1. Cloeny

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku bukan manusia. Ya benar, aku memang bukan manusia. Aku hanyalah seekor kucing kecil yang tengah melihat manusia berjalan dengan terburu-buru menggunakan payung melalui lubang kecil.

Rintik hujan sudah membasahi tubuh mungilku, walau aku berada didalam kardus sekalipun, hujan sama sekali tidak tertahan dan masih menembusnya.

Hahhh, dingin sekali disini. Aku ingin mati saja rasanya. Tapi kata Ibu, aku tidak boleh mati sampai aku membalas budi dengan manusia yang akan menolongku kelak. Ya! Pasti akan ada salah satu dari mereka menghampiri karena mendengar aku yang terus mengeong.

Aku sebenarnya tidak begitu paham bahasa manusia, yang aku dengar hanyalah tawa dibalik kardus ini. Sudah beberapa minggu seingatku, Ibu meninggalkan aku disini sendiri—ia pamit pergi mencari makan, tapi sampai sekarang ia belum kembali.

Kurasa kardus yang kutempati saat ini berada didepan sebuah toko, entahlah ... aku tidak mengerti, mereka seperti mengatakan 'natal' dan semacamnya.

Tapi, ditengah hujan seperti ini. Mana mungkin ada orang yang nekat datang kesini hanya untuk mengadopsi-ku ah ralat untuk datang ke toko itu maksudku.

Kardus yang cukup besar sebenarnya hingga aku leluasa meliukkan tubuh mungilku, aku mengintip lagi melalui lubang di belakangku. Ya itu tokonya, lebih mirip toko perlengkapan menurutku. Ah? Aku tidak tahu apa itu perlengkapan, karena aku tidak mempunyai yang mereka punya. Aku hanya punya kardus ini.

"Ah! Lagi-lagi hujan!!! Menyebalkan. Dan lagi hey! Masa aku tidak boleh masuk toko itu, yang benar saja! Tempat berteduh ini terlalu kecil untukku asdfgkgl—

Aku melongok, aku melihatnya! Baru kali ini aku melihat manusia dengan jarak yang cukup dekat seperti ini!

"Ini cukup mendebarkan!"

"Ah! Kucing kecil!"

Gawat! Tanpa sadar aku mengeong dia, dia pasti akan membuangku setelah ia mengangkatku tidak, tidak!!

"Kumohon jangan!! Swhaa!"

"Ah, bahaya!!

Saat aku menyakarnya, aku melompat kebelakang, oh tidak aku akan terjatuh!

'jeduagh'

Aku membuka mataku dan kembali menutupnya kala setetes demi setetes air mulai kembali jatuh.

"Syukurlah ... hatchu!"

Ia tersenyum, gadis itu tersenyum lega lalu memelukku erat.

Ah hangatnya, ternyata ini rasanya dipeluk oleh manusia.

***

Dan begitu lah pertemuan kami. Aku diadopsi oleh gadis manusia itu, aku diberi makan yang enak, tempat tidur yang hangat, dan minuman yang terbaik yang pernah aku minum. Ini sangat luar biasa! Ibu kau harus mencoba minuman yang ia namakan susu ini, Bu.

Aku melompat keatas meja lalu berjalan lenggak-lenggok diatasnya, aku melihat berbagai macam benda yang tidak aku ketahui namanya. Sampai aku menemukan sebuah bola gulung!!

"Swhaaaaa!"

Aku mencakar-cakar bola itu lalu melemparnya kesana-kemari. Sampai aku berhenti disebuah tempat yang mereka sebut jendela. Aku melihat jendela itu, diluar sana masih hujan, dan aku mungkin sedikit mencuri dengar dari mereka yang selalu mengumpat tentang santa yang tidak akan datang disaat hujan. Tapi tunggu, Ibu pernah memberitahuku, kalau yang namanya natal itu turun sebuah benda berwarna putih bulat, tapi sekarang mereka menyebut menjelang dan semacamnya tapi malahan turun hujan.

"Ahhh! Aku tidak paham!"

"Berisik!! Kau mengganggu tidurku saja!"

Aku menoleh kepala mungilku kesana kemari, tapi aku tidak menemukan siapapun diatas meja ini, tapi ... mengapa ia bisa membalas perkataanku. Seingatku kalau manusia, mereka hanya bisa mendengar kucing kecil sepertiku mengeong.

"Bodoh! Aku ini juga kucing, aku berada dibawah meja dan aku sedang tidur." Begitulah katanya, aku menurutinya. Aku pergi keujung meja lalu melongok kebawah sana, benar katanya ada sebuah tempat tidur dengan penghuni yang lebih besar dariku.

Ia mirip dengan Ibu! Ia besar!

"Wah! Kenapa kau bisa tidur ditempat yang besar seperti itu." kataku setelah turun dan menghampiri kucing besar itu.

Ahhh aku iri, mungkin. Aku baru tiba dua hari yang lalu, jadi mungkin manusia yang mengadopsi aku itu belum membeli tempat tidur khusus buatku.

"Hey ... kau dengar tidak sih?" kian berani aku mendekatinya, sesekali aku mencolek tangannya menggunakan cakar-cakar kecil ku.

Aku terus mengganggunya sampai ia mengerang sedikit, ia bangun. Kucing besar itu bangun dari tidurnya, lalu apa yang harus aku lakukan sekarang.

"Oya?" kucing itu mengucap satu kata lalu kembali tidur.

"Oke. Kata Ibu, aku harus berteman untuk bisa bertahan hidup. Jadi, mulai sekarang kita adalah teman!"

"Terserah,"

Aku melompat girang, akhirnya! Aku memiliki teman pertamaku!! Ah tapi ia lebih memilih tidur dibandingkan bermain denganku sih.

***

Hari-hari sudah berlalu ditempat baruku, yang hangat dan nyaman. Aku disayang oleh manusia yang bernama Cloeny, dan tentunya teman kucingku yang suka tidur itu. Kami pernah bermain bersama walau hanya beberapa kali sih.

'Drasssshhhhh'

"SWSHAAAAA!"

Bulu kudukku reflek berdiri sesaat mendengar sebuah petir disusul hujan yang besar datang.

Gawat! Ibu bilang kalau ada petir, pasti Tuhan sedang marah kepada salah satu kucing diduniaku. Siapa yang membuat Tuhan marah. Tidak, tidak. Aku takut.

"Tenang, tenang, Bloen." Aku meringis begitu tangan Cloeny mengusap badanku perlahan.

"Ha-ha-ha, harusnya sekarang sudah turun salju. Tapi sepertinya ada perubahan cuaca hingga natal selesai hanya ada hujan yang turun." Aku mendongak, menatap Cloeny yang tertawa pasrah itu. Lalu aku melirik langit melalui jendela yang terus-menerus menumpahkan air.

Sebenarnya, natal itu apa sih. Aku tidak paham.

"Hei, Gembul! Berhenti tidur kau membasahi bajuku dengan air liurmu." Aku terkejut begitu Cloeny melepaskan tangannya dari badanku dan menarik-narik pakaiannya.

Di sana terdapat kucing besar yang ia namakan 'Gembul'. Ah padahal makanan yang ia makan lebih sedikit dibandingkan aku.

Gembul tak bergeming ia hanya membuka matanya sebentar lalu bangun dari tidurnya dan berjalan pergi menuju kasurnya, dan ia kembali tidur.

Oh! Pantas saja.

"Bloen, aku ingin cepat-cepat salju turun...."

"Eh! Eh! Cloeny!! Bangun!!" Aku mencakar pelan wajahnya saat ia mengucapkan itu lalu terbaring. Hei apa yang kau lakukan Cloeny, jangan seperti ini, aku panik.

"K-kau, Cloeny sering ... seperti ini ... ia hanya kelelahan ... lalu tertidur ...."

"Oh, ternyata begitu!"

Aku akhirnya mendusel menyelipkan tubuh mungilku diantara lengannya dan kami pun tertidur.

***

Esoknya, aku melihat kalender, kalender bertanggal 24 Desember. Dan disebelah tanggal itu, berwarna merah, mungkin ini yang Cloeny dan orang-orang sebut. Natal.

Aku lalu melirik jendela, disana masih tercipta rintik-rintik hujan. Berterima kasihlah aku kepada Cloeny yang menyelamatkan nyawaku, kalau saja aku masih diluar sana, dan seperti yang aku dengar hujan masih terus menerus turun, mungkin aku akan mati kedinginan disana.

Dan mungkin Gembul yang sering tidur itu juga efek samping dari hujan yah? Ah seandainya aku memiliki jari seperti Cloeny, aku pasti akan menulis setiap hal yang baru aku ketahui.

Sekarang, aku berada didepan cermin. Nampak postur tubuh kucingku yang berbeda, aku lebih besar.

"Cloeny, ia pergi keluar dan belum kembali ...." Gembul berbicara sesaat ia menolehkan kepalanya kearah jam besar di pintu masuk.

Ah aku saking senangnya berceloteh panjang mengenai hal baru sampai tidak sadar Cloeny yang pergi belum kembali juga.

"Kalau begitu aku akan mencari Cloeny!"  kataku dengan semangat, alih-alih mencegahku, kucing yang kusebut teman itu membiarkan aku pergi keluar sendirian.

Hal yang pertama kali aku rasakan adalah rintikan hujan yang setetes demi setetes jatuh dari langit. Aku pergi keluar melalui pintu yang dibuat khusus kucing besar itu, si Gembul.

Kemana harus aku mencari Cloeny. Kata Gembul, ia sedang menuju toko perlengkapan natal. Ah begitu. Perlengkapan itu kalau tak salah belok kiri, aku harus cepat!

Aku berlari kecil mengikuti jalan, sampai pada akhirnya aku disebuah toko, aku melihat kardus tempatku dulu masih ada disana. Aku terperangah, baru kali ini aku melihat dengan jelas toko perlengkapan itu, cantik sekali. Banyak pernak-pernik--tunggu! Sadarkan diri, aku kesini untuk mencari Cloeny.

"Cloeny!!"

Aku mengeong terus-menerus memanggil namanya, mengabaikan fakta bahwa manusia tidak mendengar suara kucing.

"Ah kucing kecil yang manis," ucapan seseorang terdengar, aku mendongak melihat sosok gadis mirip Cloeny sedang tersenyum dibawah payung besar.

Perlahan gadis itu mendekati aku terus sampai pada akhirnya, aku tak menyadari kalau ia sedang membawa pisau.

"GYAAAHHHH!"

***

"Dimana aku?"

Mataku terbuka perlahan, aku hanya mendapati ruangan putih sampai pada akhirnya aku melihat sebuah ruang yang mungkin bisa disebut 'kamar'.

"Dingin sekali."

Mataku melirik ke dinding, sebuah benda kotak yang manusia sebut jam membentuk huruf L dengan jarum panjang yang berada diatas dan jarum pendek menjuntai lurus (rata). Setelahnya aku melihat jendela disampingnya, hujan. Hujan dengan rintik-rintik yang ringan.

Mataku memutar lagi melihat sebuah kalender. Tanggal 25. Apa yang terjadi sebenarnya? Hari ini adalah natal?.

"Cloeny!!"

Aku berjinjit begitu dua manusia yang tidak aku kenal datang menghampiriku, ia terlihat tergesa-gesa.

A-apa? Mereka menyebut namaku dengan nama 'Cloeny'.

"Cloeny, lari. Cepat." ucapan yang diucapnya penuh penekanan, serta dia yang mendorong-dorong aku masuk kedalam lemari dibelakang pintu. Dan seorang lagi yang sedang mengemas pakaianku.

'Tuk tuk'

Aku yang hanya diam dibalik pintu lemari ini, mendengar suara tapak kaki dari luar kamar.

"Merry Christmas!"

"Kalian ketemu!"

'Dor dor'

Aku menutup mulutku menggunakan caka— menggunakan tangan Cloeny, aku ... aku ingin berteriak.

"Jadi, dimana si putri kecil Cloeny ini. Untunglah aku sudah menyuruh temanku yang lain membunuh kucing kecilnya, jika tidak ia akan menjadi masalah. Ia adalah malaikat pelindung bagi Cloeny, mungkin. HAHAHAHAHA!" tawanya yang menggelegar mampu membuat bulu kudukku berdiri.

Jika aku seorang kucing sekarang, mungkin bisa dibayangkan aku yang sedang ketakutan dengan bulu yang berdiri.

"Dimana dia?"

'Dor!'

Tembakan demi tembakan terus terdengar dari sana. Aku yang berada didalam lemari ini terus-menerus berdoa.

'Drassshhhh!'

'Duarrrr!'

Suara hujan kembali terdengar disusul suara petir. Dan tak lama setelahnya sebuah petir mengkilat yang menyilaukan mata. Membuat si 'pencuri' itu berteriak kesakitan.

"Sswaaaaaa!"

Aku berjengit, ruangan yang aku lihat sekarang berbeda. Aku berada diruang tamu.

Aku melirik samping tempat tidurku, ada Gembul yang masih tertidur disana.

"Gembul, Gembul!!"

"Menganggu saja, bodoh!" Ia lalu kembali tidur lagi.

Ah! Aku harus memberitahu Cloeny. Diluar masih hujan dan akan terus-menerus hujan, mungkin kita harus pergi dari rumah ini.

"Cloeny! Cloeny!"

"Ah ada Bloen. Kau lapar?"

"Tidak tidak bukan itu!"

Bisa kulihat dari bawah sini ia tersenyum tipis, lalu berjalan ke rak makanan dan memberiku makanan.

'Drassshh!'

"Tidak!! Cloeny!!"

"Loh? Riesy kau sudah bangun?"

Aku mengerjap mata beberapa kali, pemandangan di sekitarku lebih berbeda dibandingkan rumah Cloeny. Aku ada dimana (?).

"Kepalamu terbentur cukup keras ketika kau bermain ayunan bersama Ryze." kata orang itu sembari mengompres jidatku.

Ryze ... dia siapa ya?

"Syukurlah kau sudah sadar!"

A. Aku dipeluk oleh seorang laki-laki!!

Laki-laki itu melepaskan pelukannya lalu mengerucutkan bibirnya, "Aku ini kekasihmu yang dengan tega membiarkanmu terjatuh saat bermain ayunan." katanya kemudian menyengir.

"Maaf," kataku meminta maaf sembari menundukkan kepala. Aku tak ingat sama sekali.

Benar-benar.

"Oh lihat! Hujan mulai turun lagi,"

Entah kenapa, aku merindukan Cloeny.

Sangat.

Semoga ia baik-baik saja.

"Hey, berhenti mengabaikan kekasihmu!" lelaki itu mencubit pipiku kencang.

"Cloeny."

"Cloeny?"

"Ia adalah anak gadis yang menolongku ditengah hujan,"

"Ah kau bermimpi. Di kota ini mana ada yang namanya Cloeny. Haha." ia lalu memelukku lagi.

Kalau dipikir-pikir, suaranya mengingatkan aku pada kucing besar milik Cloeny. Si Gembul.

Entahlah.

Mengabaikan itu, aku melihat keluar jendela. Hujan yang tadinya turun sedikit demi sedikit lama-lama turun deras.

Hujan, bawakan rinduku pada Cloeny.

***

"Merry Christmast, Cloeny!"

Seseorang memasuki ruang pasien membawa sebuah bunga lily. Lalu meletakkannya di nakas meja.

Seorang gadis yang terbaring lemah itu masih menatap jendela.

Membayangkan kejadian yang menimpa dirinya, juga membayangkan bagaimana nasib 'Bloen'.

Gadis itu menghela nafasnya cukup panjang.

"Aku akan sangat-sangat-sangat merindukanmu, Bloen."

***

FIN.
Penulis
-melrielin_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro