Bab 10 + Epilog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Benar, Grasia mencuri berlian itu dari kamar Anda. Saat Willy lengah terhadap tugasnya menjaga Grasia, dia masuk ke kamar Anda setelah Jana keluar, mengambil berlian yang sangat dia kenal seperti miliknya yang pernah Anda berikan. Lalu Grasia melarikan diri ke kamar Jana, tempat dimana aku menemukan rantai kalung dan maaf kotoran Grasia. Saat itu Anda kehilangan berlian dan rantai yang aku temukan mungkin adalah kalung Grasia yang sebenarnya, hanya saja itu sudah rusak dan tidak ada berliannya lagi."

Nyonya Wilson terlihat membulatkan matanya lagi sebelum tertawa. "Astaga! Aku pikir kalung itu dicuri. Ternyata Grasia mengira itu adalah berlian miliknya. Sebenarnya kalung milik Grasia sudah rusak oleh anakku yang bungsu, makanya dia pikir kalung milikku adalah miliknya yang rusak, huh, ada-ada saja. Tapi tenang saja, kau sudah membantu mencarinya. Aku dan suamiku tetap akan mengirim mu ke Hawaii untuk liburan. Oh, kami bahkan sudah membelikan tiketnya." Nyonya Wilson mengeluarkan sesuatu dari tas mahalnya yang sukses membuat Gavin membisu. Akhirnya, akhirnya, akhirnya.

Gadis Hawaii aku datang. Pikir Gavin ceria.

Sementara itu Thomas yang duduk di samping istrinya meringis kecil. Tidak pernah disangkanya uangnya akan habis untuk membayar detektif mahal karena ulah anjing peliharaan istrinya yang nakal. Sialan! Dia sebenarnya tidak pelit, hanya saja kalung itu pasti akan ketemu jika Thomas mencarinya suatu saat. Sayangnya dia harus pergi liburan dengan keluarganya. Melayang sudah uang seratus juta dollar miliknya. Ingatkan Thomas untuk menjual anjing itu nanti, dia tak peduli istrinya mengamuk karena mulai sekarang tidak ada lagi yang namanya memelihara anjing.

"Ah terima kasih. Anda baik sekali, Nyonya." Thomas tersadar saat Gavin menerima tiket liburan miliknya.

"Tuan, apa Anda baik-baik saja? Wajah Anda terlihat memerah," ucap Gavin begitu sadar wajah pria tua itu seperti tengah menahan sesuatu.

Thomas menggeleng sebelum menjawab dengan nada kaku. "Aku baik-baik saja, pergilah dan segera nikmati liburanmu."

Gavin mengangguk dan berpamitan sebelum melenggang sambil menggoyangkan pinggulnya penuh kegembiraan. Uang dan liburan sukses menghilangkan rasa stresnya selama satu Minggu. Gavin sangat mencintai hidupnya dan dirinya. Dalam langkahnya Gavin melihat Jana tengah melakukan rutinitasnya membuat makan siang.

"Sexy, kau benar-benar akan merindukanku setelah ini." Jana melompat saking terkejutnya.

"Astaga! Pergi sana, aku sudah merindukan hari-hariku tanpa orang menyebalkan sepertimu, huh dasar detektif mesum." Jana menggerutu seraya meneruskan masaknya.

"Terima kasih pujiannya dan sampai jumpa lagi, Sexy." Jana hanya menoleh sinis sebelum Gavin meneruskan langkahnya.

Dia berpapasan dengan Kasmir yang sedang mencuci mobil. "Hei, Paman. Perlu bantuan?" tanya Gavin mendekat dengan wajah berseri.

"Sepertinya Tuan Gavin sedang bahagia sekali hingga berbaik hati menawarkan bantuan, tapi sepertinya aku sudah mau selesai." Kasmir menjawab seraya mengelap kaca mobil.

"Kau benar, Paman. Aku memang sangat bahagia karena sebentar lagi akan pergi ke Hawaii. Tenang saja, aku pasti akan memberikan foto-foto liburanku di sana. Omong-omong kita belum bertukar nomor, mana nomormu, Paman?" Gavin menengadahkan tangan meminta ponsel Kasmir. Pria itu menurut begitu saja dan menyerahkan ponselnya pada pria muda di sampingnya. Gavin mengetik nomornya dan melakukan panggilan sebelum mematikannya lagi.

"Nah, nomorku sudah ada di ponsel Paman. Doakan aku dapat salah satu wanita sexy di sana, ya." Gavin berkedip jenaka. Kasmir balas tertawa renyah.

"Aku pikir kau tertarik dengan Jana." Sontak Gavin terkejut mendengar hal itu, tapi sesaat kemudian dia tertawa keras.

"Apa maksudmu, Paman? Aku dan Jana tidak sedekat itu. Kami hanya kebetulan bertemu di sini." Kasmir tersenyum maklum terhadap anak muda di depannya.

"Ya, ya, ya. Jangan lupakan bahwa jodoh juga sering bertemu karena kebetulan." Gavin menggeleng pelan.

"Aku tidak tahu, Paman. Kalau begitu aku harus pergi dulu, sampai jumpa lagi, Paman."  Gavin kembali melanjutkan langkahnya dan bertemu dengan Willy yang bertugas di halaman depan. Omong-omong pria itu juga merangkap jadi satpam saat musim liburan begini.

"Hai Paman," sapa Gavin masih dengan wajah cerianya.

"Wah sepertinya ada yang menang lotre," tebak Willy bercanda. Gavin lantas menggeleng.

"Lebih dari itu bahkan lebih dari lotre. Aku akan liburan, Paman tidak mau memberikan aku selamat?" Gavin mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Willy.

"Wow, selamat. Kau beruntung masih bisa pergi liburan. Semoga segera bertemu dengan jodohmu di sana." Gavin tertawa mendengarnya.

"Astaga! Apa aku terlihat begitu menyedihkan dengan status single ku? Sampai kau dan Paman Kasmir begitu kompak mendoakan agar aku segera bertemu jodohku." Gavin membuat ekspresi murung yang berlebihan.

"Ya ampun, jangan salah paham anak muda. Kau tidak terlihat menyedihkan sama sekali, hanya saja kebahagiaanmu akan bertambah jika kau menikmatinya bersama pasangan. Aku mendoakan karena aku menyayangimu. Kau persis seperti keponakanku di desa." Wily menerawang seolah mengingat wajah keponakannya.

"Ya Tuhan, aku terharu. Kalo begitu terima kasih doanya, aku titip salam untuk keponakan Paman." Willy tersenyum bersahaja sebelum mengangguk mengiyakan.

"Pasti, Nak. Kau berhati-hatilah saat liburan nanti. Kapan-kapan mainlah ke sini lagi. Grasia pasti akan merindukanmu." Willy terkekeh melihat wajah mengkerut Gavin.

"Paman tega sekali, aku pikir Paman yang akan merindukanku. Jika tidak, setidaknya Jana lebih baik daripada seekor anjing betina yang sudah mengerjaiku." Gavin memprotes tak terima.

"Astaga, aku hanya bercanda. Jangan dimasukkan ke hati. Omong-omong sepertinya Jana menyukaimu." Willy dengan sengaja memelankan ucapan terakhirnya.

Gavin? Tentu saja terkejut.

"Paman jangan bercanda, itu tidak mungkin. Dia bahkan tidak pernah bersikap lemah lembut padaku, barusan saja dia menghinaku dengan sebutan detektif mesum." Willy tertawa untuk kesekian kalinya.

"Ya ampun! Aku tidak berbohong, coba kau lihat ke jendela sana. Jana sedang memandangi kita," bisik Willy. Gavin yang penasaran akhirnya menoleh dan benar saja Jana sedang mengintip dibalik gorden tipis ruang tamu.

Si sexy itu. Gavin jadi berat meninggalkannya.

"Wow, Paman benar. Ah, aku jadi berat meninggalkan pelayan sexy itu." Gavin menunjukkan wajahnya yang dibuat sedih.

"Ya Tuhan, pantas saja Jana mengejekmu mesum. Kau memang mesum ternyata," ucap Willy kembali tertawa lebih kencang.

"Paman," rengek Gavin frustasi. Tambah satu orang lagi yang menuduhnya mesum. Padahal apa yang salah dari menikmati ciptaan Tuhan?

***

End

***

Epilog.

Suasana pantai terlihat ramai hari itu. Angin bertiup menerbangkan rok pendek gadis-gadis yang berjalan santai di sekitar pantai. Stand makanan berjejer rapi menyediakan menu-menu khas pantai Oahu. Orang-orang berjemur terlihat menikmati waktu sinar matahari membakar kulit mereka sehingga warnanya menjadi cokelat. Orang-orang sering mengatakan itu warna kulit eksotis.

Tak berbeda dengan orang-orang di sana. Gavin juga sedang menikmati waktunya sambil duduk memandang ombak pantai yang menjadi latar para gadis dengan bikini sexy. Oh, tentu bokong-bokong itu jauh lebih menarik daripada lautnya. Gavin seperti menemukan oasis setelah terjebak dalam gurun pasir yang panas berbulan-bulan.

Inikah surga? Sepertinya iya. Gavin tidak ingin kembali jika pergi ke Hawaii ternyata semenyenangkan ini. Tepat disampingnya terlentang seorang gadis menemani Gavin bersantai. Tangan nakal Gavin tentu tidak tinggal diam untuk mengambil kesempatan meraba bagian kesukaannya dari wanita.

"Astaga! Hentikan. Ini di tempat umum, kau tidak berubah sama sekali." Gavin menoleh dengan cengiran tanpa dosa.

"Tentu saja, Sayang. Aku tidak bisa berhenti untuk yang satu ini." Gadis yang bersamanya tak lagi mempermasalahkan, toh Gavin adalah kekasihnya sejak pria itu memaksa membawanya pergi liburan.

"Bagaimana ibumu? Apa dia sudah sehat?" tanya Gavin mengalihkan topik.

"Selalu begitu, dasar detektif mesum. Ibu sudah lebih baik, terima kasih karena kau sudah membantu biaya pengobatannya." Kali ini gadis itu memberikan senyum tulus pada pria di sebelahnya.

"No, Sayang. Jana kau sudah menjadi kekasihku, tentu aku tidak akan diam saja melihatmu bersedih melihat ibumu sakit-sakitan. Jangan sungkan meminta bantuan padaku, hmm?" Jangan terkejut. Gavin memang mengajak Jana pergi berlibur bersamanya, meskipun gadis itu menolak karena khawatir meninggalkan ibunya. Tapi Gavin sangat pemaksa hingga berani mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan ibunya agar Jana tidak khawatir lagi untuk ikut liburan bersamanya. Di pantai inilah Gavin menyatakan keinginannya menjalin hubungan.

"Iya, aku jadi semakin mencintaimu detektif mesum ku." Seketika itu juga Gavin memajukan bibirnya merajuk yang sukses membuat Jana tertawa puas karena berhasil menjahili kekasihnya.

"Kenapa kau belum juga mengubahnya, huh? Sekarang aku kan hanya mesum padamu." Jana menaikkan sebelah alisnya ragu. Tangannya meraih tangan Gavin yang sedang memegang ponsel.

"Ini apa?" tanya Jana seraya menunjuk ponsel Gavin yang merekam kegiatan gadis-gadis di pinggir pantai.

"Astaga! Darimana kau tahu?" Gavin bertanya dengan wajah terkejut yang berlebihan.

"Bodoh, aku tidak salah mengikuti mu kemari. Jika tidak, kau pasti sudah menggaet salah satu gadis di sini. Mereka tentu jauh lebih sexy dariku," gerutu Jana yang kemudian mengecil di bagian akhirnya. Gavin jadi merasa bersalah, dia tidak bermaksud membandingkan seperti itu. Baginya posisi Jana tentu jauh berbeda dengan gadis-gadis pantai itu.

"Sayang, tidak usah minder begitu. Kau tetap paling sexy di mata dan hatiku," rayu Gavin. Jana sontak memukul Gavin main-main melampiaskan rasa malunya disebut sexy.

Saat asyik bercanda gurau tiba-tiba terdengar sirine polisi mendekati wilayah pantai. Gavin sontak menghentikan tawanya dan mulai memasang ekspresi serius.

"Sayang, aku merasakan firasat buruk. Sebaiknya kau segera kembali ke hotel. Aku akan menyusul," ucap Gavin serius. Dia sedang dalam mode tidak bisa dibantah hingga Jana mengerti dan segera kembali ke hotel.

Sementara itu Gavin mendekat ke tempat di mana sirine polisi berpusat. Dari jauh Gavin sudah bisa melihat garis-garis polisi dipasang mengelilingi area yang merupakan area bahaya tempat dimana terjadi suatu kasus. Gavin berhenti dan memutuskan untuk mengamati dari jauh, sepertinya kasus ini bukan kasus biasa. Orang-orang yang datang terlihat asing, tidak seperti orang Hawaii pada umumnya.

Tak lama kemudian ponsel Gavin berdering membuat pria itu segera mengeceknya.

Ada panggilan dari pimpinan badan penyedia hasa detektif tempatnya bekerja. Tak menunggu lama Gavin segera menekan layar hijau dan mendengarkan instruksi atasannya.

"Gavin, masa liburanmu sudah berakhir. Baru saja kepolisian Hawaii meminta bantuan pada kantor untuk menyelidiki kasus pembunuhan pada seorang wanita muda di pantai Oahu. Aku sudah tahu kau ada di sana, jadi aku memutuskan kau saja yang tangani kasus ini. Semoga berhasil seperti biasanya," ucap suara tegas diujung telepon.

"Siap, Bos." Dan Gavin kembali merasa hidupnya amat menyedihkan, baru saja liburan dua hari sekarang dia kembali diberikan tugas baru.

Detektif yang malang.

***

A/n: akhirnya rampung juga. Terima kasih pada yang setia membaca sampai end. Saya senang karena bisa menyelesaikan cerita ini tepat waktu. Semoga pembaca sekalian berkenan memberikan kritik dan sarannya demi kemajuan author.

Love you all❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro