Terbongkar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Flashback

Pandangan netra Tae sama sekali tidak berpindah tempat. Fokus pada bungkusan yang berada di atas meja belajarnya. Di sebelah bungkus kemasan berwarna kayu dengan logo dedaunan dan rempah—ada mug berawarna putih yang berisi minuman hangat khas aroma rempah-rempah. Uap panas dari minuman itu saja masih mengepul.

Tae menopang dagunya, matanya masih menatap lekat, seakan takut apa yang dilihatnya bisa hilang. Bibirnya tertarik lebar ke atas. Jantungnya berdebar kencang hanya dengan memikirkan barang pemberian Sso satu minggu lalu, dan minuman wedang pemberian Sso baru Tae buat hari ini.

Tae merasa sangat sayang bila menghabiskannya, kalau bisa Tae ingin menyimpan, lalu membungkusnya cantik di sebuah pigura dengan tulisan besar 'A GIFT FROM SPECIAL GIRL'. Lebay? Memang! Ya ... itulah seorang Taehyung Pratama Sutisna saat ini. Dimabuk cinta hanya dari barang sederhana pemberian Sso.

"Bang, ngelamunin apa sih?" tegur Jin tapi Tae hanya menoleh sekejap kemudian kembali fokus pada gelas wedangnya.

Jin berdecak, "minuman apa, sih, dari tadi diliatin melulu, jampe-jampe, ya?"

Tae berbalik ke arah Jin dan menatap adiknya itu dengan tajam. "Enak aja jampe-jampe. Emang gue se-desperate itu sampai harus melet?"

Jin tergelak melihat abangnya itu yang mulai tersulut emosi. Lucu, begitu pikir Jin. "Habisnya dari tadi diliatin terus, uapnya aja sampai hilang. Itu wedang dari Teh Sso, kan?"

Tae membeliak terkejut. Kenapa Jin bisa tahu?

"Gimana bisa tahu?" tanya Jin dan Tae pun mengangguk.

Di dalam kamar tiga lelaki bersaudara itu, terdapat Lucas yang sedang di atas kasurnya, berpura-pura memakai headphone-nya, menyalakan musik dengan sangat pelan, telinganya awas mendengar percakapan adik dan kakaknya itu. Sejak Lucas melihat Sso memberikan bungkusan wedang itu pada Tae, dirinya lebih banyak diam. Mood-nya memburuk. Semangatnya untuk berjualan cilok pun kendur. Meski begitu, masih banyak yang melakukan order. Cukup sekali posting ke instagram dan tik-toknya, maka order pun akan berdatangan.

Diantara ketiga remaja pria bersaudara itu, Jin paling tidak ngoyo. Dalam arti, Jin cukup menawarkan pada teman-temannya dengan mendapatkan stiker unik buatannya, tidak sampai keliling layaknya Tae atau membuat berbagai video endorse macam Lucas.

Sudah jelas, niat Jin sejak awal hanya meramaikan saja, bila ternyata dia yang menang dan Sso memang juga suka padanya, maka Jin anggap itu berkah dan keberuntungannya sebagai anak soleh yang tidak pernah membantah kata-kata kedua orang tuanya.

Berbeda halnya dengan Tae dan Lucas yang memang tampak berseru dengan sengit. Dan ... Jin mengetahui, bahwa Lucas menjadi lebih diam, sejak satu minggu lalu, dan itu semua gara-gara wedang pemberian Sso.

Dasar wedang pemecah belah saudara!

"Bagi napa tuh wedang, dari Teh Sso 'kan?" tanya Jin.

"Enak aja! ini tuh gift, jadi ya nggak bisa dibagi-bagi, malah nggak berkah nanti."

Jin membeliak dengan ekspresi yang menggemaskan dan lucu. Konyol! Pemikiran dari mana kalau berbagi itu tidak membawa berkah. Ada-ada saja memang Tae!

"Pelit." Jin mencibir sembari berlalu pergi, mengambil stoples berukuran 250 ml yang berisi pikda alias keripik lada—keripik pedas khas Sunda.

Lucas hanya memperhatikan kedua saudaranya itu dengan tatapan yang tajam di sebuah bungkus pemberian Sso. Lucas mengakui bila dirinya terbakar cemburu saat pertama melihat Sso memberikan sesuatu untuk kakaknya sendiri. Sejak saat itu mood-nya langsung terhempas ke dasar. Malas melakukan penjualan. Beruntungnya Lucas memiliki pengikut instagram yang banyak, dan video buatannya banyak yang me-repost sehingga penjualan Lucas masihlah yang tertinggi.

Namun, apa untungnya penjualan tertinggi bila sekarang dirinya sudah merasa kalah. Komunikasinya dengan Sso masih lancar seperti biasanya—meski hanya lewat WA. Sso bahkan sering mengirimkan pesan padanya. Apakah Sso memang seperti ini, bermain di dua kaki, memberi dan membalas perhatian pada dirinya dan Tae secara bersamaan? Tidak punya hati kah seorang Rasio Larasati?

***

"Penjualan kalian terus meningkat, ya, meski kalian bantu produksi, kayaknya Mama juga harus minta bantuan satu orang lagi, lagipula kalian akan ujian akhir semester 'kan, jadi kalian harus fokus."

Ucapan sang Mama menghentikan tangan terampil dari keempat saudara yang sedang membentuk cilok. "Tapi kita harus menghitung dulu, Ma, apakah pemasukan kita sudah cukup atau belum untuk membayar pegawai. Tae belum merekap pemasukan selama seminggu ini. Lagian juga ada yang belum lapor ke Tae," ucap Tae sembari melirik ke arah Lucas yang tampak cuek.

"Tambah pegawai aja, Ma, nggak pa-pa, Lucas banyak kok pemasukannya, lagian Lucas juga bisa tambahin modal untuk biaya pegawai. Uang tabungan dari penghasilan endorse Lucas bakal cukup, biar Mama enggak kecapekan juga," ujar Lucas enteng.

Tae mengerutkan keningnya. Merasa tidak suka dengan perkataan Lucas dan merasa tidak didengarkan dan dihargai. Seingat Tae, dirinya sudah menyindir bahwa Lucas belum melaporkan hasil penjualannya. Namun, mengapa sekarang Lucas malah terkesan seperti menyombongkan diri atas pendapatannya.

"Dah atuh, Ma, 'kan ada Dita yang jadi pegawai tetap Mama. Nanti Dita digaji pakai martabak manis aja rasa nutella sama kacang mede ya, Ma." Ucapan Dita Karang membuat sang mama tersenyum dan mengusap lembut rambut sang putri kecil—anak bungsunya yang cerewet dan ceria itu.

Sedangkan Jin justru memperhatikan kedua saudaranya yang tampak saling memancarkan tatapan sengit. Jin menghela napas. Mengedikkan bahu. Selama belum ada yang beradu jotos secara fisik—masih hanya berupa perang dingin—Jin masih akan tenang.

***

Ketiga anak laki-laki Bahrain Sutisna berada di kamar mereka. Sejak tadi Tae sudah menahan diri tidak mengamuk di depan sang Mama. Tae hendak menegur Lucas yang belum memberikan laporan penjualannya. Bukan, bukan Tae tidak percaya pada Lucas akan menguntit uang penjualan. Sesuai perjanjian bahwa selama kompetisi dagang, mereka harus melaporkan berapa yang sudah berhasil mereka jual, untuk di update di klasemen perolehan sementara. Toh, sejauh ini Lucas yang paling unggul disusul oleh Tae dan Jin. Namun, justru Lucas seolah-olah melupakan kewajibannya.

Tae sudah geram!

"Cas!" panggil Tae dengan menyenggol lutut Lucas dengan tangannya. Sedangkan Lucas hanya menggumam 'hm' saja tanpa menoleh ke arah Tae—tatapan Lucas hanya fokus di layar ponselnya saja yang sedang asyik bermain gim.

Sabar ... sabar ... sabar. Tae mengucapkannya dalam hati agar mampu menahan rasa kesal yang sudah di ubun-ubun.

"Cas!" sekali lagi Tae masih berusaha memanggil Lucas dengan baik. Kali ini Lucas menoleh, hanya menaikkan alis kirinya, tapi sedetik kemudian kembali beralih fokus ke ponselnya lagi.

Cukup sudah kesabaran Tae!

"Lo pura-pura budeg apa emang udah budeg?" Tae berkata kasar dengan cukup keras membuat Lucas menaruh ponselnya di atas kasur. Jin masih setia menjadi pengamat. Sesuai tebakannya, bahwa saat-saat ini akan terjadi. Meledak!

"Kenapa, sih? Lo ngomong mah, tinggal ngomong aja. Kuping gue masih bisa buat dengerin kata-kata dari seorang Abang Taehyung," balas Lucas dengan sarkas. Bibirnya berdecak. Napasnya sudah mulai kembang-kempis.

Tak ada tatapan lembut dari Tae pada adiknya ini. "Laporan penjualan lo mana?"

"Laporan buat apa?"

"Kok buat apa, sih, Cas. Lo 'kan tahu kita lagi kompetisi dagang, dan kita harus fair buat menentukan siapa yang akan memenangkan kompetisi."

"Buat apa?" Lucas bertanya sekali lagi, dan Tae masih belum memahami maksud pertanyaan Lucas.

"Lo ini kenapa, sih, Cas?"

"Gue tanya 'kan, buat apa laporan penjualan, kalau lo aja udah mulai berasa menang akan kompetisi ini."

"Hah?!" Tae sedikit berteriak dengan suara beratnya. Tak percaya dengan ucapan yang keluar dari bibir Lucas."Kapan gue merasa menang? Lo nuduh gue curang? Lo bisa lihat 'kan, penjualan lo paling banyak. Gue sama sekali nggak memanipulasi hasil." Tae menyanggah tidak terima dengan pernyataan Lucas.

Lucas kembali berdecak—tidak percaya. "Lo itu udah merasa di atas angin, Bang. Mentang-mentang Sso udah ngasih perhatian dengan ngasih minuman itu ke lo, lo udah merasa menang. Lo udah jumawa. Bikin gue eneg!"

Bagai disiram air panas, kini kepala Tae rasanya mendidih dan pening secara bersamaan. Sungguh perkataan Lucas menyakiti dirinya. Fitnah! Kapan dirinya merasa jumawa dengan wedang rempah dari Sso. Apakah menyimpannya dengan baik, dan egois tidak mau membagi dengan saudaranya adalah sikap jumawa? Tae tidak mengerti.

"Lo ngomong nggak logis! Gue nggak merasa jumawa. Perhatian Sso ke gue bikin lo cemburu 'kan? Lalu respon lo kayak bocah. Dita aja kalah. Lo nggak fair dengan sikap lo yang nggak mau laporan penjualan. Kalau lo udah menyerah dengan kompetisi ini, lo bisa ngomong dengan baik, bukan dengan lempar hal-hal nggak logis yang jatuhnya nyakitin kita semua." Tae berkata panjang lebar.

"Gue cemburu, iya memang! Tapi sikap lo yang sok berkuasa dan bossy karena anak pertama bikin gue makin kesel ke lo." Lucas memang tidak pernah menyembunyikan perasaannya, bahkan dirinya memang selalu berkata blak-blakan seperti ini. Hanya saja, ucapan Lucas kali ini membuat Tae terluka bagai teriris sembilu.

"Asal lo tahu, gue bener-bener niat untuk memperbaiki ekonomi keluarga, bantu ayah karena pandemi. Menjadikan Sso sebagai taruhan dagang, mungkin memang kayak pecundang, tapi gue anggap itu sebagai motivasi tambahan agar semakin semangat. Sama sekali bukan tujuan utamanya."

"Halah—" ucapan Lucas terjeda karena pekikan sang mama.

"Taruhan dagang? Sso? Tolong jelaskan pada Mama dan Ayah!"

Mampus! Ketiga bersaudara itu kini tampak tak berkutik karena ucapan sang Mama yang baru tahu akan keadaan yang sebenarnya.

Bandung, 20 September 2021

*** 

Note :

Hai maaf sekali ya aku sangat lama up bab2 akhir, mungkin juga kalian lama nungguin, atau malah udah lupa, sama ini cilok family.

Tapi sekali lagi terima kasih buat kalian yang udah  baca, vote dan komen.

Hatur Tengkyu pisan 🥰.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro