White Day or Gray?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CERITA PENDEK
ditulis oleh
alzafilla

❣️❣️❣️

Aneh, ya. Wil, Rasa itu kembali bertandang tanpa tahu jalan pulang. Ingat tidak? kita pernah meramu rindu yang berujung candu, saling mengengam tangan masing-masing sambil berjalan beriring.
Kamu pernah bilang, setiap degup dan hela nafas ada aku di sana.
Meski kisah kita berujung penolakan dari banyak pihak. Kamu terus saja maju, menghalau rintangan demi memelukku yang katamu bukan cuma bayang.

"Jangan pasang wajah seperti itu." Begitu lirihmu padaku.

Sepasang mata yang selalu menatapku dengan penuh cinta, sekarang telah sirna sepenuhnya. Apa yang membuatmu berubah? Pertanyaan demi pertanyaan terus menghantam membuatku menderita.
Aku terus bernostalgia tentang cerita kita, waktu yang tak sedikit itu terjalin dengan rapi, namun sekarang mulai menyongsong untuk pergi lagi.

"Aku punya salah Wil?"

Tenggorokanku rasanya tercekat, mataku memanas namun kutahan agar tak kelihatan cengeng, sebab ingat kau suka yang bersikap dewasa.

"Tidak, kamu tidak salah, perasaanku berubah, dan hubungan kita ini salah. Tolong biarkan aku pergi."

Awalnya aku ingin menjerit, atau menyumpahimu biar kau tercebur ke dalam got dan pulang dengan badan hitam legam, tapi rasa cintaku tak bisa membiarkanmu begitu, tanpa berani menjawab. Aku membiarkan kamu pergi, dengan aku yang tergungu seorang diri.

Ternyata mengikhlaskanmu sesulit membuka segel pada sosis ya, benar yang orang bilang, ketika ingin melupakan seseorang kita selalu saja dipertemukan dengan sengaja.
Netra ini berhasil menangkap siluetmu kembali, masih sama.
Aku hampir meneriakkan namamu, sebelum wanita di sebelahmu yang bergelayut manja. Menghentikan tengorokanku untuk berbicara.

Sekarang aku tahu alasanmu pergi.
Gadis di samping mu itu yang membuat hatimu bersemi kembali, sedangkan aku hanya remahan yang seharusnya didaur ulang.

Entah apa yang aku lakukan. Tahu-tahu aku malah mengikuti kencan kalian diam-diam, berusaha mencari cara agar tidak ketahuan.

"Es krim, menyebalkan sekali," lirihku dengan gemuruh di dada. Toping coklat adalah millkku dan sekarang kamu memberikannya pada yang lain.

Baginya semudah itu kah aku lenyap? Di mana janji-janji yang dulu terlontar, dia yang berjanji dia juga yang mengingkari, dasar manusia tidak tahu diri.

Awalnya setelah semua ini aku berniat menghentikan aksi mata-mataku, tahu-tahu kalian sudah berdiri di hadapanku.

Pria yang kucintai menatapku kini dengan tatapan nanar, sedangkan aku tersenyum dengan lebar, agar pacarnya tidak berpikiran yang buruk padaku.

"Dia siapa, Will?" Begitu tanya perempuan itu padaku.

Aku melihat Willy berkeringat dingin, sebelum akhirnya memeluk bahu wanitanya.

"Dia temanku."

Sesak rasanya mendengar William mengatakan aku temannya, sepertinya aku masih berharap lebih.
Tidak! lebih tepatnya, aku masih ingin berjuang. Karena aku ingat William bilang dahulu jika salah satu dari kita menyerah, maka yang satu lagi harus berjuang.

"Aku akan mendapatkanmu kembali Will," ujarku menyeringai menatap kedua pungung yang telah berlalu dari hadapanku.

***

Aku duduk santai di sofa dengan atensi mengarah ke luar jendela, menghirup aroma teh dan meneguknya perlahan.
Ada titik-titik embun di kaca jendela sebab hujan baru saja membasahi kota. Ruangan di sekitarku sedikit temaram. Namun masih terlihat jelas.

Di sekitar sini hanya ada rumah-rumah tua yang ditinggal pemiliknya.
Dan salah satunya adalah milikku. Saat aku masih sebatang kara dan belum ada William di sampingku.
Aku akan datang sesekali berkunjung ke sini, membersihkan rumah dari debu-debu dan jaring laba-laba yang menganyam rumahnya.
Setelah itu minum teh yang selalu ku siapkan dari rumah.

Terdengar suara eraman dan tangis tertahan dari arah belakang, aku memutar badan dan menatapnya.
Pacar Willliam dengan tangan dan kaki terikat. Aku sengaja tak menutup mulutnya, karena meski ia berteriak tidak akan ada yang mendengarnya.

"Kau gila!" Teriaknya menatapku dengan wajah lusuh. Di sampingnya ada coklat dan bunga. Aku ingat Will biasanya merayakan white day dan tumpukan coklat itu seharusnya untukku.

Aku terkekeh sembari menyesap tehku kembali.

"Kita lihat, apa William akan datang ke sini atau tidak," kataku.

Ponselku berbunyi, tanpa melihat namanya pun aku tahu dia mantan kekasihku.

"Kau di mana! jangan apa-apakan pacarku sialan!" Aku tersenyum, selama beberapa tahun menjalin kasih baru kali ini dia memanggilku begitu.

"Tebak Will, dan datang seorang diri," ucapku lantas mendengar beragam sumpah serapah dari mulutnya lalu mematikan teleponnya.

Tak sampai 15 menit, aku mendengar suara mobil terparkir dan berbalik, pria bertubuh jangkung itu datang. aku yakin sekali William memacu mobilnya dengan kencang.

Ia mendobrak pintu dengan nafas terengah, pandangan matanya langsung mengarah ke Anne.

"Anne—" William memanggilnya dengan wajah lega dan khawatir sekaligus.

Wanita itu mengeliat ke belakang bak ulat mencari daun teh pada pucuknya.
Ia menatap ke arah William seakan pria itu seongok bangkai yang di kerubungi Lalat.

"Jangan mendekat!" jeritnya berhasil membuat William terhenyak dan menatap kekasihnya lirih.

"Maafkan aku," ujar William.

Aku tertawa melihat drama di depan mataku.

"Kalian sama gilanya!" bentak Anne.

"Kau lihat kan Will, semua wanita sama saja, katanya cinta tapi melihat kau bersamaku sebelumnya dia malah jijik padamu," ejekku.

"Ayo hentikan ini sekarang! belum terlambat," ucap Will berusaha membujukku. Bibirku mencebik.

"Tidak mau!"

"Ayolah, aku yakin kamu bisa menemukan orang yang tepat, kita hentikan, ya?"

"Aku hanya mengginginkanmu Will," ucapku menatapnya penuh cinta.

"Aku gila! cintaku padamu sebelumnya adalah kesalahan terbesar! Aku sadar sekarang! kita tidak seharusnya bersama, sadarlah!" Telingaku rasanya berdengung ketika William membentak barusan.

"Harusnya kau memberikan coklat itu padaku seperti sebelumnya," ucapku melirik sekilas pada coklat yang tergeletak.

William tak mendengarku, ia menghampiri Anne yang sesegukan.

"Menjauh dariku!" bentak Anne membuat Will terhenti tepat di hadapannya.

Dalam hitungan detik aku murka, cukup sudah ia memperlakukan Willliamku begitu.

Aku menembak Anne hingga menembus jantungnya. Menurutmu bagaimana aku tahu itu bagian jantungnya? Kalian kira pas sekolah aku hanya melimpir ke kantin? Lagi pula aku ini mantan tentara.

William terdiam, melihat kekasihnya meregang nyawa di depan mata.

"Ayo balikan, Will," ujarku duduk di hadapannya sambil mengusap wajah pria yang mulai menangis itu.

"Jack—" Dia memanggil namaku pelan.

"Kamu itu pria! dan aku juga pria! Hubungan kita ini salah!" ucapnya tak lagi bisa menahan amarah dan rasa sakitnya. Ia mendorongku hingga tubuhku membentur dinding. Meski sudah tahu aku tidak melawan ketika pisau yang disimpan William di sakunya itu kini menembus ulu hatiku. Seperti terkena mesin pengejut aku tersentak.

"Ayo hentikan ini," gumam Wiliam lirih di telingaku. Samar-samar aku melihatnya mengambil pistol dan mengarahkan ke kepalanya.

"Kita mati saja," lirihnya.

Dor

Bersamaan dengan sosok Will yang lebur dalam bayangan. Ajalku pun ikut melayang.

Tamat~

(Note: Semoga sesuai dengan tema. Maaf rada ano._.)//

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro