(Cerpen) Bocah Bertanduk

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama : Nur Laiyla (Adel)
Id wp : Adel_Aidan

Pasangan Muraki sangat terkenal di Kyoto, Jepang. Selain karena sejarah kepahlawanannya, paras rupawan keduanya ikut mendobrak popularitas. Sang suami--Muraki Rei, adalah seorang putra dari keluarga Muraki yang memang sudah lama dikenal karena pengabdian mereka pada dunia keadilan selama sembilan generasi. Sedangkan Sang istri, Muraki Shuuri–namanya sebelum menikah adalah Gyubi Shuuri, berasal dari keluarga Gyubi. Ayah dari Shuuri sendiri adalah cucu dari pahlawan perang, tak heran putri pertamanya itu diwarisi kharisma yang mengagumkan.

Keduanya diberkati seorang putra setelah dua tahun menikah. Namun, entah Tuhan merencanakan apa pada pasangan tersebut, anak mereka lahir dengan fisik yang cukup unik. Putra yang dinamai Muraki Taka itu memiliki tulang yang terlihat seperti taring menyembul dari dahinya. Shuuri dan Rei memutuskan untuk merahasiakan putra mereka pada publik sampai anak itu masuk ke Sekolah Dasar.

Selama masa perkembangannya, Taka terus terkurung di rumah dengan para perawat yang siap melayani apa pun kemauannya. Dia tak mengenal tetangga atau anak-anak lain yang tinggal di sekitar rumah istananya. Suami-istri tersebut semakin khawatir dengan pertumbuhan tanduk di dahi putranya yang semakin menyembul setiap tahun. Taka sendiri tidak merasakan sakit atau nyeri di tanduknya, jadi mereka belum mengambil langkah apa pun.

Sampai suatu malam, ketika Taka berusia lima tahun, anak itu tiba-tiba lenyap dari kamarnya di lantai dua. Tidak ada bekas-bekas penculikan di sana. Dari rekaman CCTV sendiri, hanya terlihat Taka yang terlelap kemudian lenyap dalam kedipan mata. Kepanikan orang tuanya lantas terganti oleh kelegaan begitu mendapati Taka di kolong tempat tidurnya satu jam kemudian. Anak itu sendiri bingung mengapa dia bisa tidur di sana.

Shuuri dan Rei memutuskan membawa anak mereka ke Cenayang. “Ini kutukan, entah dari siapa. Anak kalian bisa menembus berbagai benda dan tanduk itu adalah sumber kekuatannya. Kalian tidak boleh memotong tanduk itu karena tanduk itu juga terikat pada kehidupan putra kalian,” jelas Cenayang itu.

Shuuri memeluk Taka erat, meneteskan kristal basah sambil mempertanyakan kenapa nasib buruk ini jatuh pada anaknya. “Kenapa ibu menangis?” tanya Taka.

Rei menyentuh kepala putranya, “Taka, bagaimana kalau kita jalan-jalan jauh nanti? Apa ada tempat yang mau kamu kunjungi, hmm?” lirihnya.

“Ada ayah!” seru Taka antusias. “Aku mau jalan-jalan ke Sekolah. Aku dengar, di Sekolah banyak teman-teman yang mau bermain bersama-sama!”

Ibu dan ayahnya terdiam. Cenayang itu menggeleng pelan, mengasihani Taka dan takdir buruknya. Mengapa anak sepolos ini diberikan ujian yang terlalu berat untuk dia pikul?

****

Karena Taka terus menangis dan memohon, akhirnya dia diperbolehkan untuk bersekolah di Sekolah Dasar khusus elite. Ibu dan ayahnya telah meminta pada pihak sekolah agar terus memantau Taka selama ia berada di sana. Tanduk putih yang semakin besar itu ditutupi topi. Kepala sekolah dan wali kelasnya yang tahu soal kekuatan Taka.

Di hari Senin, Taka masuk ke sekolahnya dengan ujung bibir yang ditarik membentuk senyum lebar. Kesenangannya tak dapat dibendung sampai dia melihat seorang anak seusianya yang baru masuk ke dalam gerbang. Taka terdiam, senyumannya luntur. Ibunya melipat kaki, berjongkok di samping putranya. “Ada apa, Sayang?” tanyanya.

“Ibu lihat dia? Dia tidak punya tanduk. Kok bisa?” lontar Taka yang terlihat kebingungan.

Shuuri mengusap wajah putranya, “Taka, dengar Ibu, ya. Tandukmu itu tidak boleh ditunjukkan pada orang lain. Jangan sampai topi itu terlepas dari kepalamu.”

Taka terlihat muram. “Kenapa, Bu? Apa Taka kelihatan jelek dengan tanduk?” gumamnya.

Shuuri menggeleng, “Tidak, Nak. kamu tampan. Tidak akan ada yang bilang kamu jelek.”

***

“Lihat dia,” bisik seorang anak perempuan. “kenapa hanya dia yang memakai topi?” tanyanya pada anak laki-laki tak jauh darinya.

“Entahlah, tapi topinya terlihat bagus,” puji si anak laki-laki.

Anak perempuan bernama Mirei itu mendekus, “Coba saja pinjam topinya. Aku yakin kau tidak pantas memakai topi itu.”

“Apa? Ooh, lihat saja, Mirei. Aku akan membuat kau tersipu,” seru laki-laki bernama Aoi itu.

Aoi menghampiri Taka yang berdiri di pojok ruangan sambil takut memandang sekitar. “Hai, namaku Aoi, namamu siapa?” tanya Aoi. Taka kaget ada yang menghampirinya. Dia semakin minder begitu melihat dahi Aoi yang bersih dari tanpa tanduk.

“Aku Taka.”

“Taka, boleh aku pinjam topimu? Sebentar saja, ya?” bujuk Aoi. Taka menggeleng, dia ingat Ibunya bilang kalau dia tidak boleh membuka topi itu.

“T-tidak boleh.”

Aoi mengernyit, “Ayolah, aku pinjam sebentar saja.”

“T-tidak.”

Aoi tidak sabaran, dia bergerak cepat mengambil Topi Taka dan memakainya. Sambil terkekeh anak laki-laki itu berkata, “Pinjam sebentar, ya?”

Taka membeku di tempat, tanduk putihnya yang sebesar jempol orang dewasa menyembul dan terlihat oleh lima belas anak lainnya di kelas itu. Aoi terdiam menatap tanduk Taka, “I-itu apa?”

Taka menutup tanduknya dengan tangan walau sudah terlambat, perlahan air matanya mengalir dan jatuh ke karpet biru kelas. Anak-anak yang tak sengaja melihatnya perlahan menghampirinya.

“Itu apa?”

“Aneh sekali.”

“Lihat deh, ada sesuatu menempel di jidatnya!”

“A-aku tak suka punya tanduk, aku aneh, aku jelek. Aku punya tanduk padahal kalian tidak punya.”

Aoi dan Mirei menarik tangan Taka yang menutupi tanduknya, mereka melebarkan senyum.

“Kenapa kau bilang tandukmu jelek?” tanya Mirei heran.

Aoi menyentuh tanduk Taka tanpa permisi. “Waah, rasanya keras seperti batu, keren!”

Taka membelalak, “Keren?”

“Iya,” ucap anak laki-laki yang lain. “Kok kamu bisa punya tanduk? Apa kamu seekor rusa?”

“D-dari kecil tanduknya sudah ada. Aku juga tidak tau kenapa.”

Mirei melipat tangan. “Kenapa kamu malah menutupi tandukmu? Tidak apa-apa kok kalau kelihatan begini.”

“Su-sungguh?”

“Iya!” balas Aoi.

“Aku tidak jelek?” tanya Taka.

“Tidak, siapa yang bilang kamu jelek?”

Taka mengusap air matanya. “Apa kita boleh berteman walau aku punya tanduk?”

“Tentu saja,” ucap anak perempuan yang lain. “kami semua berteman kok. Kata ibuku, kamu tidak boleh mengatai dirimu sendiri jelek, itu artinya kamu enggak bersyukur sama tuhan,” jelasnya.

“Aku malah jadi ingin punya tanduk sepertimu, Taka. Jadi aku menyelipkan poniku agar tidak menghalangi mata,” ujar Mirei.

Quotes : Tidak ada yang lebih membahagiakan selain mencintai dirimu sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro