06

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Banyak yang terjadi dalam rehabilitasi ReLIFE ini. Pada waktu tes kemampuan fisik- olahraga, aku benar-benar payah. Belum juga satu meter berlari, aku sudah jatuh tersungkur dengan tidak elitnya. Aku memang jarang berolahraga ketika masih berpenampilan sebagai orang dewasa, jadi badanku kaku semua karena jarang digerakkan. Dan teman-teman sekelas malah mentertawaiku, memalukan ....

Aku yang masih terduduk, mengeluh betapa sakitnya kaki dan dahiku yang berdarah, tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya padaku. "Kamu tidak apa-apa?" Suara datar menyapa telinga. Di saat yang lain masih asyik tertawa mengejek, Ice malah menawariku bantuan. Baik sekali dia.

Aku menyambut uluran tangannya, berusaha berdiri, tetapi kaki ini tidak bisa diajak kerja sama. Alhasil, aku terjatuh ... lagi.

Menggaruk tengkuk tak gatal dan tertawa canggung. "Se-sepertinya aku tidak bisa berdiri, hehe~" Ice menatapku datar. Hei! Setidaknya jangan diam saja dan memandangku kasihan seolah aku ini gadis yang lemah.

"Kamu itu memang payah, ya."

Belum sempat aku protes, dia sudah bertindak duluan. Tak ingin menunggu lebih lama, dia memindahkan tangan melingkari bahuku, satu tangan lainnya berpindah ke bagian belakang litut dan mengangkat diriku ala tuan putri. "Aku antar ke UKS."

"HEEEEE?!"

Selanjutnya kehebohan kembali terjadi. Siapa sangka orang yang pendiam berani menggendong seorang gadis yang terluka dengan gagahnya. Mengingat kejadian itu rasanya sangat memalukan, sampai kuingin mengubur diriku saking malunya.

Kemudian dilanjut dengan kesalahpahaman Halilintar terhadap senyuman Ice yang terlihat seperti mengejek, tapi sebenarnya tidak bermaksud demikian. Halilintar pikir bahwa Ice merasa menang karena mendapat pin perak (tanda pengenal ketua kelas). Selain itu, dia nyatanya cemburu dengan kedekatan antara Cahaya dan Ice. Namun, pada dasarnya Cahaya itu gadis polos akan percintaan, jadi dia kurang peka pada perasaan Halilintar.

Memang ya, hubungan percintaan anak SMA itu sangat menggemaskan. Tapi ... kalau dibiarkan saja, dampaknya sampai terasa padaku, tau! Setiap hari aku harus merasakan aura tak mengenakkan dari Halilintar yang duduk di sisiku. Beneran deh, sangat menyiksa. Oleh karena itu, aku mulai memprovokasi Cahaya di sela waktu istirahat.

"Hei, Cahaya. Aku sebetulnya penasaran dengan hubungan percintaanmu," celetuk diriku mengajak ngobrol gadis polos yang duduk di depanku ini. Seraya menyeringai kecil dengan menopang dagu malas.

Dia menjadi gelagapan mendengar ucapanku. "Hah? A-apaan, sih? Aku tak pernah berpikir sampai ke situ, (Name)," elaknya menatap gusar ke segala arah.

"Yakin?" Dia hanya mengangguk polos. Aku mendengkus pelan. "Pasti ada dong, yang pernah nembak kamu? Secara kau itu cantik."

Oh, coba lihatlah saat bertanya hal yang bersifat pribadi. Wajahnya malah bersemu merah- bersikap malu-malu dan salah tingkah. Imutnya~

"A-ada sih ... beberapa. Tapi langsung aku tolak," ucapnya malu-malu. "... aku takut kalau pacaran akan mengganggu kegiatan belajarku."

Ya Tuhan ... apa isi otak ini sebenarnya?! Masa iya cuma yang dipikirannya itu tentang belajar saja? HELL NO!!

"Aku tanya sekali lagi, ya. Adakah orang yang kau suka?"

"Aku suka kalian, kok," ucapnya dengan polos.

"Bukan itu, oi!" Aku mengambil napas sejenak. "Kita sedang membicarakan percintaanmu. Apakah ada seorang lelaki yang selalu ingin kau berada di dekatnya?"

Cahaya berpikir sebentar kemudian mengangguk.

"Yang asyik diajak bicara?" Gadis itu kembali kembali mengangguk.

"Ingin kau genggam tangannya?" Wajah Cahaya sedikit bersemu tapi kemudian mengangguk juga.

"Tak ingin dia dekat dengan orang lain, apalagi menyentuhnya dan memilikinya?" Mimik wajahnya berubah sedikit menyeramkan.

"Ingin kau miliki seutuhnya? Teringin untuk berciuman?"

Kali ini wajahnya benar-benar memerah! Hahahah.. Aku tahu pasti yang dibayangannya pasti ialah Halilintar. Memangnya siapa lagi lelaki yang sering dekat dengan Cahaya? Taufan? Aku tidak yakin soal dia. Pemuda bertopi miring itu sering sekali menggoda wanita lain, kerjaannya gombal sana-sini.

Namun, pertemanan kami akan segera berakhir, mengingat masa ReLIFe-ku tinggal sebentar lagi. Setelah semua ini selesai, mereka akan melupakanku. Ini merupakan salah satu kebijakan ReLIFe. Sosokku yang 17 tahun akan dilupakan. Canda tawa, senda gurau bersamaku itu hanyalah sebatas hayalan, tak nyata. Bodohnya, aku ingin sekali tumbuh bersama mereka, kuliah di tempat yang sama. Akan tetapi... itu tak akan terjadi.

Saat kumulai jatuh cinta pada seorang lelaki di masa SMA ini. Dia pemuda yang sering berbicara dengan frontal dan polosnya, jangan lupakan wajah tanpa ekspresinya. Tapi... aku harus sadar diri. Perbedaan usia kami terlalu jauh- 10 tahun. Lagi pula Ice akan melupakanku juga. Sedih rasanya jika kamu sudah sadar apa yang membuatmu tersenyum tak jelas akan berakhir mengenaskan. Setidaknya aku harus mengungkapkan perasaanku pada Ice, sebelum masa ReLIFe ini berakhir, meski aku tahu ini akan berakhir sia-sia.

"(Name), ada apa kamu memanggilku kemari?" sapa Ice seraya menghampiriku yang duduk di bawah pohon. Aku menatapnya sendu. Apakah aku sanggup melupakan dia?

"Ahaha~ tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berdua denganmu," ucapku ringan, tapi dengan cepat menutup mulutku dengan satu tangan tersadar apa yang barus kukatakan. "ma-maksudku... kau tahu 'kan kita ini ketua panitia perpisahan sekolah... a-aku ingin membahas sesuatu, ya... maksudku itu!"

Dia hanya tertawa lirih. "Padahal kalau kamu kangen bilang saja," ujarnya menatapku lembut.

"A-apan sih!?"

Sial! Wajahku jadi panas begini. Segera kunetralkan degup jantung yang bertalu sedari tadi, aku harus ungkapkan perasaanku. Mengambil napas sebentar, lalu dengan lantang aku ungkapkan, "ICE! AKU MENYUKAIMU!"

Kuintip responsnya, dia tampak terhenyak. Kulihat telinganya mulai memerah. Merasa malu karena wanita yang menyatakan dulu, hah?

"Ke-kenapa? Aku hanya lelaki yang membosankan dan sering membuatmu jengkel."

"Kau tahu? Cinta itu kadang tanpa alasan, 'kan?" Aku hanya tersenyum miris, lalu kutarik Ice ke dalam pelukan. "Kita sudah kelas 3 ... dan sebentar lagi kita akan berpisah. Untuk itu aku hanya ingin kau tahu bahwa aku menyukaimu! Aku janji setelah lulus nanti tak akan melupakanmu, meski kau lupa padaku." Punggungku bergetar karena terisak di balik pundak tegap Ice.

Ice menepuk pundakku pelan. "Kenapa malah menangis? Aku tak akan melupakanmu."

"Tidak, kau pasti akan melupakanku!"

"Bagaimana bisa aku melupakanmu? Kehadiranmu adalah sangat berharga. Dengan dorongan darimu, aku bisa memiliki teman."

"Aku tak bisa mengatakan alasanya tapi, kau ... akan lupa padaku ...."

Awal kita berjumpa di musim semi dan kini harus berpisah di musim dingin. Berikutnya saat Sakura bermekaran kita tidak lagi bersama.

Meski begitu dengan begini aku merasa lega telah meluapkan emosiku. Cukup dengan ini pun, aku merasa bahagia. Kira-kira bagaimana nasibku ke depan, ya?

FIN

A/N:
Aslian, akhirnya ngegantung banget! Ideku udah mentok sampai sana sih :')

Bilangnya sih Ice x Reader, tapi kok isinya... //lirik alur cerita. Tapi ya sudahlah... lupakan saja, hahaha~ Yang penting jangan lupa tinggalkan jejak. Vote and comment, please!!! (>///<)

_______________
07 Maret 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro