Bab 1 Pagi Hari

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi itu seperti biasa sudah terdengar ibu-ibu kompleks yang mulai berbelanja, menjemur pakaian, dan aktivitas lain di atap rumah.

Begitupun seorang pemuda bernama Rian, sudah bangun sejak pukul empat pagi untuk menyiapkan segala kebutuhan dirinya dan kakaknya.

Anak itu kini sudah bersiap di depan cermin, dia merapikan dasinya dan menyisir rambutnya untuk berangkat ke sekolah.

Lima belas menit kemudian dia pergi ke dapur, bubur ayam yang dipesannya tadi malam sudah dihangatkan, kini dia membawanya ke kamar kakaknya.

"Kak.... Rian masuk ya ?"

Tidak ada jawaban dari orang yang ada di dalam, anak itu memilih masuk ke dalam kamar, dan terlihat seorang pemuda berusia dua puluh tahunan duduk di tepi kasur sambil melihat ke depan dengan tatapan kosong.

"Kak, sarapan dulu ya ? Ini bubur ayam Mang Odin, Kakak suka kan ? Nggak pakek bawang goreng, seledrinya dibanyakin,"

Pria itu masih menatap dengan pandangan kosong.

"Kakak makan dulu ya ? Mumpung masih anget, nih," anak itu mendekatkan sesuap bubur ke mulut kakaknya, namun pria itu masih diam.

"Kakak nggak mau bubur ayam ?"

Pria itu masih diam tak bergeming.

"Kakak mau kecap asin ya ? Aku ambilin dulu ya ?" anak itu segera pergi ke dapur dan kembali tidak lama kemudian.

"Udah dikasih kecap asin Kak, Kakak makan ya ? Nanti siang pulang sekolah aku beliin yang lain apa gimana ?" pria itu masih diam sambil memandang kosong ke arah bubur ayam.

"Kakak makan ya ? Aaa..." pria itu memakan sesuap bubur dari tangan adiknya, tatapannya masih kosong seperti sebelumnya.

Sudah dua puluh menit, sekarang sudah pukul lima lewat dua puluh menit, bubur ayam di mangkuk itu juga sudah habis.

"Aku ambilin minum dulu ya kak, sebentar," anak itu kembali lagi ke dapur untuk mengambil air dan kembali tak lama kemudian.

"Aku bantu ya kak ?" anak itu menyodorkan gelas berisi air ke mulut kakaknya, pria itu meminumnya sampai habis setengah.

"Kakak nggak mau lagi ? Aku bersihin ya ?" anak itu kini membersihkan mulut kakaknya dengan tisu, lalu kembali ke dapur untuk mencuci piring.

"Kak, udah jam enam aku berangkat dulu ya ?" anak itu singgah di kamar kakaknya dan memeluk kakaknya penuh sayang, dulu dia mencium tangan kakanya, tapi dia suka dipeluk.

"Kakak baik-baik ya di rumah, Rian pulang jam dua, nanti Rian beliin bubur ayam, da kak," anak itu pun menghilang di balik pintu.

Anak itu mengunci pintu dan mengamankan peralatan di rumah, sekarang dia berangkat ke sekolah yang jaraknya cukup dekat dari tempat tinggalnya.

**

"Rian... ! " seorang gadis memanggilnya di gerbang sekolah, itu Anita, teman baiknya sejak SMP dulu.

"Anita, Riski mana ? Kok gak keliatan ?"

"Riski tadi berangkat duluan ada rapat OSIS katanya,"

"Oh... Ya udah masuk aja, ada ulangan lho, Lo gak lupa kan ?"

"Enggak lah, nggak ngantin ?"

"Gue udah sarapan, masih kenyang,"

"Oh...."

Tak lama mereka sudah sampai di kelas XI IPA A, mereka langsung duduk di kursi masing-masing dan berbincang-bincang.

"Rian......." tiba-tiba seorang gadis dari kelas lain masuk begitu saja ke kelas mereka dan mendekati Rian.

"Rian... Temenin aku yuk... Mau ke kantin...." gadis itu memeluk lengan Rian dengan manja di hadapan teman-teman sekelas Rian.

"Gue masih kenyang, Lo sama Anita aja," tolak cowok itu dengan halus, dia sudah tidak mau berurusan lagi dengan gadis ini, tidak apapun alasannya.

"Aku yang traktir... Ayo dong.... Rian...."

"Gue ada ulangan, mau belajar," cowok itu berusaha menolak lagi, jangan sampai masalahnya jadi berantakan.

"Rian kan pinter... Pasti udah belajar semalem kan ? Ayo dong.... Rian cuek sama Rachell, Rian nggak suka ya sama Rachell ?"

"Gue beneran harus belajar Chell.. Kapan-kapan aja ya ?" tolak cowok itu memberi pengertian, dia tidak mau cewek itu teriak-teriak di kelasnya lagi.

"Kapan-kapan kapan... Rian dari dulu bilangnya kapan-kapan... Kapan-kapan... Sampai sekarang masih juga kapan-kapan..."

"Kapan-kapan, kalo aku ada waktu luang, soalnya aku sibuk, maaf ya ?"

"Rian pengen berduaan sama Anita ? Kok nggak pernah perhatiin Rachell padahal Rachell sedeket ini sama Rian, Rachell kan cantik, kenapa Rian nggak mau ?"

"Rachell," cowok itu berhenti sebentar.

"Iya ? Kenapa ?"

"Kakak kamu nyariin tuh,"

"Eh ? Kak Jino ?"

Cewek itu berlari menghampiri kakaknya yang sudah berdiri di pintu kelas dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

"Kak Jino," gadis itu tampak terkejut kakaknya ada di sini.

"Rachell, Lo ngapain ada di sini ? Kelas Lo kan di sana," kata cowok itu sambil mengarahkan kepalanya ke arah yang dimaksud.

"Aku ngajak Rian ke kantin, tapi Riannya nggak mau," cewek itu beralih menatap Rian yang sedang belajar bersama Anita.

"Kalo dia nggak mau ya udah, Lo jangan ganggu, pergi sana," usir cowok itu kepada adiknya.

"Kok diusir... Aku kan pengen sama Rian..." gadis itu protes pada kakaknya, seakan selalu menghalangi setiap kali dia ingin bersama Rian.

"Alasan belajar lagi ? Lo tu pinter, gak masuk akal tahu nggak," cowok itu menatap tidak suka kepada adiknya, dia tahu Rian itu memang anak istimewa, tapi bukan begini juga caranya mendekati cowok.

"Lihat aja nanti aku bilang sama Mami," ancam gadis itu lalu beranjak pergi, tidak ingin berdebat terlalu lama dengan kakaknya yang sudah sebelas dua belas dengan kutub Utara.

"Aristian,"

"Eh, iya kak ?" cowok itu terkejut dengan keberadaan Jino yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.

"Gue mau ngomong sebentar sama Lo,"

"Iya kak," akhirnya cowok itu diajak oleh Jino untuk menjauh dari kelas, tempat yang cukup sepi.

"Ada apa ya kak ?" kata cowok itu sopan, meskipun adiknya menyebalkan tapi dia tidak ada masalah dengan kakaknya.

"Jadi gini..." cowok itu berhenti sebentar untuk memastikan ingin mengatakannya atau tidak.

"Ada apa kak ?" cowok itu semakin penasaran apa yang ingin dibicarakan kakak kelasnya ini, jujur saja, dia bukan tipe orang yang mau bicara dengan siapa saja.

"Jadi gini...." cowok itu merasa berat mengatakannya, mengingat hubungan baik dengan kakaknya Rian.

"Nggak papa kok kak, santai aja,"

"Jadi.... Gue kan berhubungan baik sama kakak Lo, Lo tau sendiri kan ? Dan... Gue merasa nggak pantas minta hal ini sama Lo, karena kakak Lo udah sering bantuin gue dan gue gak bisa bantu,"

"Ya... Terus ?"

"Jadi... Gue bisa minta tolong nggak Lo pacaran sama Rachell, mengingat Lo dulu tunangannya Rachell dan..."

"Maaf kak," cowok itu menyela tiba-tiba.

"Hm ?"

"Aku dulu memang tunangannya Rachell, dan aku nggak ada masalah sama kakak, tapi ayah dan ibu kakak sendiri yang membatalkan pertunangannya begitu tahu kondisi kakak...."

Suaranya tersengal, mengingat kembali ejekan-ejekan kolega bisnis kakaknya ketika tahu keadaan kakaknya yang sedang tidak baik.

"Ha.... CEO muda sekarang hanya bisa berbaring di tempat tidur...."

"Makan saja harus dilayani, kita tidak bisa melanjutkan kerja sama ini lagi,"

"Ya, memang tidak seharusnya anak muda itu menyaingi kita kan ?"

"Sekarang hanya anak biasa yang harus dibantu dalam segala hal, cuih,"

Dan masih banyak lagi hinaan untuk kakaknya yang masih teringat di benak Rian, saat-saat terburuk dalam hidupnya dimana semua orang yang pernah dibantunya malah meninggalkannya. Begitu juga kedua orang tua Rachell, langsung membatalkan pertunangan dengan mempermalukan kakaknya di depan semua orang.

"Karena itu.... Aku nggak mau ada hubungan apa-apa lagi dengan keluarga kakak, permisi," cowok itu berbalik meninggalkan Jino yang mematung sendirian.

Seandainya Lo tahu yang sebenarnya, Aristian...







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro