Vol 8 - Cinta Kurang Gizi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CD Bab - 8 Cinta Kurang Gizi

Pagi itu Eron sedang menatap kamar Kulin dari jendela kamarnya. Jendela kamar pria tersebut tampak masih tertutup sehingga sangat menganggu penglihatan Eron.

"Pagi-pagi seharusnya disuguhi pemandangan pangeran tamvan, bukan malah penghalang biadap itu, his!" wajah kesalnya terlihat berkerut menahan sesuatu yang sudah antri sejak tadi.

Brutttt...

"Ah, lega. Setelah dua jam duapuluh menit tiga puluh detik, akhirnya kamu keluar juga," ucapnya pada wewangian yang memenjarakan hidungnya.

"Astaga, bau sekali!" dengkusnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Srettt...

Suara gorden diseger, mata Eron langsung tertuju pada jendela Kulin. Mata mereka bertemu pandang. Namun, sayangnya hanya seperkian detik karena selanjutnya Kulin menutup kembali gordennya dengan kasar.

"Tega," ujar Eron sedih. Ia mematap gorden polos berwarna biru tua dengan lekat.

"Andai gue jadi lo den, gua bakal bahagia." serunya dengan asal.

Gorden di seberang kamarnya seperti melambai setengah mengejek dirinya.

"Tuan sama gordennya sama-sama kevarat!" kesalnya dan segera pergi dari sana.

Kaki pendeknya berjalan ke warung Mbok Yem, wajahnya masih sama. Sama-sama kusut.

"Loh, kenapa lagi sih lo Ron?" Mbok Yem bertanya sambil melayani pelanggan setianya. Para Bapak-bapak genit.

"Halah, palingan juga dikacangin sama Kulin, bener nggak?" cuit Cerere sambil makan pidang goreng kesukaannya. Selain rasa pas-pasan, pisangnya gratis!

Wajah Eron semakin kusut membuat Iyong geram.

"Mbok Yem, ada setrika nggak?"

"Ada, buat apa Yong?" tanya Mbok Yem dengan kalem.

"Aing nggak kuat lihat wajah Eron kusut bet, pengen aing setrika!" ujarnya dengan suara naik satu oktaf.

"Enak aja lo! Emang wajah gue gorden, nyebelin!" dengkus Eron kesal. Ia masih teringat akan ejekan gorden yang sangat sialan.

Aya dan Mba Ahtun baru sampai ke warung langganan mereka karena bisa mengutang.

"Lo kenape?" tanya seseorang.

"Kepo lo!" jawab Eron dengan suara kesal.

"Lo berani kurang ajar sama gue, lo mau gue santet, hah!" teriak Mae dengan wajah memerah.

Eron melihat wajah Mae yang sedang menahan letusan ke 100 dengan wajah masa bodohnya. Toh gorden lebih menyebalkan dari Mae.

"Ngapain lo napap gue?" Mode galaknya kembali menyala. Aya sudah serangan jantung melihat Mae.

"Mata Eron hanya terpaku sama Mae, emang salah apa diriku," ujar Eron sedih. Air mata mengalir deras membasahi pipinya.

Mae dan yang lain dibuat bingun serba salah, selama ini mereka tidak pernah melihat Eron menangis karena gadis itu biasa hanya berkoar bagai toa masjid.

"Kamu kenapa teh? Tanya Mae kebut. Takut juga dia disalahkan apalagi kalau sampai diminta ganti rugi. Fia mana ada stok barang seperti Eron.

"Mae, itu Eron diapain?" Mbok Yem bertanya bingung.

"Bukan gue apa-apain kok, kenapa kalian pada ngeliatin gue!" bentaknya sedikit takut. Bayangkan puluhan mata menusuk jantung berharganya.

"Kulin jahat banget sama gue, apa salah gie sampai dia tega seperti ini." isak Eron semakin menjadi. Mereka semua dibuat kelimpungan akan tingkahnya pagi ini.

"Memangnya lo diapain sama dia?"Cerere bertanya sambil menghentikah kunyahannya.

"Tadi pagi gue nunggu dia nongol kan. Gue bela-belain berdiri dua jam di jendela supaya bisa ngeliat dia." Eron mengelap ingusnya.

Mereka semua mendengarkan dengan khidmat.

"Terus, dia nongol setelah dua jam tapi cuma natap dua dua detik dan kembali menutup gordennya. Apa dia nggak menghargai gue." isaknya terdengar pilus.

"Yang oaling mneyebalkan dari itu semua adalah," mereka semua menghentikan segala aktivitas untuk mendengarkan kelanjutannya.

"Gordennya melambai sambil mengejek gue!" teriaknya dan kembali menangis tersedu-sedu.

Mereka yang ada di sana hendak menelan pria yang bernama Kulin.

"Mbok Yem," teriak kulin yang baru datang dan hendak memesan makanan.

Seluruh bola mata tertuju pada Kulin. Bukan mata kekaguman, melainkan mata laser yang siap memotong setiap anggota tubuhnya.

"Ada apa?" Tanyanya, lalu matanya melirik ke arah Eron yang sedag menangis.

"Eron kenapa?"

Wajah Eron langsung menatap Kulin dengan berbinar. Ia lari ke sana dan langsung memeluk Kulin.

Mereka semua yang ada di sana menghela napas lega karena pawang Eron sudah muncul. Mereka kembali melanjutkan aktivitasnya.


Ini adalah karya HairunnisaYs

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro