahwa ia juga akan menangis kala itu, namun Tony yang sama sekali tidak menangis membuatnya tidak bisa.

Ia tidak bisa menangis begitu saja dan terlihat lemah saat Tony membutuhkan.

.
.

"Dad melukai dirinya..."

Perkataan Harley saat ia menjaga Peter yang masuk rumah sakit itu membuatnya tersentak. Ia tahu, ia seharusnya tahu Tony sangat hancur. Ia ingin pergi dan menenangkan Tony sendiri, namun ia tahu itu tidak akan berhasil. Tony hanya akan lebih hancur melihatnya.

"Strange, tolong aku..."

...

"Kau tidak apa Rogers?"

Napasnya sedikit tercekat, ia menarik ujung bibirnya dan memberikan sebuah senyuman lelah.

"Aku baik-baik saja..."

Tidak.

Strange melihat Steve dalam diam sebelum menghela napas dan membuka portal. Ia mungkin sadar, saat itu tubuh Steve gemetar.

.
.

"Aku... apa yang harus kulakukan saat melihat Peter besok pops..."

Harley dan Morgan tidur dengannya. Ia mendengar dari Tony jika memang keduanya ingin tidur bersama dengan Tony atau Steve saat Peter tidak ada di rumah. Harley tampak frustasi, Steve tampak terdiam namun merengkuhnya dalam pelukan.

"Kau dan ia akan baik-baik saja. Kau bisa melakukan ini Lee," Steve tampak berbisik, dan Harley terdiam. Ia mendekap erat tubuh Harley dalam tidurnya, berpura-pura tidak mendengar isakan pelan yang ia dengar dari pemuda itu.

"Pops..."

"Hm?" Steve tampak bergumam saat mendengar Harley bergumam memanggil namanya.

"Bagaimana kau bisa terlihat baik-baik saja? Setelah... setelah semua ini?" Harley bahkan sepertinya tidak sadar sudah berbicara seperti itu karena rasa kantuk yang menyerangnya. Steve tidak menjawab, dan bersyukur Harley tertidur kembali sebelum ia harus menjawabnya.

"Aku... aku tidak baik-baik saja..."

Ia hanya bergumam pada dirinya sendiri, mengecup ujung kepala Harley dan mendekapnya lebih erat.

Steve tidak tidur malam itu.

.
.

"Papa... aku tidak bisa."

Ia bisa merasakan tubuh Peter gemetar. Entah menahan tangis atau karena ia mencoba untuk berdiri namun gagal. Ia bersyukur karena itu, karena Peter tidak menyadari jika tubuhnya gemetar. Ia membuka mulut akan menenangkannya dengan mengatakan tidak apa, namun ia tahu jika ia berbicara, tangisnya akan pecah saat itu juga. Ia benar-benar beruntung Tony menggantikannya untuk menenangkan Peter.

Steve sendiri hanya bisa diam mematung, memperhatikan keduanya sebelum menggendong Peter dan membawanya ke kursi roda agar Tony bisa mendorongnya menuju ke mobil.

"Aku bukan ingin terdengar mencemaskanmu," Tony segera berbicara saat mereka berada di mobil dan Peter tertidur, "kau baik-baik saja?"

Steve menoleh pada Tony yang tampak memalingkan wajahnya tidak ingin sampai Steve melihat kekhawatiran di mata Tony. Steve hanya tersenyum, lelah. Sedih, namun juga senang karena Tony masih mau mengkhawatirkannya.

"Aku..."

Tidak baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja."

Bohong.

.
.

"Peter... dia," Pepper duduk dihadapan Sam, Natasha, dan Bucky yang diizinkan untuk masuk ke dalam bangunan Stark, "dia... oh god, bagaimana aku harus mengatakannya?"

"Hei, tenanglah..." Natasha mengusap bahu atas Pepper untuk menenangkannya.

"A-aku tidak bisa Tasha," Pepper memijat kepalanya, membiarkan beberapa tetes air mata meluncur dari matanya, "ia terkena kanker..."

...

"Siapa?"

"Peter, ia... kanker otak, stadium akhir. Peter baru saja menyelesaikan kemoterapinya," Pepper tidak bisa merangkai kata dengan benar. Bucky dan juga yang lain berharap Pepper membuat lelucon, namun fakta Pepper jarang untuk salah mengatakan sesuatu, mereka mengerti saat ini ia sedang serius, "itulah sebabnya Steve dan Tony kembali tinggal bersama, itulah sebabnya Peter tampak sangat sakit."

"Kau... Pep, katakan kau bercanda," Natasha yang pertama kali bereaksi. Peter, baginya Peter dan dua anak Tony juga Steve lainnya sudah menjadi anaknya juga, "tidak... tidak dia. Tidak Peter, oh god."

Natasha menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Bucky dan Sam sendiri bahkan tidak menemukan kata-kata selama beberapa saat. Sam, ia memang sering sekali merasa kesal dengan ketiga anak itu terutama Peter, namun tentu saja ia tidak membenci Peter.

Dan ia tidak akan pernah mau dan membayangkan akan mendengar kata-kata itu tadi keluar dari mulut siapapun.

"A-aku," Bucky berdiri sebelum Sam bisa menghentikannya, "aku tidak bisa... a-aku..."

Bucky tidak bisa mengatakan apapun, ia segera berbalik dan meninggalkan Pepper juga yang lainnya. Sam akan menghampiri namun Natasha menghentikannya dan menggelengkan kepalanya.

.
.

Bucky berakhir di salah satu kamar mandi. Ia mengunci pintu kamar mandi itu, mencoba untuk menarik keras rambutnya, mencoba untuk membangunkan dirinya dari mimpi buruk ini. Ia mencubit dirinya, memukul dirinya sendiri, menyiram dirinya dengan air dingin. Terus mencoba untuk bangun dari mimpi buruk itu, namun ia tetap tidak bisa bangun.

Ini tidak mungkin sebuah kenyataan. Ini tidak boleh menjadi sebuah kenyataan. Tidak Peter. Anak itu tidak seharusnya mengidap kanker. Ia tidak seharusnya berumur pendek. Bahkan ia baru berusia 16 tahun saat ini. Dan Ya Tuhan, Steve. Peter adalah anak Steve. Anak dari sahabatnya. Bucky lebih daripada semua orang untuk mengerti bahwa Steve tidak akan bisa menghadapi ini dengan baik mengetahui bagaimana sayangnya sahabatnya itu dengan anak itu.

"Friday."

"Ada apa Mr. Barnes?"

"Aku harus menemui Steve sekarang."

"Akses anda terbatas, dan sekarang Mr. Rogers tidak bisa diganggu--"

"BIARKAN AKU BERTEMU DENGANNYA!" Bucky bahkan tidak peduli dengan air mata yang mengalir, ia hanya ingin melihat Steve. Ada untuknya di situasi seperti ini. Dan ia segera berlari kembali ke ruang tengah dan menghampiri Pepper.

"Pepper, aku ingin bertemu dengan Steve. Kumohon."

"Ini tidak mudah, kau tahu bagaimana Tony--"

"Mr. Stark baru saja membuka akses untuk Mr. Barnes ke Penthouse Ms. Potts," Pepper mengerutkan dahinya. Bucky sendiri juga tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Namun, ia tidak begitu memikirkannya dan segera berjalan menuju kearah lift menuju ke Penthouse.

.
.

"Kau berjanji akan memakan tiga crackers sayang," Tony menatap Peter yang hanya menghabiskan satu keping crackers keju. Makanan yang sama dengan yang diberikan oleh Wade dan menjadi makanan favorit dari Peter.

"Kumohon tidak sekarang dad, tenggorokanku sangat sakit," itu adalah hal baru. Tony dan Steve tidak pernah mendengar keluhan itu dari Peter sejak 3 hari yang lalu. Memang, Strange sudah mengatakan tentang salah satu efek samping itu pada Tony dan Steve.

"Jadi, kau ingin sesuatu Peter?" Steve tersenyum dan tampak mengusap kepala Peter.

"Sesuatu yang lembut, kurasa corn flakes dengan banyak susu akan membantu," Peter tampak menghela napas dan Morgan yang duduk disampingnya tampak mengusap kepala Peter membuatnya sedikit nyaman, "thanks Morgan..."

"Apakah masih sakit Pete'?" Morgan menatap khawatir kakaknya, dan Peter hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Lee tidak bisa mengepang kepalaku dengan benar. Kau yang pintar melakukannya. Jika kau nanti tidak sakit lagi, ikatkan rambutku lagi ya!"

"Besok aku akan melakukannya kalau kau mau."

"Kau masih sakit Pete'," Morgan tampak merengut cemas, dan Peter hanya bisa terdiam dan tersenyum pelan.

"Bagaimana kalau kau membuatkan Peter makanan dulu, aku akan menemani mereka berdua," Tony menatap kearah Steve yang hanya mengangguk dan berdiri dari posisinya menuju keluar kamar.

.
.

Ia mendengar suara lift yang sampai di lantai mereka, tidak bisa berharap banyak jika itu adalah Bucky dan juga yang lain. Tony masih sangat marah pada Bucky, dan tentu saja Tony tidak akan memberikan akses begitu saja lagi pada mereka.

Jadi, ia beranggapan jika itu adalah Pepper.

Dan memang, itu adalah Pepper. Namun yang membuat napasnya tercekat adalah bagaimana Bucky berada di belakang Pepper dan menatapnya.

"Hei Pep... Buck..."

Oh Steve, Bucky pernah melihat wajah itu. Saat kematian Sarah Rogers, wajah aku baik-baik saja yang diberikan untuk semua orang saat ia berusaha untuk terlihat kuat. Namun Bucky bisa melihat kebohongan itu begitu saja, dan ia tahu jika Steve juga mengetahuinya. Ia berasumsi jika itu diperuntukkan untuk Pepper.

"Aku sedang membuat sesuatu untuk Peter dan Tony... uh, kalau kau tidak keberatan, bisakah kau menggantikanku sebentar Pep?" Ia meminta bantuan Pepper namun pandangannya tidak lepas dari Bucky seolah Steve mencoba memastikan jika Bucky nyata disana. Dan ia butuh waktu untuk berdua saja dengan sahabatnya itu.

"Tentu," Pepper mengangguk, berjalan melewati Steve sambil menepuk bahunya beberapa kali.

Tidak tahu kemana ia harus membawa Bucky, ia berakhir membawanya ke bekas kamar Bucky saat ia masih tinggal di menara. Setelah Bucky masuk, Steve menutup kamar itu perlahan dan tampak hanya berdiri mematung menyender pada pintu itu.

"Steve," Bucky berbalik dan menatap simpatik pada Steve, "maafkan aku... aku mendengar semuanya."

Bucky mengulurkan kedua tangannya dan memeluk Steve perlahan. Bucky berbisik dan mengusap kepala Steve. Ia merasakan bagaimana Steve membalas pelukannya, perlahan lebih erat. Ia tetap diam meski mendengar perlahan isakan dari Steve yang membenamkan wajahnya di bahunya. Isakan itu semakin kencang, dan tangis Steve begitu saja pecah dalam pelukan Bucky.


"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan Buck," Steve berbicara lirih diantara isakannya. Bucky hanya mengusap pelan punggung Steve, tidak berharap isakan dan tangis sahabatnya itu mereda untuk saat ini. Tidak bisa mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja, karena ini semua tidak akan baik-baik saja.

"Aku dan yang lain disini Steve..."

"Peter masih sangat muda. Ia masih memiliki masa depan yang cerah. Aku... a-aku tidak bisa Buck," Steve mencoba untuk menarik napas teratur, isakan itu membuatnya susah untuk mengatur napasnya. Ia tidak bisa lagi berpura-pura baik-baik saja, dan ia sepenuhnya hancur didekapan Bucky. Bucky masih menahan sebagian beban tubuh Steve dan membawanya duduk di tepi ranjang kamar itu.

Ia sangat mengetahui tentang sahabatnya itu dan alasan kenapa ia melakukan hal ini. Berpura-pura baik-baik saja tentu ia melakukannya untuk Tony, dan anak-anaknya. Itulah sebabnya yang bisa Bucky lakukan hanyalah membiarkannya menangis saat itu tanpa ia berusaha untuk menenangkannya dan menghiburnya. Steve harus bisa melepaskan semua yang ia tahan selama ini. Perlu untuk berteriak tentang bagaimana tidak adilnya dunia ini. Dan ia melakukannya, Steve meneriakkan semua yang ia pikirkan saat itu bersamaan dengan tangisnya yang semakin menjadi.

Tentang bagaimana ia sangat takut. Sangat, sangat takut melewati hari, takut jika suatu hari ia harus mendengar kata-kata 'Peter sudah tidak ada', ia selalu merasa mual setiap membayangkan itu. Ia sama sekali tidak tidur, tidak bisa makan apapun, bayangan itu selalu membayanginya seperti sebuah kutukan.

Ia khawatir pada Tony. Bagaimana dengan sangat jelas ia bisa melihat mantan kekasihnya itu bisa mengendalikan dirinya. Bagaimana Tony perlahan terlihat hancur. Bagaimana ia merasa sangat bersalah dengan apa yang dilakukan olehnya pada Tony. Ia mengira jika perceraian itu adalah hal paling buruk yang bisa menghancurkan Tony dan dirinya, namun ia salah.

Mimpi buruk ini yang menjadi batas jurang kehancurannya dan Tony.

Lebih daripada semua itu, ia paling menghawatirkan anak-anaknya. Terutama Peter. "Ia perlahan menghilang Buck, ia sangat kurus. Ia tidak bisa tidur, dan ia makan sangat sedikit. Ia kesakitan dan aku--oh god, aku tidak bisa melakukan apapun." Steve terus membayangkan bagaimana ringannya Peter saat ia mencoba mengangkatnya. Bagaimana anaknya itu tampak semakin rapuh di tangannya dan perlahan akan direnggut oleh kematian lebih cepat dari yang ia pikirkan.

Ia tidak pernah mengira, kebahagiaannya dulu saat menggendong Peter akan berubah menjadi sesuatu yang membuatnya takut.

Bucky sama sekali tidak mengatakan apapun sejak awal Steve berbicara hingga ia tertidur. Lelah untuk menangis dan tumbang begitu saja. Ia hanya tersenyum sedih, menggeser tubuh sahabatnya itu agar ia bisa tertidur diatas ranjang dan menyelimutinya. Memastikan Steve sedikit nyaman sebelum perlahan ia berdiri dan keluar dari kamar itu.

Ia mencoba menarik napasnya dalam-dalam, menaruh sebelah tangannya di wajahnya dan menyenderkan tubuhnya pada pintu kamar Steve.

"Bagaimana keadaannya?"

Ia melepaskan tangannya, menoleh kearah suara dan menemukan Tony yang berdiri dan menatap Bucky disana.

"...Stark."

To be Continue
Terima kasih untuk doanya untuk adekku :")

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro