Si Gadis Tak Beralas Kaki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Iri.

Gadis itu iri melihat kawan-kawannya memakai alas kaki untuk melindungi kaki dari tanah. Dia iri kawan-kawannya bisa berlari di atas jalan. Mereka tidak perlu khawatir kaki mereka terluka.

Sementara dia, tidak mempunyai sepatu atau sendal. Bahkan memakai plastik pun takkan melindungi kakinya karena dia setiap hari keluar-masuk hutan. Tak ada sesuatu yang bisa melindungi kakinya, sebab dia tidak punya dan tidak ada yang mengasihaninya.

Hampir setiap waktu dia berjumpa ranting, duri, daun-daun berkulit tajam, dan berbagainya saat mencari kayu di dalam hutan demi menghasilkan uang. Dia selalu pulang dengan kaki berdarah dan harus pergi ke sungai untuk mengeluarkan duri lalu membasuhnya.

Membanting tulang untuk mengobati kakaknya yang sakit, pernah suatu hari terpikir olehnya untuk menyerah dalam hidup dan bunuh diri bersama kakaknya, namun dia buang jauh-jauh pemikiran dosa itu. Bunuh diri itu tidak akan membuatnya bahagia.

Teman-temannya mencemooh, menghina, menganggu, bahkan ada yang menaburi paku dan membuat kaki gadis itu terluka.

Si Gadis Tak Beralas Kaki hanya bisa mengulum senyum tak berdaya, mencabut satu-satu paku yang masuk ke dalam daging kaki, menggigit bibir agar rasa sakitnya tak terasa, menjadikan kenakalan mereka sebagai pengalaman.

Dia mulai terbiasa kala mendapat luka baru setelah luka lama sembuh.

Dia mulai terbiasa kala mendapat luka baru sebelum luka lama sembuh.

Kaki Gadis Tak Beralas terbiasa menghadapi benda-benda tajam di hutan. Ia tidak menangis saat menginjak ranting tipis, tetap melangkah kuat menebang kayu. Ia tidak menangis lagi jika menginjak pecahan kaca.

Ia sudah terbiasa. Dan kebiasaan itu merubahnya menjadi kebal.

Seiring berjalannya waktu, Si Gadis Tak Beralas Kaki pun berjalan dengan percaya diri di jalan. Penduduk berpikir dia sudah kehilangan akal karena tidak kesakitan melewati jalan yang disinari cahaya matahari. Apa dia tidak takut kakinya melepuh?

Jawabannya tidak sama sekali.

Dia berhasil membeli obat dari tabib dan meminumkan obat itu pada kakaknya. Seminggu kemudian, kakaknya pun pulih akibat kerutinan dan kesabaran Gadis Tak Beralas Kaki. Kakaknya bangga mempunyai adik pantang menyerah sepertinya.

Bertahun-tahun kemudian, Sang Kakak berhasil mengumpulkan uang dan uang itu cukup untuk membeli sepatu. Bertepatan ulang tahun Si Gadis Tak Beralas Kaki ke-18, Sang Kakak menyerahkan hadiah sepatu yang dia beli karena usaha dan kasih sayangnya ke Sang Adik.

Akan tetapi, Sang Adik justru menolak hadiah itu.

Gadis Tak Beralas Kaki mengatakan bahwa kakaknya lebih membutuhkan sepatu itu supaya bisa pergi ke kota. Lagi pula dia sudah terbiasa tidak memakai sepatu. Dengan murah hatinya Sang Adik mengembalikan hadiah tersebut ke kakak tercinta.

Sang Kakak melanjutkan studi di kota meninggalkan Gadis Tak Beralas Kaki di desa atas kehendaknya sendiri.

Sampai suatu hari desa kecil itu tertimpa musibah besar yaitu tsunami. Semua penduduk di desa tenggelam, mati, tidak ada yang selamat. Termasuk Gadis Tak Beralas Kaki.

Mereka sampai ke alam akhirat. Di sana sudah menunggu seseorang yang akan memutuskan mereka akan masuk ke surga atau neraka. Namun, ujiannya sangatlah kejam.

Pintu surga terbuka di atas sana, dengan tangga berupa batu bara asli dari api neraka.

Banyak manusia yang gagal di langkah pertama. Anak tangga berlubang dan menjatuhkannya ke neraka. Ada juga yang nekat berlari, tetapi gagal karena tangga itu benar-benar panas. Kaki mereka melepuh dan terbakar.

Tiba giliran Gadis Tak Beralas Kaki.

Dengan senyum di paras cantiknya, dia berjalan tenang melangkahi tangga neraka. Terus melangkah santai seolah sedang berjalan di atas air. Dia sama sekali tidak merasakan kepanasan karena kakinya sudah terbiasa tidak beralas.

Gadis Tak Beralas Kaki sampai di pintu surga.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro