Bab 5 : Khawatir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Mag, kemaren lo ke mana?" Deven menanyakan hal ini ketika esoknya Maggie menjemput untuk pergi ke sekolah bareng.

"Kemana apanya?"

"Waktu kemarin lo gue suruh pulang duluan. Lo ke mana?"

Maggie menyelidik dengan dahi yang berkerut. "Lo nih nanyain apa sih? Ya pasti gue pulang lah, emang mau ke mana lagi?"

"Lo... gak ketemuan sama seseorang gitu?"

"Dani? Dia ngebasket."

"Bukan." Deven memotong dan berpikir sejenak. Laki-laki itu menelan ludah dan merasakan tangannya yang mulai berkeringat. Sebenarnya ia tidak punya hak untuk menanyai perihal apa yang Maggie lakukan. Hanya saja, sejak kemarin perasaan laki-laki itu tidak pernah tenang. "Lo ketemuan sama orang lain gak? Kayak sama guru atau cewek satu angkatan, atau mungkin kakak-kakak kelas dua belas gitu?

"Ngapain gue nemuin mereka? Mereka aja gak mau ketemuan sama gue."

"Bukan gitu." Deven berdecak karena jawaban Maggie tidak sesuai keinginannya. "Lo kemarin ketemuan kan sama kakak tingkat?"

Gadis itu menggeleng dengan tatapan tak mengerti. "Wah, nih anak aneh. Pasti kena azab gara-gara nipu gue lagi mencret waktu itu."

"Mag, gue khawatir sama lo."

"Gue yang khawatir sama lo! Kan selama ini yang jago berantem gue. Terus kenapa tiba-tiba lo pake acara khawatir-khawatiran gini?" Maggie memilih berjalan mendahului Deven. Deven berusaha mengejar dan menyeimbangkan langkahnya pada Maggie.

"Jadi lo beneran gak ketemu siapa-siapa nih?" Deven masih berusaha untuk percaya.

"Terserah lo maunya gimana."

🚭🚭🚭

"Udah denger belom? Dani putus sama ceweknya."

Lagi-lagi Maggie tak sengaja mendengar gosip terbaru dari mulut Eyrina meski hal itu hanya dibagikan pada teman-temannya saja. Semua orang tampak senang mendengar hal yang seharusnya menyedihkan itu. Maggie sendiri tak ambil pusing karena sifat Dani yang memang cuek dan seolah dunia berputar pada porosnya sendiri.

"Kok Dani bisa putus sih?" Deven yang turut mendengar hal itu ikut-ikutan kaget. Maggie menoleh malas dan menjelaskan jika Dani memang tidak memiliki perasaan terhadap mantan pacarnya.

"Wajar aja dia putus, orang dia sendiri yang bilang kalo dia gak suka sama pacarnya."

"Jadi dia itu mau cewek yang kayak apa?" Kebalikan dengan Maggie, Deven justru menganggap ini hal serius. Laki-laki itu bergumam tak jelas dan pergi keluar kelas begitu saja. Dari ocehan monolog laki-laki itu, Maggie dapat menyimpulkan kalau Deven akan menemui Dani.

"Hei..." tiba-tiba seseorang memanggil Maggie. Maggie melebarkan mata ketika mendapati Carla yang saat ini tengah berdiri di depannya. Maggie melirik ke pintu kelas di mana sosok Deven sudah menghilang dari pandangannya sebelum akhirnya kembali fokus pada gadis Carla.

Apakah Carla sengaja menunggu Deven pergi untuk bicara dengannya?

"Boleh gue duduk di sini?" Gadis itu tersenyum. Secara otomatis kepala Maggie mengangguk begitu saja.

Carla duduk di bangku depan Maggie sehingga saat ini mereka saling berhadapan.

"Wow hari yang cukup panas ya," gumamnya yang turut mendengar gosip tentang Dani.

"Lo mau apa ke sini?"

"Mm... kita satu kelompok tugas Bahasa Indonesia..."

Merasa tahu arah pembicaraannya, Maggie langsung memotong. "Coret aja nama gue, gue gak bakal ngerjain apapun kok."

Carla tersenyum datar. "Oke." Gadis itu beranjak. "Em, Mag, lo udah gabung di klub apa?"

"Kenapa? Lo mau nawarin gue masuk chirs?"

"Itu kalo lo mau."

Maggie seketika tertawa. Terbahak-bahak sampai-sampai rombongan Eyrina yang tengah asyik bergosip langsung menatapnya heran. Entah apa maksud tersembunyi Carla menawarinya bergabung ke dalam klub chirs, tapi Maggie sendiri tahu jika klub chirs sangat selektif dan hanya memiliki kuota terbatas. Orang yang terlihat pantas pun kadang ditolak oleh klub tersebut, apalagi preman seperti dirinya.

"Gue hargai kebaikan lo karena lo udah ngomong sopan di depan gue."

Carla hanya tersenyum dan mengangguk karena respon Maggie yang kurang terbuka terhadapnya. "Kalo lo butuh bantuan, jangan sungkan untuk ngomong ke gue."

Carla menutup pembicaraan dengan kembali ke meja guru dan membawa berkas yang ada di sana menuju kantor.

🚭🚭🚭

Ketika bel berbunyi, Deven tak kunjung kembali. Hal ini mendorong Maggie untuk membolos karena ia punya firasat yang kuat kalau Deven tengah berada di belakang sekolah.

Dan benar saja, Deven dan Dani merokok secara diam-diam di halaman belakang.

"Lagi merayakan putus hubungan?" Maggie turut bergabung dan mengambil kotak rokok yang berada di samping Dani.

"Lo gak masuk, Nyet?"

"Lo sendiri? Gak masuk juga kan."

Maggie meminta Dani untuk memberikan korek padanya. "Gimana rasanya mutusin orang, Dan? Enak?"

"Begitulah." Dani menjawab tanpa adanya rasa penyesalan. Baik Maggie maupun Deven sama-sama menggelengkan kepala menyayangkan hal ini.

"Lo tuh maunya cewek yang gimana, sih?"

"Itu tadi udah ditanyain sama Deven."

Maggie menanyakan hal serupa pada Deven dan Deven menjawab jika Dani tidak tahu tipe perempuan yang dia sukai seperti apa. Sampai saat ini dia belum menemukan seseorang yang menarik di hatinya.

"Brengsek lo, Dan. Kalo gitu seharusnya lo gak perlu ajak Retna pacaran, kan kasihan sama waktu lo yang terbuang."

"Lo gak kasihan sama Retna?" Deven menautkan alis.

"Untuk apa kasihan, orang Retnanya yang bego mau pacaran sama Dani."

Mendengar hal itu Dani justru tertawa. Laki-laki itu bahkan tak menyangkal kalau dirinya memang brengsek.

"BTW, gue kemaren lihat lo pergi bareng Kak Yoga. Kalian ke mana?"

Maggie mematung dan melirik Deven sekilas. Deven sendiri terlihat tak kalah kagetnya karena hal yang kemarin ia lihat ternyata tidaklah salah.

Deven menatap Maggie meminta penjelasan. Maggie sendiri mengelak dengan suara yang terbata-bata dan hal itu kembali membuat Deven tak tenang.

"Jadi lo tadi bohongin gue?"

"Bohong gimana? Orang gue emang gak pergi ke mana-mana kok."

"Terus lo barusan ngomong kalo lo pergi sama dia kemaren."

"Ya kami ada urusan sebentar."

Dani menjadi bingung karena pertanyaannya menimbulkan perdebatan yang sama sekali tidak ia mengerti. Tidak ingin ikut campur dalam urusan interpersonal kedua sahabat itu, Dani memilih untuk memalingkan wajah.

"Kenapa lo gak kasih tahu gue? Seharusnya lo kasih tahu gue!" Deven meninggikan suara.

"Lo kok jadi ngegas sih, Njir. Kan lo sendiri yang nyuruh gue pulang duluan. Emangnya harus gitu gue kasih tahu lo ke mana gue pergi?"

Deven berdecak. Kemudian dia menyerapah berkali-kali. "Gue tuh khawatir Nyet sama lo."

Maggie memasang wajah masamnya mendengar hal langka itu keluar dari mulut Deven untuk kedua kalinya hari ini. "Biasanya juga gue yang khawatir sama lo. Lagian kenapa sih harus khawatir segala. Khawatirin si Stevi tuh yang gak masuk gara-gara gue tonjok kemarin."

Ekspresi wajah Deven berubah seketika. "Serius? Wah gue harus ke rumahnya nih." Laki-laki itu meninggalkan Maggie dan Dani begitu saja.

Sepeninggalan Deven dari tempat itu, Dani baru kembali menatap ke tempat dua orang tersebut berdebat sebelumnya. "Sudah ributnya? Sekarang lo ditinggalin?"

"Deven mah memang bangsat orangnya."

🚭🚭🚭

*Catatan :

- Sopan (KBBI) : hormat dan takzim (akan, kepada); tertib menurut adat yang baik: dengan -- ia mempersilakan tamunya duduk; kepada orang tua kita wajib berlaku - \ a beradab (tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian dan sebagainya); tahu adat; baik budi bahasanya: ia berlaku amat -- kepada kedua orang tuanya \ a baik kelakuannya (tidak lacur, tidak cabul): sekarang ini kita sukar untuk membedakan perempuan yang -- dan yang lacur

- Sopan (M) : Tidak terdeteksi [server eror]

- Khawatir (KBBI) : takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti 

- Khawatir (M) : Tidak terdeteksi [server eror]


Lagi nyari cowok nyebelin kayak Deven untuk ditonjok!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro