Makan siang bareng si tuan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Babi! Kenapa kamu bisa masuk nyusruk di dalam situ, babi!" tangis Arini pecah melihat kucing kesayangannya terperangkap di dalam got, tangannya tak sampai meraih kucingnya mengingat teralis membatasi pergerakannya lebih dalam, ia dapat melihat manik bulat milik Babi, kucing jenis munchkin gemertar ketakutan dalam gelapnya lubang saluran air.

Kalau begini, Arini cuman bisa ndelosor kayak orang cium-cium aspal, padahal lagi usaha ngambil si kucng tak tau diri dan di untung malah menjelma jadi kucing kampung main dalam got sekedar ingin merasa jadi kucing miskin kali.

"Ngapain?"

"Ah, itu Babi, masuk got," tukas Arini masih sesegukan menangisi Babi, dahi remaja lelaki itu mengernyit.

"Kamu peliara Babi?"

"Bukan, tapi aku punya Babi." Anak asing itu mengaruk tengkuknya tak paham, bukannya dia bilang pelihara babi tapi bukan babi, jadi harus bagaimana?

"You have a pig?"

"No pig, a cat." Jelas Arini menunjuk-nunjuk ke arah got, anak itu mengintip hewan dimaksud, naytanya memang ada kucing di sana, hanya kenapa namnya babi jika dia kucing?

"Minggir aku mau bantu dia keluar." Arini menyingkir menyisakan tempat untul si anak itu kini bersimpun menjulurkan tagannya di dalam sanauntuk merain si babi yang ternyata jenis munchkin, kucing kaki pendek itu akhirnya mampi di raih anak dengan rambut lurus tersisir rapi ke samping seoalh di gel.

"Nih, kucingmu."

"Makasih," haru Arini menerima kembali kucingnya kini berubah kumal, Arini memarahi kucingnya dari A-Z bak mak-mak kontrakan sampai ai sempat lupa sosok penolongnya hanya tersenyum menatap Arini dalam sebelum berlalu dari sana meninggalkannya sendirian.

"Eh, kemana anak tadi? Babi, kamu liat anak yang nolongin kamu ngak?"

"Meoowng!" eong si kucing menyahuti, tentu hewan itu tak bisa berbicara, mungkin kata tak tau yang akan di lontarkan jika ia dapat bicara.

"Tapi anak tadi baik juga, kayak kartun di komikku." Langkah Arini melompat-lompat senang, kegirangan. Selepas di dalam rumah memasuki kamar selesai membasuh tubuhnya tercium bau tak menyenangkan.

Deretan komik berjejer apik, jenis romantis mendominasi rak kamar Arini, kurnag lebih menceritakan kisah cinta si gadis dalam komik sangat bahagia setelah bertemu pria yang menolongnya.

* * *

"Cinta itu nyatanya gak semulus dunia kartun," cetus Arini melihat cuplikan opera sabun saat melewati layar LCD promosi dari salah satu toko, "Yah, mungkin aku yang kurnag beruntung."

Kakinya terus melangkah menjejaki jalanan menuju tempat loundry umum, kantung plastik di bawanya segera ia taruh di salah satu mesin cuci yang tersedia, tempat ini adalah tempat pencucian mandiri, membiarkan pelangannya mencuci dengan bebas mengunakan kartu langanan yang sudah mereka bayarkan tiap bulannya, mirip kartu isi ulang, Arini menungui cuciannya di salah satu meja pengunjung kini kosong hanya terdapat dirinya sendiri.

Di kala seperti ini Arini memutuskan mendnegarkan musik lewat handset kepunyaannya menyelami aliran musik melow khas korea yang mendayu-dayu.

"Anda tak apa-apa pak, maafkan saya," sesal si penabrak menumpahkan kopi di kemeja mahal orang asing itu.

"Udah gak papa, mungkin saya lagi apes aja, kalau begitu apa kau tau tempat cuci kering di dekat sini?

"I-itu, di kanan jalan, ada tempat loundry mandiri, saya akn bayarkan nya pak," sesal anak mud aitu lagi, ia tak enak telah menumpahkan kopi pekatnya akibat tingkahnya ceroboh.

"Gak perlu, makasih infonya aku akan kesana sendiri, lain kali hati-hati ya."

Adimas harus menahan kekesalannya, mobilnya harus mogok untungnya sudah di tangani oleh bengkel langannya untuk menderek mobil itu ke bengkel, kali ini ia terpaksa harus menghela nafas mendapati pakaiannya kotor, toko berwarna pink mencolok dengan tulisan loundry Kiky di sana hanya di jaga kakek tua yang meminta kartu langananya.

"Mohon maaf tuan, di sini memang mengunakan kartu langanan, tak bisa menngunakan uang cass,"

"Kalau begitu saya harus bagaimana kek, baju saya basah kena kopi," mohon Adimas menunjukan noda baju kontras dengan warna biru.

"Kalau begitu, kau bisa pinjam kartu langanan perempuan di sana," usul si kakek menyarankan, Adimas setuju mendekatu si pelangan lain sekedar meminjam kartunya.

"Arini?" Adimas terkejut mendapati teman sekolahnya di sana, kebetulan yang tak di sangka-sangka.

"Kau ngapin di sini?" tanya Arini balik, Adimas menceritakan kejadian sengkatnya tentu hal itu di setujui oleh Arini.

"Kebetulan, sekalian aku mau traktir, sebagai imbalan untuk waktu itu," ajak Arini memberikan kartu langanan pada si penjaga tua.

"Boleh juga," jawab Adimas enteng.

Arini membuang muka melihat Adimas berlarian menuju salah satu mesin cuci yang berdert sambil membuka kemejanya, menyisakan kaus putih mencetak perut rata Adimas, Arini sempat berkhayal melihat perut sixpack ala drakor melihat tampang Adimas yang menawan, nyatanya tak seindah itu dan se-sempuran cowok-cowok L-Men.

"Kenapa, Rin?"

"Gak, hanya kaget aja kau copot baju."

Adimas tertawa lirih ikut duduk bersebrangan di satu meja.

"Aku kira kamu berharap aku ada perut kotak-kotaknya." Kelakar Adimas yang sebenarnya ingin di benarkan oleh Arini, emang itu yang aku mau.

"Kau mau makan siang dimana?" tanya Arini menawari, Adimas hanya menjawab santai.

"Kemana aja yang penting traktiran bukan," canda Adimas menyulut senyum.

"Heh, aku bisa tercoreng nama baiknay sebagai teman kalau kau minta nya terserah tapi kau itu pemilik restorang yang enak, gila aja. Bisa kena komen ala chef juna," timpal Arini ikut bergurau.

"Kau udah selesai?"

Arini berdiri mengambil cuciannya yang sudah kering, memasukannya dalam kantung disediakan sang pemilik di sana.

"Tapi aku masih nunguin kamu, lagian gak kerasa udah 30 menit kelar pakaian kotorku."

Adimas mengaguk menunggui kemejanya terkena sial, tapi ada keberuntungan juga berpapasan dengan Arini di sana.

Mereka akhirnya keluar dari tempat itu bersama-sama, mencari jenis makanan berat untuk siang hari.

Salah satu toko sudah berdiri lama berisikan menu chines, kesepakatan siang itu akhiranya memilih menu kukus sebagai hidangan pembuka dan nasi goreng china.

"Sekarang kita setimpal, okay." Kata Arini tersenyum cerah mengambil pangsit kukus.

"Hey, ini jangan-jangan karma ya, untuk kau bayar balik uangku lagi?" kelakar Adimas membercandai Arini nampak senang dengan rasanya.

"Iya, inimah karama, aku ketemu kamu pas kendala uang, aku ketemu kamu kendala uang juga," kekeh Arini.

"Jadi ingat dulu, kita ketemu pas kamu hampir celaka terus kalau gak sial mulu."

Arini mengangukan kepalanya mengusap air mata di pucuk matanya.

"Ya, kau benar, aku ngerasa beruntung atau sial ketemu kamu sebenarnya?"

Tawa mereka menghilang bergantian denting piring menghabisakan menu pesananya menikmati makan siang untuk sesaat bersama teman sekolah, Adiman diam-diam mellirik pandang ke arah Arin itengah fokus sendiri.

Ia membatin, apa bisa ia berdekatan dengan anak itu usai berpisah lama. Entah suara hati siapa itu, punya pengahrapan untuk pertemuan selanjutnya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro