17. If You're Not The One

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

SELAMAT BERBUKA PUASA :)

Ketawa dulu boleh kan ya? Wkwkwkwkwk. Nggak ada yang nebak dengan benar siapa yang datang haha. Cuma neniindudh  dan pratiwirani08 yang hampir menebak dengan benar.

Selamat membaca :)

___________________________


"Nina?"

Lelaki yang semula menatap laptopnya dengan serius itu bangkit dari kursinya begitu pintu ruangannya yang memang terbuka itu di ketuk. Ia menghampiri gadis yang disebutkan oleh resepsionis kantor tadi sebagai orang mencarinya.

"Hai. Sibuk ya?"

"Nggak juga, ada apa kemari? Eh ayo duduk."

Nina mengangguk lalu mengikuti lelaki itu. Mereka duduk berseberangan.

"Mau minum apa?"

Lelaki itu sudah mau berdiri, namun Nina menahannya. "Nggak usah, nanti aja. Aku nggak lama, kok."

"Jadi, ada apa?"

"Aku—"

Nina memutuskan menemui Radit, sahabat tunangannya untuk meminta pencerahan. Dia tidak mungkin menemui Epin karena gadis itu sekarang tidak mau berinteraksi dengannya meski hanya sekadar mengangkat teleponnya.

Nina sudah memikirkan hal ini dengan matang. Kalau Vanno memang mau dirinya yang berjuang, maka Nina akan melakukannya. Nina mencintai Vanno, jadi dia akan berusaha mendapatkan Vanno kembali. Tujuh tahun Vanno mencintainya, Nina sangsi kalau perasaan Vanno berubah secepat itu padanya. Jikapun perasaan Vanno sekarang padanya sudah berubah, maka dia akan membuat Vanno kembali mencintainya.

Nina sudah mengambil cuti, dan juga sudah mendapat izin papanya. Jadi yang dia butuhkan sekarang adalah akses menuju Vanno. Dan Raditlah orang yang bisa memberikan alamat Vanno di Jerman padanya.

"Alamat Vanno ya? Baiklah, tunggu sebentar ya."

Radit kembali ke mejanya. Membuka ponsel yang berisi alamat kantor dan apartemen Vanno lalu menyalinnya di kertas.

"Ini."

"Terima kasih ya," Nina mengambil kertas yang diberikan Radit. Ia membaca alamat itu dengan cermat. Jadi Vanno di Frankfurt? Meski Nina selama ini tinggal di Berlin, namun dia tahu lokasi apartemen Vanno, karena letaknya ditengah kota.

"Aku hanya bisa mendoakan kalian bisa kembali bersama. Kamu tahu Nina, Vanno pasti tidak akan mudah luluh. Jangan balas dia dengan sama kerasnya karena hal itu tidak akan berguna. Tetap jelaskan padanya apa yang sudah terjadi diantara kalian meski nanti dia menolakmu. Satu hal lagi, tunanganmu itu sebenarnya hanya gengsi. Aku tahu dia masih mencintaimu, makanya dia sampai kabur ke luar negeri."

Nina sedikit bersemangat mendengar ucapan Radit. Paling tidak dia tahu kalau Vanno masih mencintainya. Sekarang tinggal meyakinkan Vanno agar mau memaafkannya.

"Tapi, meski dia mencintaimu, tidak menampik kemungkinan kalau dia sekarang tengah dekat dengan gadis lain. Ya, kamu tahulah, mencari pelarian."

Darah menghilang dari wajahnya. Begitu juga dengan semangat yang tadi sempat membuat perasaannya lebih baik. Gadis lain? Dia terlalu percaya diri sampai melupakan hal itu. Apalagi foto yang dikirimkan Darel waktu itu, Vanno bersama gadis lain. Belum lagi suara gadis saat dia menelpon Vanno.

"Hei, aku hanya bercanda." Radit tertawa geli melihat Nina yang sudah pucat. Sahabatnya dan gadis didepannya ini memang merepotkan. Saling cinta tapi selalu lari dari masalah. Radit harus mempertimbangkan agaknya untuk jatuh cinta.

"Nina, bagaimana seandainya kalau Vanno tidak mau pulang ke Indonesia dan memutuskan tinggal di Frankfurt?"

"Huh?"

Benar yang dikatakan Radit, bagaimana jika Vanno tidak mau pulang bersamanya? Sekarang Nina dan keluarganya menetap di Indonesia. Papanya pasti tidak akan mudah memberikan izin. Untuk bisa menyusul Vanno saja, papanya mengajukan sebuah syarat yang membuatnya sesak napas. Apalagi jika harus mengikuti Vanno tinggal di Frankfurt.

Nina menghela napas, lelah. Berjuang ternyata tidak semudah kelihatannya. Proses yang dilewati benar-benar bergelombang, persis perkataan Vanno dulu saat mereka menghabiskan sore di pantai.

"Melelahkan bukan, Nina? Seperti itu yang dialami Vanno bertahun-tahun. Bukannya aku menghakimimu, tapi perjuanganmu sekarang belum ada apa-apanya. Jadi kamu harus semangat."

Nina mengangguk, membenarkan semua ucapan Radit. Hatinya tertohok. Cintanya memang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Vanno.

"Radit, terima kasih ya sudah membantuku. Aku permisi dulu kalu begitu." Nina berdiri, kemudian menjabat tangan Radit.

"Sama-sama. Semoga berhasil."


*



Vanno tahu kalau Frankfurt merupakan kota yang merupakan pintu gerbang menuju Eropa dan bukan kota wisata. Tetapi dia tidak menyangka kalau kota dengan arsitektur menawan dan mewah di banyak gedungnya itu--ternyata Frankfurt memiliki berbagai lokasi wisata menarik, banyak museum dan bangunan bersejarah yang sayang dilewatkan. Setelah seharian city tour, Vanno kini berada di Kleinmarkthalle, sebuah pasar indoor yang menjual berbagai macam makanan lokal maupun impor.

Vanno berada di lantai bawah Kleinmarkthalle yang menjual berbagai makanan lezat. Dia menemani Vanya yang kelaparan setelah seharian mengelilingi kota. Sedang Akhtar menemani kakak Vanya yang kemarin malam tiba di Frankfurt ke lantai dua, berbelanja bahan makanan untuk santap malam nanti.

"Kak Vanno juga kenal kakakku ya?" Sambil mencicipi makanan yang akan dibelinya, Vanya mengajak Vanno berbincang.

"Iya. Rekan kerja, dulu."

"Oh begitu."

Kakak Vanya yang semalam datang adalah Nania, rekan bisnisnya dulu saat masih di Jakarta. Dunia ini memang sempit, jauh-jauh ke luar negeri pun, Vanno masih bertemu orang dari Jakarta. Vanya adalah adik Nania, benar-benar kebetulan yang tidak terduga.

"Kata Kak Nia, Kak Vanno udah tunangan."

"Hmmm."

"Trus kenapa kakak kerja disini? Kan kasihan tunangannya di tinggal. Jauh-jauhan itu nggak enak tahu, Kak."

Vanya mungkin tidak sadar bahwa perkataannya barusan sudah membuat Vanno merasa tertohok. Kenapa dia berada disini? Karena dia melarikan diri dari masalah, itulah jawabannya.

"Kami sedang bermasalah."

"Masalah harusnya diselesaikan, bukannya ditinggal lari. Apalagi kalau sama-sama cinta. Bukannya harus ada yang ngalah? Nggak penting siapa yang paling cinta, tapi siapa yang paling kuat bertahan, bukan begitu, Kak?"

Vanno hanya bisa tersenyum mendengar nasihat Vanya. "Gadis kecil, darimana kamu belajar jadi bijak seperti tadi? Sangat tidak cocok dengan tingkahmu yang kekanakan. Omonganmu barusan ketinggian." Vanno memilih mengabaikan nasihat Vanya untuk saat ini. Menggoda gadis itu sepertinya baik untuk mengalihkan fokusnya dari Nina.

"Menghindar juga tidak baik, Kak."

Vanno kembali tersenyum. Banyak orang peduli pada keadaan hatinya, tapi dia sendiri tidak tahu harus melakukan apa.


*



Dua lelaki dewasa duduk berdampingan di depan televisi sambil menyantap makan malam mereka masing-masing. Tadi Nania dan Vanya memasak untuk mereka sehingga saat ini Vanno dan Akhtar bisa melepas kerinduan mereka pada makanan khas tanah air. Akhtar dan Nania yang berbelanja di lantai dua Kleinmarkthalle, membeli daging sapi dan cumi-cumi. Daging sapinya dimasak rendang dan cumi-cuminya diolah menjadi otak-otak.

Sepiring rendang dan sepiring otak-otak yang tadi dimasakkan untuk mereka sudah tandas. Hanya menyisakan piring-piring kosong di atas meja. Keduanya kini tersandar di sofa, makanan lezat dan perut kenyang, paduan yang benar-benar nikmat.

"Kamu suka sama Nania?" Melihat tatapan Akhtar pada Nania saat semalam dan saat mereka city tour  tadi, Vanno jadi agak penasaran. Jadi ingin menggoda Akhtar.

Akhtar tersedak minumannya sendiri. Setelah meletakkan gelas di meja, Akhtar menatap Vanno dengan sorot tidak senang. "Aku? Menyukai Nania? Yang benar saja." Akhtar mendengus. "Gadis kaku seperti dia sama sekali bukan tipeku," tegasnya lagi. Akhtar kini mengalihkan fokus pada acara komedi yang tayang di tv.

Vanno tertawa kecil. Akhtar yang bertingkah seperti itu malah membuatnya semakin yakin kalau temannya itu tengah terjerat cinta. " Benarkah? Nania sendiri pasti tidak mau dengan playboy sepertimu. Dia kelihatan seperti tidak tertarik denganmu." Vanno sengaja memancing Akhtar.

Akhtar masih fokus pada acara di televisi, sesekali tertawa kala ada hal yang menurutnya lucu. "Benar katamu, Nania memang tidak mungkin menyukaiku." Vanno kembali tertawa begitu menangkap nada putus asa dalam nada suara Akhar. Rupanya Akhtar memang memiliki rasa dengan Nania. Sang playboy akan segera berlabuh sepertinya.

"Kelihatannya kamu dekat dengan Vanya sekarang?"

Vanno berhenti meneguk air minumnya. Dia memutuskan mengabaikan pertanyaan Akhtar. Harus diakui, kalau akhir-akhir ini Vanno sering berinteraksi dengan Vanya. Gadis itu menyenangkan, sering membuatnya tertawa, dan merasakan kenyamanan.

Dia sendiri malas menelaah perasaannya. Terlalu cepat mendefinisikan cinta sebagai rasanya pada Vanya. Sedang rindunya pada Nina memang masih menggebu. Namun Vanno lebih memilih berjalan lurus seperti ini. Bukannya dia menyerah, hanya saja dia gamang. Jikapun berbaikan dengan Nina, Vanno tidak mungkin kembali ke Indonesia.

"Sekali kamu ngambil tawaran ini, nggak ada kata berubah pikiran lagi!"

Ucapan papinya terpatri diotaknya. Dia sudah berjanji tidak akan berubah pikiran lagi. Apalagi dia sendiri yang meminta tawaran itu. Pantang baginya menjilat ludahnya sendiri. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang.

Ting-tong. Bel apartemen mereka kini berbunyi. Kedua lelaki itu berpandangan, seolah sedang memutuskan siapa yang akan membuka pintu. Vanno yang pertama memutus kontak mata lalu bangkit dari kursi. Akhtar tidak mungkin mau mengalah.

"Oke, aku saja yang buka. Paling-paling Vanya yang datang."

Setelah Vanno meninggalkan sofa, Akhar melirik jam yang terpasang tak jauh dari televisi. Dahinya berkerut melihat jam yang menunjuk ke angka sepuluh. Dia hafal jadwal Vanya bertandang ke apartemennya. Jadi dia sedikit ragu kalau Vanya yang berada di balik pintu.

Jarak sofa ke pintu apartemen paling hanya setengah meter. Namun Akhar sungguh malas, sampai-sampai Vanno yang harus mengalah untuk membuka pintu. Lagipula Vanya yang tahu kode apartemen mereka biasanya langsung masuk begitu saja. Ck, merepotkan saja gadis kecil itu.

Dan begitu pintu terbuka lebar, Vanno terpaku ditempatnya. Senyuman yang tadi menghiasi bibirnya menghilang, digantikan dengan debaran jantung yang mulai menggila.

***


Terima kasih sudah membaca :)

Ayo tebak siapa yang datang lagi? Komentar yang banyak biar cepet lanjut lagi ya haha.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro