01. Kalau Enggak Ada Aim, Enggak Mungkin Ada Cinta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Harga tali tambang berapaan, ya? Bobot 64 kg kerangka kayu kuat tidak, ya? Langit-langitnya terlalu dekat sebenarnya, tetapi tak apa, talinya tinggal dipendekkan. Kalau dipikir-pikir pakai pisau lebih enak kali, ya? Jangan, lah, sudah telanjur.

Surya menyirami padang pasir yang menyilaukan. Walau lautan manusia memenuhi, tempat itu tetap terkena sinarnya.

"Aku sering digunakan untuk memberi, akulah tangan di atas," saksi tangan kanan serta tangan kiri.

"Aku sering digunakan untuk melangkah menuju tempat ibadah." Kedua kaki turut menyungguhkan.

"Aku rutin dibersihkan serta tak pernah dipergunakan untuk berbuat zina," ujar dada dan perut.

"Sementara aku selalu dibuatnya berucap sopan, selalu rendah hati atas diri sendiri." Kepala yang mengatakannya.

"Tapi, itu semua sia-sia karena pemilik kami mengakhiri hidupnya dengan gantung diri."

Seketika beban pada lengan kiri timbangan, "buruk", menjadi berat. Beberapa waktu kemudian, tubuh tadi dilempar jatuh ke dalam jurang neraka.

Para setan terbahak. "Sampai jumpa, manusia!"

Begitulah reviuku manakala berada di Padang Berkumpul, akhir yang buruk sekali.

Hidup di alam yang asing dan baru, yang lebih keras dan kejam daripada di bumi.

Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengan benda tersebut di neraka.

Memang, yang mengikuti aturan dan hukum akan hidup damai. Namun, bagi yang menentang akan disiksa.

Meskipun bunuh diri termasuk dosa besar, tetapi masih mungkin mendapatkan ampunan Tuhan karena perbuatan baiknya ketika hidup di dunia.

Tubuhku ditarik dari segala arah, mereka bergerak menjauh. Kakiku terangkat dari tanah, leherku patah.

Tali tambang memelesat, mengikat tangan dan kakiku, meremas tubuh kuat-kuat, yang lebih penting kepalaku sakit sekali, yang kusadari kemudian hanya pandanganku jatuh ke bebatuan, tubuhku masih menggantung di atas, dan aku menggelinding.

"Cepat mengaku!"

Tidak bisa.

"Cepat mengaku!"

Tidak akan.

"Apa yang membuatmu melakukannya?" Sosok hitam raksasa itu terus melayangkan pertanyaan yang sama.

Aku kejang mulut. Ruas-ruas tulang leherku terasa akan lepas satu sama lain. "Rahasia ...."

Jasadku dilempar menuruni bukit, tali tambang yang terpasang pada batang pohon menegang. Aku berayun-ayun dengan leher yang patah, kulit sekujur tubuh memucat.

"Katakan! Katakan! Cepat katakan!"

"Tidak akan. Tidak akan kubiarkan kalian mengetahuinya. Hanya aku dan Sang Pencipta yang tahu. Itu semua hanya milik Sang Pencipta. Tidak akan kuberikan."

Sosok raksasa kian murka. "Berikan! Berikan! Berikan!"

Aku tidak bisa membuka mulut yang terkancing. Kulit yang lecet terkelupas seluruhnya dari jasad dan menempel pada batu di hadapanku. Itu merupa cermin yang bisa menggambarkan kondisi tubuhku nan hancur mumur. Lukaku semua sembuh seperti semula, tetapi tidak dengan rasa sakitnya yang makin lama makin bertubi-tubi. Aku akhirnya kemudian bisa membuka mulut.

"Tolong, sosok raksasa .... Tolong, jika semua ini adalah hukuman untukku, janganlah kau tambah berat, apalagi kau ringankan. Berikan hukuman yang setimpal untuk dosaku."

"Ah, berisik! Jangan malah mengoceh! Mengakulah! Cepat mengakulah!"

Leherku terikat tambang lagi. Aku tak bisa bergerak sedikit pun, terduduk selonjor pada bebatuan panas yang menguar uap. Sosok raksasa lagi-lagi menanyakan hal yang sama.

"Mengakulah! Mengakulah!"

Wajahku memerah, napasku memburu. Ekspresi kesakitan luar biasa. Kudongakkan kepala menatapnya dengan bola mata yang copot sebelah, bibir sobek-sobek, tulang hidung retak. Walaupun, semuanya kembali normal. Air mata mengalir membasahi kedua pipi. Mulut kukulum dan terus melihat ke atas. Dada kian sesak, paru-paru yang hancur membentuk wujudnya lagi, jantung yang lepas balik ke posisi dan berdetak bertalu-talu.

Aku bersiap untuk hukuman selanjutnya.

Namun, sosok raksasa itu berhenti, mematung beberapa lamanya.

"Kenapa? Kau sudah lelah dan tidak semangat?" Aku meringis, kemudian terbelalak.

Pemandangan di depanku dipenuhi keindahan alam yang hijau. Air sungai mengalir penuh kesejukan, rumah-rumah berdiri dengan penuh kenyamanan.

Aku bisa berdiri, mengangkat tangan kemudian membasuh wajah.

Yang terakhir kutahu siluet-siluet melambai dan aku pun bahagia selamanya.

🍀🍀🍀

Penulis: William_Most

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro