Sedang Sayang Sayangnya (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jaka termenung di depan teras rumah. Secangkir kopi hitam dan pisang goreng menemani paginya. Kepulan asap kopi hitam membuat Jaka tersadar.

Menghela napas untuk kesekian kalinya. Jaka terlihat seperti Kakek berumur 90 tahun ke atas. Ia masih memikirkan hubungan masa lalu antara sang mantan kekasih yang selingkuh dengan sahabatnya sendiri.

"Sedang sayang-sayangnya eh malah diselingkuhi," gumam Jaka menghela napas kembali.

Secangkir kopi sudah Jaka habiskan, hanya tersisa ampas kopi. Hitam, seperti nasipnya yang gelap. Pahit, seperti hatinya yang terasa pedih dan hampa.

"Lebih baik menjalani hidup ini dengan tenang,"

Jaka pun membereskan cangkir dan piring yang masih tersisa dua pisang goreng. Ia akan berniat melakukan aktivitas untuk menghilangkan kegalauan dengan memancing.
.
.
.
.

Rima terlihat sibuk di pagi hari. Sepeda yang memiliki keranjang di depannya sudah dipenuhi oleh barang-barang dagangan. Ia berprofesi sebagai penjual jamu sepeda.

Profesi ini sudah dijalani Rima kurang lebih 2 tahun lamanya. Padahal dulu ia hanya membantu kedua orang tuanya di ladang. Memanen beberapa sayuran seperti kembang kol, sawi dan cabai merah.

"Semoga hari ini daganganku habis," ucap Rima berdoa. Ia mulai menaiki sepeda, lalu mengoes mengelilingi desa durian runtuh.

Sering kali Rima berteriak 'Jamu-jamu' kepada orang yang melewati dirinya atau sedang berkumpul. Rima terlihat semangat untuk mencari nafkah dengan cara yang halal tentunya.

Tak sengaja Rima melihat seorang pria berkulit sawo matang membawa alat pancing. Ia mendekati pria itu dengan mendorong sepedanya.

"Jaka," panggil Rima.

Pria berkulit sawo matang menoleh dan tak disangka-sangka ia adalah Jaka, si pemuda galau. Jaka menolehkan kepalanya. Ia cukup terkejut melihat wanita cantik mengenali dirinya.

"Maaf mbak, kamu siapa ya?" tanya Jaka bingung.

Ia berusaha mengingat wajah yang tak asing baginya. Namun, ia tak menemukan jawaban.

Rima tersenyum kecil. Ia paham jika Jaka tak mengenali dirinya. Sudah lima tahun lamanya mereka tak berjumpa karena dirinya pindah rumah pada saat itu.

"Aku Rima. Cewek yang pernah kamu taksir itu di kampung Matoa." jawab Rima menahan tawa.

Jaka membulatkan matanya terkejut. Ia mencoba mencubit lengannya dan memang terasa sakit. Ia kira sedang bermimpi bertemu dengan cewek yang dulu pernah ia taksir, bahkan sampai memberanikan diri menyatakan cinta namun di tolak secara halus.

Rima akhirnya tertawa. Ia tak tahan melihat ekpresi terkejut dari pria di depannya. Untungnya sepeda miliknya sudah di standar, jadi tak akan jatuh.

Keduanya pun memutuskan untuk mengobrol sejenak di bawah pohon rindang. Rima dan Jaka terlihat ber-nostalgia. Suasana juga tidak terlalu canggung.
.
.
.
.

Jaka sudah berpisah dengan Rima. Ia cukup senang dapat bertemu kembali dengan cewek yang pernah disukainya. Hatinya terasa nyaman saat berbincang, seperti ada kerinduan di dalamnya.

"Saatnya memancing," ucap Jaka semangat.

Jaka sudah tiba di pinggir sungai biasa ia memancing. Ia taruh ember di dekatnya, lalu menyiapkan cacing sebagai tumbal untuk mendapatkan ikan.

Dengan bersenandung, Jaka menunggu pancingannya di makan oleh ikan. Ia tak sabar untuk membakar ikan dan memakan dengan sambal terasi. Air liur terasa jatuh dari mulutnya membayangkan hal itu.

"Hahaha ...,"

Terdengar suara tawa tak jauh dari Jaka berada. Ia mencari sumber suara tersebut, lalu melihat dua insan kekasih sedang bermesraan. Dan hati Jaka terasa remuk.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro