1. Vindicta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Herclaus Kingdom, salah satu kerajaan besar yang mengangkat penyihir sebagai pembantu raja, disamping penasehat dan menteri. Para penyihir kerajaan diberi julukan Prottetae yang berarti Para Pelindung.

Tugas mereka tidak lain dan tidak bukan adalah melindungi kerajaan dari banyak hal. Dari serangan monster liar di hutan, serangan dari kerajaan lain, dari pemberontak Herclaus Kingdom, dan sebagainya.

Mereka juga terkadang membantu permasalahan di dalam kerajaan. Oleh karena itu, para penyihir kerajaan selain memiliki sihir yang hebat, otak mereka juga harus cerdas.

Gelar penyihir kerajaan bukanlah sebuah gelar yang bisa didapatkan dengan mudah. Para penyihir harus belajar di perguruan tinggi khusus penyihir dulu setidaknya selama satu tahun, baru setelahnya mengikuti kompetisi tahunan yang selalu diikuti oleh lebih dari seratus penyihir.

Setiap tahunnya, akan dipilih satu penyihir kerajaan baru. Iya, hanya satu. Bagaimana dengan yang lainnya? Mereka semua harus menunggu tahun depan untuk kembali mengikuti kompetisi. Itu pun kalau mereka berhasil di tahun selanjutnya.

Kalau masih belum berhasil juga, siklus pengulangan tersebut akan terus berulang setiap tahunnya.

Seperti yang dialami oleh gadis muda bernama Zeeta yang kini tengah berjalan dengan menghentakkan kakinya menuju arena kompetisi. Rambut merah gelapnya tampak berkibar diterbangkan angin.

"Zeetaaaa! Tunggu Mhileeee!" Tiba-tiba datang seorang gadis lainnya yang lebih pendek dan tampak lebih muda dari Zeeta.

Yang merasa dipanggil namanya pun berhenti berjalan dan menoleh. Tatapan matanya yang tajam tertuju pada sosok gadis berambut kuning pucat bergelombang, tangan kirinya menutupi hidungnya.

Zeeta menatap Mhile yang baru saja berhenti tepat dihadapannya. Pandangannya tertuju pada hidung di wajah sumringah Mhile. "Apa ramuanku tidak bekerja?" Zeeta bertanya dengan datar dan dingin.

Mhile yang sama sekali tidak merasa tersinggung dengan cara bicara Zeeta, membalas dengan riang, "Tidaaaak koook. Mhile haaanya lupa meminum ramuan yang diberikan Zeetaaaa."

Zeeta menghela napas lelah. Sementara Mhile masih tersenyum polos tanpa merasa bersalah.

"Apa kau tidak apa-apa begitu? Mimisanmu kan tidak bisa berhenti." Walaupun ekspresi mukanya datar dan kaku, sesungguhnya Zeeta cemas dengan keadaan temannya yang satu itu.

"Eheheee, Mhile terbuuuru-buruuu taaadi ke sini, jaaadinya lupaaa. Zeeta paaakai sihir Zeeta yang Zeeta pertaaama kali Zeeta gunakan ke Mhile sajaaa." Dengan santainya Mhile menyarankan sebuah alternatif yang membuat Zeeta menatap tidak suka.

"Mhile, kau tahu kalau sihir yang satu itu dapat menimbulkan rasa sakit pada hidungmu, 'kan?" Zeeta menatap angkuh Mhile. Gadis itu sebenarnya hanya mencoba mengintimidasi Mhile agar tidak menyarankan sesuatu yang dapat menyakiti dirinya sendiri.

"Tidaaak apa-apaaa! Satu hari iniii saja Zeetaaa! Ayolaaah, supaya Mhile bisaaa menonton Zeeta dengan tenaaaang," gadis berdress kuning cerah itu mulai menarik-narik jubah yang dikenakan Zeeta.

Zeeta menggeleng dengan tegas. "Tidak bisa! Itu salahmu sendiri karena lupa meminum ramuan dariku. Sekarang," Zeeta mengeluarkan selembar kain dari dalam saku jubahnya dan menyihir kain tersebut, lalu melanjutkan perkataannya, "gunakan ini untuk menyerap darah mimisanmu. Tenang saja, kainnya akan kering sendiri setiap beberapa detik sekali."

Mhile semakin melebarkan senyumnya. Seperti biasa, ia tahu kalau Zeeta selalu dapat diandalkan. "Terima kaaasih, Zeetaaa." Gadis itu kemudian mengambil kain yang disodorkan Zeeta kepadanya dan meletakkan ujung kain bermotif kotak-kotak merah-hitam itu ke bawah hidungnya. Darah segar langsung mengalir dari hidung Mhile dan membasahi sapu tangan.

"Sudahlah, ayo masuk." Zeeta berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat kompetisi. Mhile mengikuti dari belakang.

Ketika mereka berdua hampir sampai ke tempat tujuan, dari jauh terlihat sebuah papan melayang setinggi tiga meter di udara. Dengan tulisan 'Pertandingan Final Calon Penyihir Kerajaan Baru'. Di bawahnya terdapat nama-nama penyihir yang lolos ke babak final. 'Lincoln Kaelyn vs Zeeta Braum' terpampang dengan warna yang melambangkan masing-masing penyihir. Zeeta dengan warna merah, dan Lincoln berwarna abu-abu.

Zeeta dan Mhile bergantian berjalan di bawah papan tersebut. Keduanya langsung disambut dengan kerumunan orang-orang yang berlalu lalang. Sebagian dari mereka berpakaian dengan jubah khas penyihir. Sementara sebagian lainnya hanya memakai pakaian ala penduduk desa biasa.

Beberapa orang yang lewat tampak membawa bendera atau ornamen berwarna merah ataupun kelabu dengan lambang masing-masing peserta, sebagai tanda bahwa mereka mendukung salah satu dari dua finalis yang akan bertanding nantinya.

Lambang Zeeta ialah naga berwarna hitam dengan latar merah dibelakangnya. Sementara lambang lawannya Lincoln adalah burung hantu berwarna hitam dengan mata merah yang membelalak menyeramkan, warna latar belakangnya adalah abu-abu.

"Zeeta lihaaat! Bukankah itu Linn??" Mhile dengan semangat menarik lengan jubah Zeeta lalu menunjuk ke sosok seorang pemuda yang tampak beberapa tahun lebih muda dari Zeeta, sekitar seumuran dengan Mhile.

Zeeta mendengus kasar, lalu berjalan dengan menghentakkan kakinya menuju tempat Lincoln.

"Oi, tak kusangka kalau kau benar-benar berhasil mengikutiku hingga ke final seperti ini, Linn." Sebuah senyum meremehkan tercetak di wajah Zeeta.

Lincoln Kaelyn yang sedang bersandar pada dinding kayu sebuah toko menoleh kepada dua gadis yang telah dikenalnya sejak lama. Ia membalas senyuman meremehkan Zeeta dengan senyuman ramah, hingga menutup matanya.

"Wah, sepertinya ada yang berhasil sampai ke final setelah lima tahun berusaha, ya," Lincoln berujar dengan tenang, namun menusuk Zeeta tepat sasaran. Simplenya, pemuda itu sedang melakukan sarkasme.

Gadis berambut merah gelap itu menatap tajam Lincoln. "Sialan kau..." Zeeta mengumpat pelan.

Tiba-tiba saja sesosok gadis berambut hitam pekat berwajah pucat datang dengan tiga botol berisikan cairan berwarna merah gelap dan sebotol lagi berwarna merah terang di tangannya. "L-Lincoln... Haah... Ini... pesananmu... haah... tadi...."

Lincoln menatap gadis di hadapannya, lalu mengambil keempat botol dari tangan sang gadis. "Terima kasih~"

Mhile mendekati gadis tersebut dan menatap gadis itu penuh minat. "Kaaamu kenapaaa?"

Gadis berambut hitam yang baru datang itu mendongak. Pandangan matanya bertemu dengan Mhile. Terkejut, gadis tersebut dengan cepat berdiri di belakang Lincoln.

"A-ah, halo... A-aku Elleanor, salam... kenal..." Elleanor memperkenalkan dirinya dari balik badan Lincoln. Suaranya terdengar begitu pelan dan lemah.

Lincoln menatap Zeeta dan Mhile dengan senyuman ramah menghiasi wajahnya. "Kenalkan, dia asisten baruku yang agak pemalu dan takut pada ikan."

Tidak terima, dengan wajahnya yang memucat Elleanor membalas tertahan, "B-bukan ikan, tetapi kepala ikan! Li-Linn jangan salah terus!"

Lincoln menatap Elleanor dengan rasa bersalah. "Maaf, kebiasaan." Pemuda itu meminta maaf.

Kepada para pengunjung, tribun penonton telah dibuka. Selamat menonton kompetisi tahunan Herclaus Kingdom.

Terdengar bunyi pengumuman datang dari arah arena kompetisi. Zeeta, Mhile, Lincoln, dan Elleanor serempak menoleh ke sumber suara. Begitu pula dengan orang-orang di sekitar mereka.

"Hei, arena kompetisi sudah dibuka! Ayo masuk!"

"Ayo cepat! Aku tidak mau duduk dibelakang!"

"Menyingkir kalian semua! Aku mau masuk!"

Keributan terjadi dimana-mana. Semua orang berebut masuk ke arena kompetisi.

"Ayo, kita semua juga masuk." Lincoln berkata santai seraya membuka salah satu botol berisikan cairan berwarna merah gelap dan meminumnya.

Mhile yang melihat hal tersebut menatap jijik Lincoln. "Linn maaasih suka minum daaarah manusiaaa?"

Mendengar seruan Mhile, Zeeta menoleh dengan cepat. Lalu mengidentifikasikan darah tersebut dengan sihirnya.

"Tenang saja, Mhile. Itu hanya darah hewan," ujarnya menenangkan Mhile.

"Tentu saja. Mana berani aku melawan larangan sesorang yang lebih tua diantara kita untuk tidak meminum darah manusia, Mhile." Lincoln mengelap mulutnya yang menyisakan sedikit noda darah seraya melirik Zeeta. Walaupun nadanya terdengar ramah, jelas sekali kalau dia tadi menekankan kata 'tua' pada kalimatnya.

Mhile yang tidak menyadari hal tersebut hanya mengangguk-angguk seraya memejamkan matanya. "Hmm, hmm. Baguslaaaah kalau Linn masih mengingat aaapa yang kita diskusikan duluuu. Walaaaupun Linn itu Necromaaantist, Linn tetap tidak boooleh meminum darah manusia yaaa!"

Lincoln mengangguk kecil mengiyakan perkataan Mhile. Walau untuk sekarang, ia dan Zeeta adalah musuh dalam kompetisi untuk menjadi Prottetae Herclaus Kingdom selanjutnya, kenyataan bahwa mereka bertiga adalah teman baik sejak kecil itu tidak bisa disangkalnya.

Lincoln beberapa tahun yang lalu menemukan skill baru, yang didapatnya setelah tidak sengaja memakan daging hewan yang masih berdarah. Skill tersebut, dapat membuat makhluk-makhluk yang ia hidupkan bertahan lama dan mempunyai akal pikiran. Seperti Elleanor contohnya.

Tetapi ia juga masih bisa menentukan apakah makhluk yang akan dia hidupkan memiliki akal pikiran atau tidak. Sehingga tidak semua makhluk yang ia hidupkan memiliki akal pikiran. Sebagian dari mereka masih terlihat seperti zombie.

"Aaah, Elleanor kenapa daaari tadi diam sajaaa?" Mhile kemudian ganti bertanya pada Elleanor yang sejak tadi tidak ikut berbicara.

Elleanor yang tidak menyangka akan diajak berbicara oleh Mhile terkejut, sebelum meremas pelan tudung jubah Lincoln. "Um... Aku... orangnya cukup pemalu.... Kalian lanjutkan saja perbincangan kalian tanpa menghiraukanku...." Gadis itu berujar pelan.

Lincoln segera menoleh ke Mhile yang menatapnya menuntut jawaban. "Iya, dia salah satu mayat yang berhasil kuhidupkan kembali. Karena dia kebingungan sewaktu kuhidupkan kembali dulu, kuminta saja dia jadi asistenku, dan dia menyetujuinya."

Mhile menangguk-anggukkan kepalanya dan kembali mengalihkan fokusnya pada Elleanor. "Elleaaanor takut kepalaa ikaaan?" tanya gadis itu, mengingat apa yang dikatakan oleh Elleanor saat memberikan botol darah kepada Lincoln.

Elleanor yang kembali terkejut akhirnya menundukkan kepala berusaha menyembunyikan wajahnya yang kembali memucat.

Kaaarena seorang mayaaat tidak memiliiiki darah lagi,sepeeertinya Elleanor menahan rasa malunyaaa.

Mhile membatin seraya menatap Elleanor penasaran. Dirinya masih menunggu jawaban dari Elleanor.

"I-itu karena...."

"Karena dia matinya digigiti ikan piranha." Lincoln memotong kata-kata yang hendak disampaikan Elleanor.

"Huwaaa! Linn jangan langsung diceritakan begituuu!" Elleanor menyembunyikan wajahnya ke tudung Lincoln. Lalu melanjutkan dengan pelan dari sana, "A-aku dulu cukup ceroboh hingga terjatuh ke dalam kolam penuh ikan piranha. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah puluhan kepala piranha yang berusaha mengoyak kulitku. Tapi walau begitu... aku masih takut pada semua jenis ikan, apalagi kepala mereka... Menyeramkan...."

"Heee, menyedihkaaan sekaliii..." Mhile bersimpati pada Elleanor.

Zeeta hanya melirik sekilas sebelum membalas singkat, "Itukan salahnya sendiri ceroboh."

Lincoln tersenyum meminta maaf pada Elleanor. "Sudah, sudah. Tidak usah dipikirkan lagi ya, Elleanor."

Elleanor yang mendengar hal itu hanya bisa menundukkan kepalanya semakin murung.

Baru saja Mhile hendak menmbuka mulut, tepukan pelan pada bahu gadis itu membuat Mhile urung menghibur Elleanor dan menoleh pada Zeeta.

"Oi, ruang gantiku di sini. Kau mau menemaninya atau aku?"

Mhile baru menyadari kalau mereka sudah berada di persimpangan. Berjalan ke depan menuju tribun penonton, ke kanan dan kiri untuk ruang tunggu para finalis.

Dengan berat hati, Mhile melambaikan tangan kepada Elleanor dan Lincoln. "Daaah, semoga yang terbaiiiik yang menaaang!"

"Dan aku yang akan menang." Zeeta menimpali tanpa menoleh ke belakang. Gadis itu terlalu fokus pada strateginya untuk mengalahkan Lincoln nanti.

Sehingga ia tidak menyadari senyuman licik yang timbul pada wajah Lincoln.

***

"Langsung saja kita sambut finalis pertama, Lincoln Kaelyn!!!"

Suara Prottetae yang terpilih tahun lalu memenuhi arena kompetisi. Prottetae yang terpilih di tahun sebelumnya akan menjadi wasit pertandingan calon Prottetae berikutnya. Ia menggunakan sihir agar suaranya terdengar dengan jelas ke seluruh pengunjung.

Lincoln memasuki arena dengan senyuman ramahnya yang khas. Pendukungnya yang membawa bendera atau memakai kostum maupun mengenakan atribut dengan lambangnya mulai bersorak kegirangan. Mereka menyerukan nama Lincoln dan mengelu-elukan pemuda tersebut.

"Daan finalis kedua tahun ini, Zeeta Braum!!!"

Kini, tribun penonton bergantian riuh menyerukan nama Zeeta. Bendera dengan lambang gadis itu dikibarkan tinggi-tinggi.

"Baiklah! Tanpa berbasa-basi lagi! Mari kita mulai ronde pertamanya!"

Ronde pertama, dimana kedua finalis harus memasuki sebuah labirin dan menghabisi seluruh monster yang ada di sana. Siapa yang paling cepat keluar dari labirin tersebut dialah pemenangnya.

Zeeta dan Lincoln digiring menuju dua labirin yang berbeda. Keduanya pun telah menyiapkan strategi masing-masing.

"Siap? Mulai!"

Zeeta dengan cepat langsung memasuki labirin dan menghabisi seluruh monster yang ia temui dengan sihir miliknya.

Sementara Lincoln mulai merapalkan mantera dan mengangkat kedua tangannya di udara.

Dooooom...

Tak lama kemudian, entah darimana datangnya, kabut asap hitam pekat mulai menyelimuti sekeliling Lincoln.

Setelah kabut tersebut menghilang, terlihat ada banyak sekali mayat hidup yang berdiri di sekitar Lincoln.

Pemuda itu menyunggingkan senyum sebelum berbisik dengan pelan. Membuat para mayat hidup di sekitarnya menerjang monster-monster yang tiba-tiba sudah berada di depannya.

Lincoln tetap menampilkan senyum di wajahnya. Dengan santainya pemuda itu berjalan cepat, mulai berusaha mencari jalan keluar dari labirin.

Sementara di labirin satu lagi, Zeeta dengan sihir apinya membuat tumbuhan yang menjadi dinding labirin banyak terbakar habis. Beruntung tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan sihir, sehingga dapat dengan cepat tumbuh kembali.

Tanpa memperdulikan sekitarnya, Zeeta dengan liar membakar habis seluruh monster yang menghalangi jalan keluarnya.

Tiba-tiba saja di bawah kakinya telah berkumpul banyak sekali bola-bola bercahaya yang melompat-lompat seolah hendak memanggil Zeeta. Zeeta yang menyadari hal tersebut spontan melirik ujung sepatunya yang telah dikerumuni makhluk-makhluk bercahaya.

Sebuah seringai tercetak di bibirnya. "Kerja bagus."

BOOM!!!

Tepat setelah ia bergumam pelan, Zeeta melepaskan sihir dalam jumlah besar yang membuat efek ledakan yang cukup kuat. Seluruh perhatian otomatis tertuju pada tempat ledakan. Termasuk perhatian Lincoln.

"A-apa-apan dia?!" Lincoln berkata lirih pada dirinya sendiri. Dia tidak menyangka latihan Zeeta selama lima tahun berturut-turut telah membuat gadis itu menjadi senekat ini.

Sementara yang lain sibuk mengomentari aksi Zeeta, gadis itu sendiri telah berlari dengan gesit menuju pintu keluar labirin. Dengan salah satu makhluk bercahaya melayang di depannya sebagai penuntun jalannya.

"Hei, lihat! Gadis itu rupanya sudah berada di sana!" Salah satu penonton menunjuk lokasi Zeeta yang hanya perlu berbelok tiga kali lagi untuk sampai di pintu keluar labirin.

"APA!?" Lincoln tersadar dari lamunannya dan menoleh ke kanan dan kirinya bingung. Di saat Zeeta sudah hampir keluar dari labirin, dirinya masih sempat bertemu dengan jalan buntu.

Zeeta menyeringai penuh kemenangan saat mendengar sorakan dari tribun untuknya dan suara teriakan tidak percaya dari Lincoln. Tidak memerlukan waktu lama bagi gadis itu untuk keluar dari labirin. Beberapa saat kemudian, gadis itu bahkan sudah menunggu kedatangan Lincoln di depan pintu keluar labirin yang satu lagi.

Lincoln yang baru saja keluar dari labirin tersenyum ramah kepada Zeeta. "Selamat ya, Zeeta. Ternyata usahamu selama lima tahun terakhir tidak sia-sia."

Zeeta membalas dengan tersenyum penuh kemenangan.

Lincoln melanjutkan kata-katanya, "Cerdik juga kamu, dengan memanfaatkan sihirmu yang bisa memberi perintah pada benda mati, kamu menggunakan bola-bola kecil bercahaya agar mereka dijauhi oleh para monster bukan? Bukankah mereka monster kegelapan? Memakai bola-bola bercahaya dan sihir api adalah taktik terbaik untuk digunakan."

Pemuda itu menghela napasnya sejenak sebelum kembali melanjutkan, "Aku kurang cerdik tadi. Sampai tidak terpikirkan cara sesederhana memakai elemen cahaya. Aku malah menggunakan mayat untuk melawan kegelapan. Ah, bodohnya aku." Lincoln kemudian terkekeh pelan.

Zeeta yang menatap datar lawannya itu berbalik badan, kemudian pergi meninggalkan Lincoln.

Lincoln yang melihat reaksi Zeeta hanya tersenyum sedih dan mengangkat kedua bahunya tidak tahu menahu dan ikut berbalik badan. Ia mulai berjalan menuju ruang tunggu finalis pertama, arah yang berlawanan dengan arah Zeeta pergi.

"Masih ada dua kompetisi lagi, Linn. Persiapkan dirimu."

Lincoln menghentikan langkahnya sejenak. Ia menoleh ke belakang, hanya untuk melihat punggung Zeeta yang semakin mengecil. Pemuda itu tersenyum penuh arti dan kembali melangkahkan kaki ke tempat tujuan awalnya.

***

"Yak! Saatnya kita mulai ronde kedua dari Kompetisi Pemilihan Prottetae tahun ini!"

Ronde kedua, kedua finalis harus berlomba-lomba berburu hewan hutan sebanyak mungkin. Namun, keduanya harus tetap berada di tempat. Hasil tangkapan mereka nantinya akan diolah oleh koki kerajaan dan disajikan ke hadapan Raja. Sehingga mereka tidak bisa sembarangan memburu hewan.

Zeeta dan Lincoln sudah berada di posisinya masing-masing. Zeeta berdiri di depan hutan seraya memfokuskan konsentrasinya, agar sihirnya dapat bekerja dengan baik. Sementara Lincoln sendiri dengan santainya duduk di pinggir hutan dengan jarak sekitar lima ratus meter dari Zeeta.

Para finalis belum boleh melakukan sihir atau gerakan apapun sebelum perlombaannya dimulai. Mereka hanya diperbolehkan mempersiapkan diri dan rencana masing-masing.

"Sudah siap semuanya? Mulai!"

Begitu mendengar aba-aba dimulainya kompetisi, Zeeta langsung menyebarkan sihir pemindainya ke seluruh hutan. Namun, karena khawatir sihirnya akan cepat habis, Zeeta hanya memindai setengah hutan dan mulai menargetkan satu persatu mangsanya.

Berbeda dengan Lincoln yang masih duduk dengan santai di atas sebuah kursi yang menghadap ke hutan. Pemuda itu membuka botol berisikan darah yang tadi dibelikan oleh Elleanor dan meminumnya hingga menghabiskan dua botol. Setelahnya, ia menggaktifkan sihir dalam mode necromantistnya untuk membangunkan mayat-mayat para pemburu yang terbunuh di hutan.

Para pemburu yang kembali hidup dengan akal pikiran yang sehat, tampak kebingungan memandang satu sama lainnya. Kaki mereka kemudian otomatis berjalan mendekati Lincoln.

Setelah semuanya berkumpul, Lincoln dengan senyuman manisnya berkata ramah, "Bisa kalian semua membantuku? Aku butuh hewan buruan sebanyak mungkin untuk diserahkan kepada sang Raja. Kalau kalian berhasil membawakan mangsa yang banyak dan aman untuk dikonsumsi kepadaku, aku akan memberikan kehidupan sekali lagi kepada kalian, bagaimana?"

Mendengar tawaran untuk hidup kembali dari Lincoln yang terdengar begitu menggiurkan, para mayat yang baru saja hidup kembali itu mengangguk serempak dan bergegas memasuki hutan. Sedangkan Lincoln hanya menatap mereka semua dari kejauhan dengan ringan.

TIIIIIIINGG!!!

Beberapa jam kemudian, pertandingan telah selesai. Dengan hasil yang terlihat begitu jelas.

Buruan yang dibawa Lincoln ke hadapan koki kerajaan hampir lima kali lebih banyak daripada buruan yang dibawa oleh Zeeta.

Kali ini, Lincoln yang tersenyum penuh kemenangan.

Zeeta yang kesal karena dikalahkan kemudian menemui Mhile yang masih sibuk memegangi kain pemberian Zeeta di bawah hidungnya. Ia duduk di sebelah Mhile yang sedang duduk di salah satu tribun.

"Zeetaaa kenapaaa?" Mhile bertanya kepada Zeeta. Karena tidak biasanya Zeeta tampak agak murung.

Zeeta menghela napas dan menatap Mhile lekat. "Aku... hanya ragu... apakah bisa melewati ronde terakhir atau tidak."

Mhile yang mendengar curhatan Zeeta hanya tersenyum. "Zeeta paaasti bisa koook! Mhile percaaaya pada kemaaampuan Zeeeta!"

Wajah Zeeta berseri-seri ketika mendengar jawaban Mhile. Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya dan menatap Mhile seraya tersenyum tipis. "Terima kasih, Mhile."

Zeeta kemudian pergi. Meninggalkan Mhile yang menatap kosong ke depan.

***

"Sudah kuduga kamu pasti bisa mendapatkan gelar ini."

Lincoln menepuk pundak Zeeta pelan seraya menatap mata gadis itu lekat. Senyuman ramah senantiasa terpampang di wajahnya.

Arena kompetisi telah sepi. Beberapa saat yang lalu, Prottetae tahun ini telah terpilih. Lincoln dan Mhile berniat untuk memberikan ucapan selamat kepada teman baik mereka.

"Iyaaa kaaan, Mhile benar kaaan. Zeeta paaasti berhasil menjaaadi Prottetaaaae tahun iniii!" Mhile kemudian bersorak kegirangan.

Zeeta yang menerima pujian dari teman-teman masa kecilnya itu pun menundukkan kepalanya dan menghela napas lelah. Kemudian menatap satu persatu wajah-wajah di depannya.

"Kalian berdua," Zeeta tersenyum tipis, "terima kasih." Gadis itu kemudian menaikkan sedikit lebih tinggi lagi kedua ujung bibirnya. Dapat dilihat rona merah bahagia menghiasi dua pipinya.

Mhile dan Lincoln saling pandang sebentar sebelum tertawa bersama.

"Zeeta tauuu? Sebenarnyaaa kami berduaaa sudaaah menyiapkaaan hadiah spesiaaal untuk Zeetaaa!" Mhile merentangkan tangannya seolah menunjukkan bahwa hadiah yang dimaksudkannya sangatlah besar.

Raut wajah Zeeta kembali datar, walaupun rona merah kecil di pipinya masih dapat terlihat. "Benarkah? Apa itu?"

Elleanor tampak keluar dari balik badan Lincoln tampak seperti menggenggam sesuatu yang disembunyikan di bawah selembar kain. Elleanor berjalan mendekati Zeeta dengan senyuman lemah.

Semakin Elleanor mendekat, Zeeta merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan apapun yang berada di genggaman Elleanor.

Saat Elleanor telah berhadapan dengannya, Elleanor tiba-tiba saja mendorong perut Zeeta.

Zeeta yang terkejut, refleks memukul Elleanor hingga gadis mayat itu terlempar beberapa meter. Zeeta juga tiba-tiba merasa bagian perutnya memanas. Ia menunduk menatap bagian perutnya yang tadi didorong oleh Elleanor.

Betapa terkejutnya gadis berambut merah gelap tersebut saat melihat perutnya sedikit demi sedikit membusuk. Zeeta dengan segera merapalkan matera apapun yang diingatnya yang sekiranya dapat membantu menyingkirkan sesuatu di perutnya itu.

Saat beberapa mantera terampuhnya tidak memberikan efek apapun, Zeeta menoleh dengan cepat ke Lincoln dan Mhile yang sama-sama menatapnya sambil tersenyum.

"Mhi-ugh--!" Saat hendak berbicara, perut Zeeta juga memberontak dari dalam. Memaksa gadis itu untuk memuntahkan cairan berwarna merah lengket yang sedikit menjijikkan.

Lincoln dan Mhile sama-sama tersenyum melihat Zeeta yang tampak tak bisa melakukan apapun. Tak ada di antara keduanya yang berniat membuka mulut. Hingga tubuh Zeeta ambruk ke tanah.

Walaupun tubuhnya telah kaku dengan mulut yang mengeluarkan darah terus menerus, panca indera Zeeta masih berfungsi dengan baik. Gadis itu melirik Mhile dan Lincoln tajam meminta penjelasan.

"Itu adalah hadiah spesial dariku. Parasit istimewa yang telah berhasil kukembangkan selama kau sibuk berlatih untuk menjadi Prottetae di perguruan tinggi, Zeeta. Lima tahun tanpa benar-benar memperhatikan kami, kau benar-benar tidak tahu apapun yang terjadi kan?" Lincoln menyunggingkan senyum yang terlihat amat menyebalkan di mata Zeeta.

Pemuda itu kemudian berjongkok di hadapan Zeeta dan mulai bercerita dengan Mhile yang menatap kosong Zeeta yang terbaring di tanah.

"Jadi, tiga tahun setelah kepergianmu untuk belajar menjadi Prottetae yang baik, orang tuamu dan orang tuaku mulai menggila." Lincoln mengatakan hal tersebut dengan sneyuman lebar, sementara matanya menatap Zeeta sama kosongnya seperti yang ditujukan Mhile padanya.

"Orang tuamu mulai bertanya-tanya kapan kau pulang. Mereka bahkan sering salah mengira aku ataupun Mhile sebagai dirimu. Sesekali mereka mengamuk dan mendatangi rumahku ataupun rumah Mhile, mengatakan bahwa orang tuaku telah menculikku dari mereka dan Mhile telah kabur dari rumah."

Lincoln menghela napas penat sejenak.

"Ayahku yang sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan kedua orang tuamu, suatu hari tanpa sengaja membunuh mereka berdua. Dan membuat kejadian tersebut seolah-olah disebabkan oleh penjahat seperti yang kau ketahui selama ini."

Pemuda itu mendongak, mengingat kenangan pahit yang sempat dialaminya.

"Setahun kemudian, karena terus dibayangi perasaan bersalah, ayahku mulai ikutan gila dan membunuh ibuku juga. Aku yang terlampau kaget saat itu tanpa sengaja membunuh ayahku juga."

Lincoln menatap Mhile sejenak, sebelum kembali memfokuskan dirinya kepada Zeeta.

"Mhile saat itu datang untuk berkunjung. Tepat pada saat aku sedang membereskan mayat kedua orang tuaku. Karena emosiku masih tidak stabil pada saat itu, aku memukul Mhile hingga wajahnya tidak berbentuk lagi. Aku berhasil menyembuhkan luka Mhile. Namun, hidungnya terus menerus mengeluarkan darah apapun yang aku lakukan. Akhirnya aku menghubungimu untuk membuatkan sebuah ramuan yang dapat menghentikan darah sementara. Aku mengatakan padamu kalau kedua orang tuaku diserang hewan liar dan Mhile terkena kutukan penyihir jahat, bukan begitu?"

Lincoln mulai tertawa. Sementara Mhile sudah menyerah memegangi kain di tangannya. Ia kemudian memasang kain yang diberikan Zeeta speerti masker. "Seperti yaaang Zeeta lihaaat. Mhile tidaaak bisa sembuh laaagi setelah kejadiaaan itu. Iniii semua saaalah Zetaaa!" Gadis berambut kuning pucat itu mulai menudingkan jari telunjuknya ke Zeeta.

Lincoln tersenyum. "Coba saja saat itu kau tidak meninggalkan kami, Zeeta. Atau setidaknya memperhatikan kami selama kau sibuk dengan dunia Prottetae berhargamu itu. Orang tua kita pasti masih akan hidup dan kami berdua tidak dendam padamu, Zeeta." Ia berujar dengan tenang.

"Tetapi yah, berterima kasihlah kepadaku. Karena parasit itu akan membunuhmu dengan cepat, sehingga kau tidak akan merasakan penderitaan lebih lama lagi." Lincoln mengubah posisinya menjadi duduk di tanah, menatap dengan tenang Zeeta yang mulai kehilangan kesadarannya.

"Ukh... Sialan... Kalian...." Zeeta berujar lemah.

"Haaa??? Bukannyaaa harusnya kami yaaang mengatakaan hal ituuu???" Mhile protes tidak terima. Gadis itu membungkuk dan berkacak pinggang menatap Zeeta.

Lincoln mengangkat tangannya menahan Mhile. "Tenanglah, Mhile. Sebentar lagi ini akan berakhir."

Mhile menoleh ke Lincoln. "Linn tiiidak akan menghidupkaaan Zeeta kembaaali kaaan?" Raut wajahnya tampak sebal. Yang dibalas dengan gelengan pelan dari Lincoln.

Mhile kembali menatap Zeeta kesal. Lincoln tersenyum ramah kepada Zeeta dan berkata, "Selamat tinggal, Zeeta."

Senyum dan kata-kata Lincoln adalah yang terakhir diingat oleh Zeeta sebelum menutup mata untuk selamanya.

*THE END*

A/N

Vara

//Kata Kak Vara biar berkah.g
Kalo ceritanya gaje maapkan. Hwhw


Written by Hanaru186

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro